Emran masih duduk di sudut ruang tamu ketika Qisya pamit untuk membantu Bu Mar di dapur. Obrolan ibu-ibu terdengar samar dari arah belakang, diiringi tawa kecil dan suara piring beradu. Normal. Terlalu normal malah. Dia menatap cangkir teh di depannya, yang tinggal setengah. Tangannya gemetar sedikit. Tapi bukan karena takut... lebih ke—gugup yang tak jelas asalnya. Saat Emran hendak berdiri, matanya tanpa sengaja menangkap pantulan jendela kaca di sebelah kanan. Sekilas, hanya sekilas—ada sosok di sana. Berdiri diam. Tepat di belakangnya. Emran spontan menoleh. Kosong. Tidak ada siapa-siapa. Napasnya tercekat. Perlahan ia kembali menatap jendela. Kosong juga. Mungkin bayangan lemari. Atau pantulan kursi. Mungkin... Ia menghela napas panjang. Menenangkan diri. Mencoba tertawa keci

