Part 8

1467 Kata
Mobil itu melaju di jalan raya dengan kecepatan tinggi seolah sedang membawa seseorang yang tengah sekarat. Sebenarnya sedikit benar namun bukan sekarat yang akan membuat seseorang mati jika terlambat ditangani, namun tatap saja masalah kali ini cukup berbahaya. Ansell berusaha untuk terus memfokuskan pandangannya ke depan ketika beberapa kali mendengar lenguhan milik Anwa yang sedang tersiksa menahan sesuatu di tubuhnya. Wanita itu duduk tepat di sampingnya. Cengkraman tangan Ansell pada stir mobilnya mengerat, giginya mengetat dan  hatinya terasa hendak meledak ketika mengingat kejadian beberapa menit yang lalu saat ia menemukan seseorang pria dengan topeng hendak memaksa tubuh Anwa untuk mengikutinya. Untung dirinya masih sempat menyelamatkan wanita itu yang hampir saja dilecehkan oleh Burhan sialan. “Panas... tolong....” Ansell melambatkan mobilnya ketika hampir sampai di kontrakan Anwa yang termasuk padat penduduk. Ia tidak mungkin membawa wanita itu dalam keadaan seperti itu ke Mansionnya kan?! “Tahan, sebentar lagi Anwa,” tutur Ansell yang saat ini ingin marah pada dirinya sendiri kerena kecerobohannya yang membuat Anwa masuk ke dalam rencananya. “Panas... Anselll... aku ingin dimasuki segeraaa!”  Ansell hampir saja menginjak rem ketika mendengar ucapan kotor Anwa. Ia tidak menyangka bahwa wanita itu yang terlihat luga bisa seperti ini juga tapi hey?! Siapa yang memangnya tahan ketika diberi obat perangsang?!  Sialan Burhan tua bangka itu! Saat hendak memasuki gang kontrakan milik Anwa, langit sudah sepenuhnya berubah menjadi gelap. Ansell mengidupkan radio berita yang ada di mobilnya ketika waktu yang diberikannya kepada Alvaro sudah habis. “Berita terkini! Sebuah kecelakaan terjadi di ruas tol 67, dimana merenggut nyawa seorang Burhan Efendi, Pemilik perusahaan media berserta seorang gadis muda dan sopirnya. Diduga bahwa sang sopir itu membawa mobil dengan cepat, lalu juga ada yang mengatakan bahwa gadis itu adalah simpanan Burhan karena saat ditemukan pria itu juga keracunan karena terlalu banyak memakai obat peransang!” “Sempurna.” Sebuah seringai muncul di bibir Ansell ketika mendengar berita itu, cukup membuatnya puas. Besok, ia akan memuji pekerjaan Alvaro. “Ughh...” Ansell kembali melirik ke arah Anwa yang saat ini pakaiannya sudah tidak lagi rapi—wanita itu sendiri yang mengacaknya dan semua itu tentu saja membuat Ansell pusing menahan sesuatu apalagi saat mendengar desahan milik Anwa. Laki-laki itu segera keluar dari mobilnya serta membawa Anwa dalam gendongannya menuju kontrakan wanita tersebut. Beruntung, suasana magrib seperti itu membuat rumah-rumah warga tutup dan suasana menjadi sepi. Ansell menutup pintu rumah lalu membaringkan Anwa di atas kasurnya. Pria itu tak melepaskan pandangannya pada seorang wanita yang saat ini bergerak tak tentu arah di kasurnya. Ia bisa saja mengambil kesempatan ini untuk memiliki Anwa sepenuhnya. Itu yang sangat ingin Ansell ingin. Namun, ternyata Ansell masih diberi pertolongan dengan tiba-tiba sekilas wajah kecewa milik Arrayan dan Anwa melintas dipikirannya. Ansell kembali ke kamar setelah mengambil segelas air, pria itu mengeluarkan sebuah butir obat yang diberikan oleh Alvaro. Obat yang dapat meredahkan gelojak nafsu Anwa sekarang. “Minum, Anwa. Jangan takut, obat ini bisa meredahkan nafsu itu!” Pria itu sedikit kagum saat melihat Anwa ternyata masih memiliki kesadarannya, wanita itu mau saat Ansell membangunkannya dan menyuapkan obat itu padanya. “Terima—hnghh... kasih.” “Sama-sama,” ujar Ansell sambil memberikan senyum tipisnya. Sayangnya, obat itu ternyata tidak mampu menghilang gejolak nafsu yang ada pada tubuh Anwa. Wanita itu sekarang makin menjadi, penderitaannya sungguh amat menyiksa. “Kenapa obatnya tidak bekerja?!” kesal Ansell ketika melihat Anwa terus bergerak tak tentu arah, laki-laki itu tidak bisa melihat wanita itu terus kesakitan seperti ini. “Hngh... tolong... tolong Ansell,” deru nafas milik Anwa semakin mengencang, wajah wanita itu terlihat merah dengan beberapa bekas tetesan keringat di tubuhnya. “Jangan mendekat—-nghh....” Di otak Anwa sekarang tengah bercampur antara kewarasan atau memilih untuk mengikuti nafsunya. Anwa menderita, Ansell pun demikian. Walau ia tak pernah menjemah seorang wanita pun, Ansell sedikit salut pada dirinya yang masih memiliki kewarasan hingga saat ini. Tapi, itu beberapa detik yang lalu sebelum pria itu sekarang perlahan melepaskan jas yang melekat di tubuhnya. Ansell menyerah, dia tidak bisa menahan ini lebih lama. Tentu, dia tahu apa yang akan terjadi ke depannya. “Tahan sebentar, Anwa. Aku tidak ingin semua ini berkakhir dengan cepat,” bisik pria itu di telinga sang wanita. Tubuhnya sekarang telah mengukung sepenuhnya tubuh tak berdaya di bawahanya. “Cepat, Ansell! Rasanya sakit!” Jelas, Anwa butuh pelampiasan untuk melepaskannya dari jeratan gejolak nafsu.  Ia akhirnya kalah dengan hawa itu. Dan, beruntung ada Ansell bersamanya. Ansell langsung menempelkan bibirnya dengan tak sabaran dengan bibir Anwa yang membalas dengan tak kalah bringas. Kedua tangan wanita itu diarahkannya untuk memeluk lehernya. Mereka berdua saling melumat dengan Ansell yang memimpin. “Mmmh.... ahh!” Anwa sama sekali tidak menghentikan bibirnya untuk mengeluarkan desahan ketika bibir tebal milik Ansell turun menjelajahi leher dan tulang bahunya. Pria itu menjilati, mengecup dan beberapa menghisapnya menimbulkan tanda merah yang berbekat. Ansell kembali mengangkat kepalanya, kali ini tatapan dan wajahnya seiras penuh kabut gairah yang akhirnya menemukan tempat untuk meledak. Otaknya kini hanya berfokus untuk dua tujuan, menyembuhkan Anwa sekaligus menenangkan miliknya. Tangan kekar itu terlihat ceketan saat membuka kancing-kancing seragam milik Anwa tak sabaran hingga akhirnya bola mata milik Ansell semakin membara ketika melihat sesuatu yang bersembunyi di balik bra bewarna hitam yang bahkan tak mampu menahan sesuatu dibaliknya sehingga terlihat bagian yang mengintip malu-malu. Ansell tentunya ingin memulainya dari atas hingga bawah namun pria itu sedikit terkejut ketika Anwa menggerakan dua tangannya tak sabaran untuk melepaskan celana dasarnya, hingga akhirnya terpampanglah sebuah celana dalam bewarna krim dengan motif bunga jahit di tengahnya. Bak baru saja disiram bensin, kobaran api yang ada di tubuh Ansell semakin membara seolah bisa melenyapkan apapun.  Dengan nafas yang tak beraturan, Anwa menggerakan tangan Ansell untuk menyentuh bagian bawahnya yang ternyata sudah basah dan lengket. “Hngh... hah... cepat, Ansell. Masuki!” Ansell tidak tahu apa wanita yang ada di bawahnya ini adalah Anwa atau memang seperti inilah sosok itu? Namun, laki-laki itu tidak peduli. Ia mencintai Anwa, semua yang ada pada wanita itu. Laki-laki itu kembali menarik tangannya, menggengam tangan Anwa untuk mengusap pahatan bidang yang dihasilkan dari olahraga rutinnya. “Pelan-pelan, aku ingin merasakan semuanya, semua yang ada di dalam dirimu, Anwa.” Ansell membenamkan wajahnya tepat di belahan bagian intim milik wanita itu, menghirup aroma yang dari tubuh itu bercampur dengan keringat. Tangan laki-laki itu tak tinggal diam, menyelusup ke pinggang wanita itu untuk membuka pangaitnya. “Nghhhh... hah...hah...” Anwa memejamkan matanya ketika rasa nikmat itu merupakan bagian dari lidah Ansell yang bermain di puncak bagian intimnya. Lekaki bermain di sekitar aroela, bagian pinggir dari p****g milik yang bewarna kecoklatan sebelum pria itu mamasukan bagian yang bisa dihisap itu kedalam mulutnya yang terasa hangat. “Hahhh...” “Mmmhh...” decekan bibir Ansell yang begitu semangat menghisap terdengar, laki-laki itu seolah berubah menjadi bayi yang nampak kehausan. Satu tangan lagi tak ingin ketinggalan, bermain di puncak salah satunya membuat cengkraman Anwa pada  sprei kasur menguat kala jemari lelaki itu memilintirnya. “Nghh... huh..haaa...” deru nafas Anwa semakin menggebu, wanita itu medongakkan kepalanya ketika rasa itu seperti hampir saja hendak meledak. Tak lama, tubuh itu melengkung lalu tersentak ketika gelombang itu akhirnya pecah. Ansell mengangkat kepalanya, tersenyum puas ketika Anwa berhasil mendapatkan puncak pertamanya. Namun, tak ingin hanya perempuan itu sendiri yang mendapatkan kenikmatan dunia. Laki-laki itu menundurkan tubuhnya, sekali mengecup perut Anwa yang memang tak rata namun lebih disukai. Kali ini deru nafas Ansell yang mengeras ketika berada di bagian tubuh Anwa yang paling sensitif. Jari-jari panjang itu perlahan mengusap paha sang wanita sebelum akhirnya menarik penghalang terakhir yang ada di tubuh Anwa. Anwa sendiri masih menikmati sisa gelombang puncaknya namun tak lama, mungkin reaksi dari obat itu dan hawa panas yang ada dibawahnya membuat nafsu itu kembali meninggi. Sebelum melakukan aksi utama, Ansell kembali bergerak mendekat ke arah wajah wanita itu dan menatapnya agak lama. “Aku cinta kamu, Anwa,” ucapnya sebelum meninggalkan sebuah ciuman penuh kelembutan di dahi sang perempuan. ————- BRAKKK! BRAKKKK! Suara dobrakan pintu terdengar di depan sebuah kontrakan kecil yang di dalamnya terdapat sepasang wanita dan pria yang masih terlelap. “BUKA PINTUNYA! KAMI TAHU KALO KALIAN KUMPUL KEBO!” BRAKKK! Ansell dan Anwa yang mendengar itu sontak saja terbangun, keduanya sama-sama terkejut ketika menemukan bahwa mereka berada di ranjang yang sama. Apalagi sang wanita saat melihat pakaiannya telah berubah menjadi sebuah daster. Sontak saja, potongan ingatan Anwa kambali pada malam tadi dimana perlahan bergabung menjadi sebuah ingatan yang membuat jantungnya serasa berhenti berdetak. “Jangan takut, ada aku disini, Anwa.” Ansell bangun lebih dulu, pria itu tentu saja mengingat betul malam tadi. “Kamu tetap disini, biar aku yang keluar.” “Tapi—-“ Anwa ingin menahannya namun rasa sakit dibagian bawahnya membuatnya hanya bisa meringgis. “Pokoknya jangan keluar, ini urusan yang menjadi tanggung jawab aku.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN