Chapter 5 (Enemy)

3020 Kata
Hening sesaat megiringi langkah Kiara yang sudah memijak halaman sekolahnya yang begitu luas. Membuatnya terperangah dengan mata membulat dan ponsel yang masih berada di samping telinga. 'Kiara?' Yang disebrang sana bersuara, menghancurkan kegiatan Kiara yang masih terkagum, kembali mendatarkan ekspresi nya dengan berdehem singkat dan melanjutkan langkah. "Kak, aku akan pergi ke kelas baru ku. Jadi cukup sampai di sini dulu ya, Kak. Bye" Tanpa menunggu respon dari si lawan bicara, sambungan itu telah terputus. Secepat kilat Kiara menyimpan ponselnya di saku rok dan kembali melangkah lebar menuju ruang guru. Saat di perjalanan, ia bertemu dengan beberapa murid perempuan yang membuat kelompok-kelompok kecil untuk saling bergosip atau tertawa centil saat sosok pria tampan lewat di depannya. Tapi ketika Kiara melewati mereka, maka yang ia dapat adalah tatapan sinis dan pandangan penuh penasaran. Meneliti penampilannya seperti laser dari ujung kaki sampai ujung kepala. Namun Kiara mencoba acuh dan tetap melanjutkan langkah lebarnya hingga ia berhenti tepat di sebuah ruangan yang di atasnya tertulis 'Ruang Guru'. Kiara bersyukur jika sekolah luas ini meletakkan ruang guru mereka di bagian depan hingga Kiara tidak harus tersesat seperti bocah ingusan. Kiara berdehem, menetralkan deru jantungnya yang sedikit cepat karena ia akan bertemu dengan guru yang akan mengajarnya di sini selama beberapa tahun ke depan. "Permisi." Ucapnya ketika sebelah tangan menekan gagang pintu dan mendorong pintu kayu mahal itu ke belakang untuk setelahnya mendapati ruang guru yang besar dengan beberapa guru yang sudah duduk tenang di meja nya. Beberapa pasang mata saling berpandangan sebelum satu orang guru yang terlihat lebih tua berdiri dari duduknya. "Kiara Azellia?" Tanya nya sembari melihat kertas yang berada di genggamannya, lalu ia melirik Kiara dengan senyuman ramah saat gadis itu mengangguk. "Kau akan berada di kelas 2-1." Guru berumur itu berdiri dari tegaknya, merapikan rok pendeknya sebentar sebelum mulai berjalan mendekati Kiara dengan derap sepatu hak tingginya yang bergema di ruang guru yang agak hening. "Ayo ku antar." Sang guru berucap setelah berjalan melewati Kiara, menyuruh Kiara untuk mengekornya dari belakang. Kiara tau jika penampilannya yang culun dengan kacamata dan rambut kepang dua nya memang mampu membuat semua orang untuk menaruh perhatian padanya saat sosoknya melangkah di koridor yang diisi oleh beberapa siswa, wajar saja, jam masuk belum berbunyi dan beruntungnya Kiara sekarang berjalan bersama guru nya. Jika tidak, dapat Kiara pastikan jika ia akan dibully detik ini juga. Seperti kisah klasik di sekolah, bergaya keren untuk menjadi playboy, bergaya berandal untuk menjadi yang ditakuti, bergaya culun yang pada akhirnya akan dibully. Kiara tau meski tak ada yang memberi tau. Semua sekolah sama, tak ada beda dalam hal diskriminasi. Dan Kiara sadar bagaimana statusnya sekarang. Hmmm seorang pembully akan menjadi sasaran bully? Ah, tak buruk juga. . . Jasmine dan Pricelia berada di bangku barisan nomor dua, saling tertawa saat membicarakan perihal betapa lucu nya salah satu laki-laki kelas 1 yang masuk ke dalam kelas mereka dan memberikan Jasmine sebuket mawar yang cantik. Memang bukan rahasia lagi jika Jasmine dan kecantikannya mampu menjerat semua siswa di sekolah ini untuk bertekuk lutut dan mengemis cinta. KRING KRING Bunyi bel sekolah yang bergema hingga mampu membuat beberapa orang terkejut dan nyaris terjungkal dari kursinya dan beberapa lagi yang berada di luar segera masuk dengan berlari seperti kesetanan. Mendapat tatapan heran dari Pricelia yang kini menyikut lengan Jasmine. "Eh, bukannya Bu Ayu selalu telat masuk? tapi sekarang kenapa anak-anak di kelas berlari seperti dikejar oleh Bu Ayu yang sedang mengamuk?" Jasmine ikut menoleh, mencegat salah satu siswa bername tag Andre Wijaya yang sudah berlari sekuat tenaga, namun ia harus mengerem langkahnya dengan decakkan sebal ketika kaki panjang Jasmine menghalangi jalanannya. "Kenapa terburu-buru? memangnya Bu Ayu sudah mau ke sini?" Tanya gadis berkulit tan itu dengan dongakkan kepala dan kerjapan polos di mata, sedang Pricelia hanya menatap bergantian dua orang yang kini memasang raut khas sendiri. "Bodoh-" Andre menjitak kepala Jasmine –walaupun cantik, Jasmine itu adalah pribadi yang terkadang sering membuat teman sekelasnya kesal dengan kecerewetan dan sikap 4D nya itu, jadi tak heran jika Andre memperlakukan Jasmine sesantai ini- hingga sang empunya meringis dan mengelus pelipisnya yang mungkin saja memerah. Andre dengan segala sifat seenak jidatnya itu memang sesuatu yang mampu membuat Jasmine ingin sekali rasanya melempar kursi kayu di dekat mereka. "-Tentu saja Bu Ayu sedang perjalanan ke kelas. Kata Chika ia juga membawa murid baru." Sontak kalimat selanjutnya dari Andre mampu membuat Jasmine melupakan keinginan terpendamnya untuk melemparkan kursi dan mampu membuat Pricelia melebarkan mata. "Ha? murid baru?" Pricelia bertanya antusias, langsung saja wajah Kiara menghampiri benaknya. " Andre Wijaya, sampai kapan kau akan berdiri di situ?" Suara horror dengan nada datar yang benar-benar membuat bulu kuduk meremang itu membuat Andre menoleh patah-patah, memasang senyum lima jari dan membungkuk sekilas sebelum bergerak cepat ke tempat duduknya, tak lupa sebelum itu ia menyumpahi Pricelia dan Jasmine yang masih cengo seperti i***t. Setelah memastikan Chanyeol duduk tenang di bangkunya dan mengarahkan kembali pandangan pada sekeliling yang sudah duduk rapi seperti jejeran itu membuat sang guru tersenyum puas. "Selamat pagi, anak-anak." Sapanya dengan gaya anggun dan wibawa yang sangat kuat. Salam yang terdengar sama seperti hari biasa dan selalu membuat seluruh anak kelas 2-1 meremang tak menentu. "Nah, hari ini kita akan kedatangan teman baru." Bu Ayu melanjutkan, memasang senyum terbaik di atas bibir bewarna merah tua nya, melirik ke arah pintu yang mampu membuat semua siswa di dalam kelas juga ikut-ikutan melirik ke sana dengan rasa penasaran perihal siapa anak baru yang akan bergabung bersama mereka di kelas ini. Tapi bagi beberapa orang yang sudah berpapasan dengan anak baru itu saat di koridor tadi hanya memasang wajah malas dan mengantuk. Melirik jam tangan yang tersangkut di pergelangan sambil berharap bahwa adegan seperti di drama ini segera selesai. "Silahkan masuk, Nak." Saat kalimat itu terucap dari belah bibir sang guru yang sudah berkepala tiga itu mampu membuat sebagian anak laki-laki menjadi penasaran. Ada yang melebarkan mata dengan penuh kekaguman saat bayangan gadis cantik dengan gaya trendi berputar di dalam otak. Ah, benar-benar membuat penasaran. Satu, dua ketukkan terdengar sebelum satu tubuh yang semula berada di luar kelas kini mulai masuk ke dalam kelas yang sunyi senyap dengan aura debaran yang terasa –ah ini hanya untuk anak laki-laki yang tak sabaran saja-. Tapi memang ekspektasi mereka terlalu tinggi jika berharap gadis cantik yang akan mengisi satu bangku di kelas ini, karena nyatanya satu orang gadis bertubuh mungil dengan pipi gembil dan kacamata kuno yang bertengger di depan hidung serta rambut kepang dua nya mampu membuat semua murid perempuan dan laki-laki melebarkan mata –tentu saja bukan karena kagum- "KIARA." Ah tidak, ada dua orang gadis yang melambaikan tangan heboh dengan senyuman lebar dari telinga ke telinga. Siapa lagi, kalau bukan Jasmine dan Pricelia. "Berisik! Jangan berteriak di kelas!" Bu Ayu menegur, menatap tak suka pada Jasmine dan Pricelia yang kini berdiri, lalu membungkukan badan sebagai permintaan maaf. Tentu saja mereka tak ingin di usir dari kelas saat matahari sedang bersinar cerah saat ini. Ah, membuat mereka menjadi ingat dengan hukuman dari Bu Ayu yang tak pernah main-main itu. Kiara hanya mengulum senyum sebelum mendapat instruksi dari guru cantik itu untuk memperkenalkan diri pada teman-teman sekelas. Kiara menghela napas, menatap mantap pada setiap netra yang mengarah pdanya, memasang senyum lebar hingga pipi gembilnya terangkat ke atas, membuat kedua matanya yang terhalangi kacamata itu membentuk eye smile yang begitu cantik. "Perkenalkan, aku Kiara Azellia. Pindahan dari Bandung dan beruntung bisa masuk ke sekolah ini karena mendapat beasiswa." Kiara membungkuk dalam-dalam selama beberapa detik sebelum berdiri kembali seperti posisi semula. "Ah, kalau begitu kau silahkan duduk di samping Chika." Bu Ayu menunjuk salah satu bangku yang kosong dengan seorang perempuan yang tampak sibuk memperbaiki eyeliner di matanya. Sontak saja membuat Bu Ayu menggeram kesal. "Chika, sekali lagi aku melihatmu berdandan di kelasku, maka silahkan keluar!" Chika tersentak, gerakkan jari lentiknya yang sedang mengoles eyeliner di garis matanya langsung terhenti, ia segera memandang Bu Ayu yang memasang wajah masam andalannya. Membuat Chika tersenyum canggung dan berucap maaf yang sengaja dibuat menggemaskan. Hampir membuat Andre di sampingnya muntah-muntah. "Ba-" BRAAKKK Pintu kelas yang terbuka tiba-tiba dengan menampakkan sosok pemuda bertubuh tinggi, blazer sekolah yang terpasang rapi di tubuhnya dan tas sekolah yang ia sandang hanya dengan satu tali. Menatap datar pada Bu Ayu yang hanya geleng-geleng kepala dan Kiara yang kini melebarkan mata sipitnya. Mengumpat di dalam hati tentang mengapa harus ada si Aditya s****n itu lagi di sekitarnya. "Aditya, kau terlambat lagi kali ini." Bu Ayu mendengus pelan, mengetukkan high heels nya yang berdentum seirama di atas lantai bermarmer putih. Sedang Aditya hanya membungkuk sambil memasang wajah datar andalannya, tapi ada sebait kalimat yang keluar dari bibirnya. "Maaf Bu, tadi aku ke UKS sebentar, mag ku kambuh." Mungkin murid teladan dengan segala image baik di setiap benak orang-orang memang sangat cocok untuk Aditya, tentu saja maksudnya itu dibenak para guru. Karena sebenarnya Aditya adalah murid yang pandai beradaptasi, jika di depan guru dia akan menjadi anak genius yang kalem dan penuh ide cemerlang. Namun, jika di depan orang lain dia adalah Aditya yang mengerikan dengan sifat seenaknya dan emosi nya yang tak pernah bisa ditebak. Bu Ayu manggut-manggut, melirikkan mata pada bangku kosong di pojok seakan mempersilahkan Aditya untuk segera duduk yang langsung dilakukan oleh pria tanpa ekspresi itu. "Nah Kiara, sekarang kau juga duduklah di tempatmu." Bu Ayu melirik Kiara kembali, tersenyum pada gadis itu, karena dalam benak sang guru, Kiara adalah anak teladan yang manis dengan pembawaannya yang ramah dan bersahabat. Ah, akting Kiara semakin bagus saja ya.. "Baiklah, Bu." Kiara berniat melangkah ke bangku seseorang yang bernama Chika itu sebelum sebelah tangan mengintrupsi tiba-tiba, membuat semua pandangan teralih pada sosok tersebut yang hanya tampak santai. "Ya, Aditya?" Bu Ayu bertanya dengan tangan berlipat di d**a pada salah satu murid kesayangannya itu. Aditya berdehem singkat, melirik Kiara penuh arti yang mampu membuat si gadis merasakan perasaan tak enak. "Bagaimana jika dia duduk denganku saja? Aku..kebetulan roommate-nya." Pengakuan dari Aditya perihal gadis culun itu adalah teman sekamarnya mampu membuat semua siswa perempuan terbelalak tak percaya. Berpikir, kenapa Aditya tidak mengusir Kiara seperti dirinya yang selalu mengusir orang sekamarnya –terlebih Kiara itu adalah seorang perempuan. Kenapa Aditya malah bersikap seakan-akan ia begitu dekat dengan sosok Kiara yang sangat kuno, berbanding terbalik dengan Aditya yang merupakan seorang pangeran sekolah. Kiara mematung, langkahnya terhenti gamang, menggigit bibir sambil melihat Bu Ayu yang tampak berpikir, berharap guru yang masih terlihat cantik itu tidak menyetujui permintaan Aditya. "Baiklah, Kiara.. kau maukan duduk dengan Aditya? Percayalah, kalian akan menjadi teman yang cocok satu sama lain." Kiara menahan napas sebentar, sebelum kepalanya tergerak untuk mengangguk dan memasang senyum manis. "Ya, Bu" Ah... Kiara memang munafik. Tunggu dulu, bukan, bukan hanya sekedar munafik. Tapi.. Kiara sedang bersandiwara kan? . . Seorang pria tua dengan wajahnya yang sudah mulai keriput, kini meminum teh yang berada dalam cangkirnya, mengecapnya sebentar sebelum kembali meletakkan cangkir itu di tatakan kecil. Setelah itu ia mengangkat kepala untuk memandang pria tampan yang kini berada di depannya, memasang senyum tipis yang begitu hangat di wajahnya yang terpahat sempurna. "Kau tau kan jika kau adalah anakku satu-satu nya?." Si pria tua memulai, menyandarkan punggung di sofa beludru nya yang mewah, mengangat kaki kirinya ke atas kaki yang lain sembari memandang bangga pada pria di depannya yang mulai kehilangan senyumnya. "Apa maksud, Ayah? Tentu saja Kiara juga anak ayah." Ada nada geram yang keluar dari bibirnya, tapi hal itu tak membuat sang ayah terhenyak, malah pria tua itu kini berdecih sambil menggeleng samar. "Dia hanya gadis berandalan pembangkang yang memalukan. Aku tidak pernah punya anak yang tidak penurut seperti itu. Anakku yang aku anggap hanyalah kau" Suara seraknya yang berat dan terdengar penuh wibawa mampu membungkam bibir pemuda di depannya  yang hanya mengepalkan tangan erat. Ingin menyanggah, tapi ia tau kemana arah pembicaraan mereka yang akan berubah menjadi pertengkaran. Dan saat ini ia tidak mau itu terjadi. "Aku tidak punya waktu lagi. Aku akan kembali ke kantor jika-" "Hey, kau ingin mendengar satu permintaan dariku?" Sebelum perkataan yang termuda selesai terucap, sang ayah lebih dulu menyela, kali ini punggungnya tak lagi bersandar pada sofa, si pria tua sedikit mendekatkan kepala pada anak laki-lakinya yang kini hanya mengerinyit tak mengerti. "Permintaan apa, Ayah?" Tanya nya dengan dahi berkerut. Sang Ayah kembali menyandarkan punggungnya, mendongakkan kepala mantap sebelum pertanyaan lain keluar dari belah bibir nya, "Sebelum itu aku ingin mendengar kepastian dari kau langsung. Kau.. tidak akan melawan padaku seperti Kiara kan dan akan menuruti permintaanku?" Alis tegas itu terangkat sebelah, memandang sang anak yang terlihat sedikit tertohok, namun beruntung ia bisa menutupinya dengan baik. "Tentu saja bukan, Ayah." Ia berusaha menjawab yakin tanpa kegugupan. "Nah, kalau begitu segeralah menikah dengan calon pilihanku." . . "Hey, kalian ke sini sebentar." Seorang gadis terlihat segera keluar dari kelas tepat setelah bel istirahat berbunyi dan memanggil salah satu gerombolan pemuda yang berada di koridor. Lima orang pemuda bertubuh tinggi dan kekar itu mendekat, memasang wajah bingung perihal kenapa mereka bisa dipanggil oleh seorang gadis cantik menawan secara tiba-tiba seperti ini. "Ada apa?" Tanya salah satu dari mereka, mengunyah permen karet di dalam mulut sambil mematai gadis di depannya –sedikit memasang senyum miring. "Aku ingin kalian melakukan sesuatu untukku." Si gadis mengeluarkan beberapa lembar uang dan menyelipkannya di tangan si pemuda berpenampilan berandal. Sontak saja langsung membuat kelima pemuda itu menyetujuinya. "Habisi si Kiara murid baru itu. Aku benar-benar muak melihatnya." Jelasnya dengan seringaian yang terpasang apik. . . Kiara sedang berlari terburu-buru ke toilet setelah ia bertanya arahnya dengan Pricelia yang terlihat sibuk mengerjakan pr yang akan diperiksa saat jam selanjutnya. Ia benar-benar mati kutu saat duduk di samping Aditya tadi, membuatnya gugup bukan main ketika Aditya meliriknya sesekali dengan pandangan intimidasi yang akhirnya membuat Kiara benar-benar ingin membuang air seni, karena saking gugupnya. Ah, s****n, kenapa ia begitu lemah jika di hadapan Aditya? Kemana Kiara yang dulu? Setelah selesai, Kiara keluar dari bilik toilet, berjalan ke wastafel untuk membasuh kedua tangannya, lalu melepaskan kacamatanya dan beralih membasuh wajahnya beberapa kali. Tapi, baru saja Kiara akan mengeringkan tangannya dengan sapu tangan yang selalu ia bawa, sebuah tarikkan kuat di kerah seragamnya membuat Kiara mundur beberapa langkah dan setelah itu yang ia rasakan adalah nyeri di punggungnya karena terbentur dinding. Kiara meringis, tapi ia lebih tertarik untuk mengangkat kepala dan mendapati lima pria berbadan tinggi di depannya –sialan, kenapa pria bisa masuk ke dalam toilet wanita!! Memandangnya dengan senyuman remeh dan kilat mata berbahaya. Kiara meneguk ludah kasar, terpikir untuk menghajar lima pria ini seperti yang sering ia lakukan pada orang-orang b******k di sekolahnya di Bandung dulu, karena Kiara bukan gadis lemah, ia bisa semua jenis bela diri dan melumpuhkan orang-orang bertampang sok berkuasa ini tentulah hal yang kecil. "Apa mau kalian?" Kiara menggeram dengan tangan terkepal di sisi tubuh, berusaha untuk menahan diri karena ia ingat jika di sini ia sedang berakting. Tidak ada yang boleh tau jati dirinya, tidak ada yang boleh tau bagaimana... Kiara Azellia yang sebenarnya. "Aku-" Yang paling depan tiba-tiba memagut kerah depan seragam Kiara hingga si gadis sedikit terangkat ke atas, memejamkan mata saat berandalan tengik itu mendekatkan wajahnya dan setelah itu satu tamparan mampir di pipi gembilnya, nyaris membuat Kiara merosot ke bawah jika kerah seragamnya dilepaskan, "-Membenci murid culun yang bermodalkan beasiswa masuk ke sekolah elite ini. Kau itu.. tidak pantas berada di sini!" Ia kembali berucap, sedangkan keempat temannya yang lain tampak senang saat melihat bagaimana tersiksanya Kiara yang kini mendapat pukulan di pipi untuk kedua kalinya dan berakhir dengan tubuhnya yang dilempar ke sudut dinding. Kiara akhirnya merosot jatuh sambil meringis, mencoba untuk tetap sadar dan tidak lupa diri jika ia harus tetap berperan sebagaimana mestinya. Gadis mungil itu hanya mengusap pipinya yang lebam dan membersihkan darah di sudut bibirnya. Tidak terlalu kaget dengan penindasan yang ia dapatkan, karena nyatanya Kiara sudah memprediksi hal ini dan mengerti bagaimana cara pemikiran berandalan b******k. Sebab Kiara dulunya adalah salah satu pembully juga. "Lihatlah dirimu, menyedihkan sekali." Kiara diam ketika salah satu pemuda itu mendekat, berniat mencengkram kerah seragamnya dan menghajarnya lagi sebelum pintu kamar mandi terbuka cukup keras. Di ambang pintu itu terdapat sosok berwajah datar dengan rahang mengeras ketika melihat Kiara yang sudah terkulai penuh luka di sudut dan kelima pemuda yang memasang wajah kaget mereka. "Apa yang kalian lakukan, s****n?! Menyakiti seorang wanita di toilet wanita? pengecut!" Mulut tajam berbahaya, berbisa seperti ular dengan nada datar yang menggema di seluruh sudut. Mampu membuat orang-orang tersebut segera memberi kode untuk pergi dari tempat ini. "Kami hanya ingin bermain-main dan memberi salam selamat datang pada murid culun ini." Yang menghajar Kiara tadi segera berdiri dari setengah duduknya, memasang senyum miring meski ia juga cemas akan tanggapan pria datar yang masih berdiri di ambang pintu. Kemudian kelima pemuda itu berniat keluar dari toilet tersebut, sebelum si pria berwajah datar itu melipat tangan di d**a dan menghalangi jalan keluar. "Hey b******k sok keren! hentikan sikap kalian yang seenaknya itu. Kalian itu beraninya di depan yang lemah. Kalau mau, mari kita berkelahi di lapangan." Ucap si pria bermata tajam yang kini memandang remeh kelima pemuda yang tampak mengepalkan tangan penuh amarah. "Sombong sekali." Satu dorongan di bahu membuat si pemuda berwajah datar itu menggeram marah, ingin melayangkan tinju sebelum suara ringisan di dalam sana semakin menjadi. Akhirnya ia memutuskan untuk menarik kerah seragam pemuda yang berani melawannya barusan, "Sekali lagi aku dengar kau berkata seperti itu, maka kau akan habis di tanganku." Desisnya penuh peringatan sebelum mendorong keras pemuda itu hingga terbentur di dinding, lalu saat ia bergeser sedikit, segeralah kelima pemuda itu melarikan diri. "Aw!" Kiara memegang sudut bibirnya yang berdarah, meringis banyak kali, tapi ketika sebelah tangan lain memegang sudut bibirnya dan berkata 'kuantar kau ke UKS', saat itulah Kiara memang benar-benar mengangkat kepalanya dan membuka matanya dengan lebar setelah sedari tadi hanya meringis tak menentu. Sumpah, tamparan dan pukulan dari salah satu lima berandan tengik tadi tak main-main. "Kenapa kau hanya diam saja?" Kiara segera tersadar kembali saat sosok itu membantunya berdiri, melingkarkan tangannya di pinggang ramping Kiara untuk membantu si gadis agar berjalan dengan benar. Tapi Kiara masih mematung dengan debuman jantung yang menggila, karena orang yang ia cari saat ini berada di sampingnya. 'Ini kan... D-Danish Haidar, si berandalan tengik dan b******k yang sangat kubenci' -TBC-
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN