Hukuman

1213 Kata
Untuk kelas XI C hasil dari usaha itu adalah malapetaka. Seperti sekarang ini. “Pokoknya ibu gak mau tahu, setengah jam dari sekarang kalian harus bereskan kekacauan ini. Nanti jika ibu datang lagi, kelas ini harus sudah bersih. Kalian mengerti?” Ucap Ibu Yanti lantang. Memang dasar tidak bisa diatur setelah mengacukan hampir semua isi kelas bukannya dibereskan kembali mereka; Alden, Dio, juga Dewa dengan tenang malah keluar dari kelas dan pergi ke kantin meninggalkan tanggung jawab. Sedangkan siswa yang lain ogah-ogahan membereskannnya, mereka yang membuat ulah mengapa dirinya yang harus membereskan, itu pikir mereka. Tapi sekarang mereka menyesal mengapa mereka tadi tidak membereskan saja, sekarang jadinya Bu Yanti marah dan menyuruh mereka membereskannya. Untuk yang rajin dan pinter sih kecewa berat karena itu pelajaran Bu Yanti akan terpotong, sedangkan untuk siswa yang malas itu malah dijadikan kesempatan emas. Matematika memang memusingkan. “Lho Bu, yang patut disalahkan itu Alden, Dio, sama si Dewa. Mereka kan biang masalahnya.” Celetuk Kavi tanpa rasa bersalah. Dio ketar ketir dibangkunya. Dan Dewa melotot kearah Kavi. “Gak solid lo.” Ucapnya dengan ekspresi kecewa dibuat-buat. Sedangkan Alden terlihat masa bodo. “Bukannya gak solid Wa, gue cuman ngajarin temen gue buat bertanggung jawab.” Kata Kavi sok bijak, tanpa tahu teman-temannya hampir muntah mendengar kata-katanya. “Sudah-sudah kalian. Oke kalau begitu,” Bu Yanti berdehem “Kalian Alden, Dio, juga Dewa lari dilapangan sebanyak sepuluh kali dan untuk yang lainnya kalian bereshkan kekacauan ini. Kalian paham?” Bu Yanti membuat keputusan yang disetujui dengan agukan. “Tunggu Bu.” Ada yang tidak setuju rupanya. “Kalau disuruh lari doang mereka gak akan kapok Bu, ntar malah dijadikan ajang pencarian jodoh lagi buat caper sama gebetan masing-masing.” Itu Sefrin yang sepertinya dendam. Cewek itu mengulas senyum sinis dan bersedekap d**a. “Sekalian aja Bu beresin gudang, potong rumput, sekalian bersihin Wc. Lumayan ada tenaga kerja gratiskan Bu?!” Ucapnya menambahkan. “Gak bisa gitu Bu.” Dio yang pertama memperotes. “Kalau lari ya malu, buat apa caper gak guna.” Alden menambahkan. Hanya orang t***l yang menganggap hukuman sebagai sebuah ajang cari perhatian. “Bener Bu. Kita lari aja yak Bu.” Mohon Dewa. “Wah Bu kayaknya Sefrin cemburu deh Bu takutnya saya diambil orang gara-gara lari.” Kekeh Dio merusak suasana. Sefrin memasang tampang jijik sedangkan Bu Yanti menenangkan. “Ibu putuskan untuk kalian bertiga, kalian lari sepuluh putaran terus kalian potong rumput-rumput yang sudah panjang. Dilarang membantah, silahkan laksanakan.” “YAH!” Serempak mereka bertiga. “SIAP BU.” Serempak ucapan anak-anak dikelas bertentangan dengan mereka. ***** Sampai dilapangan mereka disuguhi oleh pemandangan anak kelas lain yang tengah beristirahat, dan sekarang memandang mereka aneh dengan keringat bercucuran. Kebetulan sekarang jam pelajaran olahraga kelas XII jadi tidak heran kalau sekarang mereka menjadi bahan tontonan. “Lari nih kita?” Bisik Dewa pelan. Alden memutar matanya malas. “Mandi kita.” Ucapnya malas lalu nenabok bahu Dewa keras. “Yaiyalah lari, ayo sekarang.” Dari pada malah bengong disisi lapangan akhirnya mereka mulai berlari dengan Alden yang memulai duluan. Mereka kira mereka akan berlari dengan tenang namun ternyata benar-benar salah. Salah total. “ABIS NGAPAIN TUH, SAMPE DIHUKUM GITU?!” “Eaaaa!!” “Larinya yang cepet dong!” “SEKALIAN PUSH UP.” “Yang satu lagi siapa namanya tuh? Lucu juga.” “CIEE, DIHUKUM!!!” Teriak Septian dari koridor atas. Tadi ia tak sengaja mendengar keributan dibawah hingga akhirnya penasaran, dan menemukan ketiga sahabatnya yang tengah dihukum. Surak surakan dari kelas lain masih terus berlangsung, membuat ketiga biang kerok tadi rasanya ingin segera menyelesaikan hukumannya. Kenapa bisa se-norak ini sih? Pikir mereka. “LARI. LARI. LARI.”” Para murid cowok pun bersiul iseng menggoda mereka. “WOOOOO!!! DIHUKUM MAMPUS KALIAN MAMPUS.” Apes sekali, bukannya membereskan kelas mereka malah ikut menyuraki teman sekelas mereka, mereka membuka jendela sekaligus menertawakan teman mereka dari lantai kelas mereka yang kebetulan berada dilantai atas. “LARINYA JANGAN CUMAN SEPULUH PUTARAN, SERIBU PUTARAN AJA HAHAHA.” Berbagai sorakan jahat, kejam, k**i campur cetil langsung keluar dari para murid yang melihat mereka dihukum. Ada juga yang tepuk tangan, ada yang bisik-bisik, bahkan ada yang mengambil poto mereka. Benar-benar kurang kerjaan. Tidak ada yang salah dengan hukuman, namun ini yang dihukum adalah Alden, cowok most wanted sekolah mereka dia Alden Raveno yang selalu dapat memikat kaum hawa dengan satu kali senyuman saja. Wajahnya memesona dengan mata tajam, hidung mancung, rahang tegas, juga selung pipi yang dapat membuat siapapun yang melihat berdecak iri. Dia sempurna. Membahas Alden memang tidak akan ada habisnya. Dio terpaksa memasang wajah senyum yang terlihat terpaksa. “Ugh... gara-gara kita nih.” Gumamnya sambil berlari mengikuti kedua temannya yang tepat berlari di didepannya. “Udah yang penting lari.” Dewa memaksakan diri menimpali omongan Dio. Sedangkan Alden malah celingukan memperhatiakan mereka yang sedang mengejek mereka. “Gila kayaknya mereka pada dendam ya sama kita? Mereka gak takut dimarahin guru apa?!” Katanya sambil ngos-ngosan padahal masih ada dua setengah putaran lagi. Baru Dio ingin menjawab, tapi sudah keburu dipotong oleh Dewa duluan. “Pada dendamnnya sih ke gue sama Dio. Kalau ke lo mah, malah dipuja-puja terus sama mereka.” “Gue ganteng sih.” Celetuk Alden lempeng. “Eh si bahlul.” ***** Setelah menyelesaikan hukuman, mereka langsung pergi ke kantin dan membeli minuman, keringat bercucuran dari seluruh tubuh mereka. Malah Dio sampai terlentang di meja kantin, untuk saja ibu kantin yang satu ini baiknya nauzubillah, hingga tidak menegur Dio. “Anjeng badan gue remuk rasanya.” Maki Dio. “Raga gue leleh, hayati gue juga lelah.” Dewa mendramalisir. “Kita juga belum motong rumput nih. Gila tuh guru ngasih hukuman, padahal udah ada tukang kebun masih aja kita dijadiin babu.” “Biarin ajalah.” Kata Alden disusul kekehan kecil, Dio dan Dewa saling lirik lalu tertawa. “Bener juga tuh, gak bakalan ketauan kita gak motong rumput.” Dewa bahagia sekali, Bu Yanti selalu ceroboh. “Yoi.” Dio melirik Alden yang tiba-tiba berdiri. “Mau kemana lo?” tanyanya bingung. “Gue kesana dulu bentar.” Alden meminta izin lalu ia melenggang pergi keluar kantin, entah kemana. “Kemana dia?” Dewa bertanya. “Tanyakan kepada debu yang berterbangan.” ***** Ini belum jam istirahat tapi dibelakang sekolah sudah ramai oleh beberapa murid yang tentu saja, ada yang tengah dihukum ada juga yang tengah bolos pelajaran. Sebelumnya Alden juga sering membolos disisini tanpa sekarang tidak tahu kenapa kebiasaannya itu agak hilang dari hidupnya. Alden mengitari keseliling lalu matanya menemukan orang yang sedari tadi dia cari. Ia berjalan perlahan menuju orang itu yang ternyata sedang membolos dan mencuri waktu untuk merokok dibelakang sekolah. Wajahnya babak belur, sepertinya dia terlibat baku hantam. Merasa ada seseorang yang menuju kearahnya dia melirik melihat dan menemukan Alden yang tengah menatapnya dan berjalan menuju kearahnya. “Wishhh, masih kesini.” Rafa menyapa Alden yang dibalas dengan senyuman Kecil. “Ada masalah nih Den? Atau lagi prustasi?” Rafa melemparkan sebungkus rokok kepada Alden, yang ditangkap dengan baik olehnya. Alden mengedarkan pandangannya lalu menatap Rafa. “Masalah mah ada terus lah.” “Kalau gak ada masalah berarti dihukum dong?” Rafa kira Alden membolos. “Dihukum mah iya, tapi gue males ngerjainnya.” Jawab Alden kalem. Rafa terkekeh. “Gak berubah lo.” Alden tidak jauh beda dengan Rafa. Mereka berandalan sekolah. Suka bolos, Merokok, bahkan tawuran sering mereka lakukan. Namun untuk sekarang Alden tidak melakukan kegiatan itu lagi, bukannya berubah namun Alden sekarang mempunyai tanggung jawab yang besar dan beban yang harus ia selesaikan secepatnya. Masa depan adik-adiknya ada ditangannya, ia tak punya waktu untuk melakukan hal semacam itu lagi. Alden melirik Rafa lalu mulutnya mulai berbicara. “Gue mau ngomong sama lo sebenarnya.” Rafa menaikan alisnya bingung lalu menatap Alden penasaran. “Apaan? Balap nanti malam?” “Bukan. Gue...” *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN