Selamat membaca gengs!
**
Nessa baru saja selesai siap-siap untuk berangkat sekolah. Ujian sekolahnya sebentar lagi berakhir, yang artinya masa sekolah yang begitu menyenangkan untuk Nessa akan segera selesai.
Nessa pasti akan merindukan memakai seragam putih-abu ini, seragam akan mengingatkan dirinya bahwa masa sekolah yang dia lewati selalu di isi dengan segala macam tingkah laku bar-bar dan berujung terkena hukuman.
Sudah tidak asing lagi untuk Nessa seperti itu di masa sekolahnya. Namun Nessa tidak menyesal ataupun malu, justru itu menjadi kenangan yang tidak akan terlupakan nanti.
Nessa turun dari kamarnya, bergabung dengan yang lain untuk sarapan bersama. Sudah ada Nevan dan Arlen di kursi mereka masing-masing, pun dengan bundanya yang tampak sibuk dengan alat masak.
"Pagi, anak cantik siap sekolah menghadapi ujian sekolah yang bikin kepala meledak."
Nessa duduk di samping Arlen, berhadapan dengan kursi yang akan di tempati oleh bundanya nanti.
"Pagi," balas Nevan.
"Selamat pagi, Kak. Semoga kepala Kak Nessa gak cuma meledak tapi berhamburan," celetuk Arlen.
Nessa yang mendengarnya tentu saja mendelik, ingin menjitak kepala adiknya tetapi masih pagi, dia harus bisa sabar menahan semua ujian yang diberikan atas kelakuan adiknya.
Tidak berselang lama ayah mereka pun bergabung dan sarapan dimulai dengan begitu tenang. Kalau sudah ada ayahnya, mereka tidak berani untuk macam-macam, apalagi saat di meja makan begini. Ayahnya akan murka kalau tahu mereka makan sambil bicara atau bahkan berdebat.
**
Nessa masuk ke dalam kelas, terlihat Ayu -sahabatnya- sudah duduk di kursinya sendiri. Hari ini ujian sekolah mereka yang akan di lakukan untuk yang terakhir kali sebelum bebas dan menunggu nilai akhir.
Nessa duduk di depan Ayu, memang ujian mereka hanya duduk satu orang di meja masing-masing berdasarkan urutan nama dalam absen mereka.
"Haduh, hari terakhir banget nih." Nessa menghempaskan tubuhnya di kursi, menyimpan tas di sampingnya.
"Semangat yuk, setelah ini kita bebas tugas." Ayu tampak bersemangat berbeda sekali dengan Nessa.
"Bebas tugas sih, tapi kan menghadapi lembaran baru kehidupan di dunia ini," balas Nessa.
"Bahasa lo berat banget, Nes. Tapi nggak langsung menghadapi lah, ada jeda sejenak buat kita."
"Biar lebih dramatis, Yu."
Ayu menggeleng, ada saja yang di katakan dari mulut sahabatnya itu. Si bar-bar penuh drama dalam hidupnya.
**
“Nes, kakak lo serius mau lanjutin kuliah di Jogja?” tanya Ayu pada sahabatnya.
Mereka sedang makan di kantin setelah menyelesaikan ujian di hari terakhir dan menjadi ujian terakhir mereka sebagai siswa berseragam putih abu.
Nessa mengangguk dengan mulut yang masih mengunyah bakso yang tadi dia pesan di Mang Jaja, tukang bakso langganannya di kantin sekolah ini.
Ayu mengangguk, kabar Nevan yang akan kuliah di luar kota memang sudah menyebar di sekolahan mereka, karena Nevan merupakan siswa populer dan juga berprestasi di sekolahan.
Jadi tak heran setiap kabar tentang Nevan selalu cepat diketahui oleh siswa di sini, entah siapa yang menjadi penyebar tak ada satu orang pun yang tahu, mereka hanya tahu berita itu menyebar begitu saja.
“Lo sendiri mau ikut?” Ayu kembali bertanya.
“Ah lo nanya mulu, nantian napa, Yu. Gue lagi makan juga,” balas Nessa.
“Gue kan penasaran banget, Nes.”
“Ya penasarannya di tunda dulu sampe gue beres makan.”
“Nanti keburu bel Nessa sayang.”
“Idih sayang sayang pala lo peang.”
“k*****t lo!”
**
Nessa menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur, hari ini cukup melelahkan. Otaknya seperti di kuras habis setelah selesai ujian dengan mata pelajaran terakhir fisika yang membuat kepalanya berasap.
Ya dia memang pintar, ini bukan berarti Nessa percaya diri ya tetapi memang begitu adanya, hanya saja otak pintarnya ini kalau di hadapkan dengan soal fisika sama saja seperti murid yang lain akan panas dan hampir meledak.
Kalau saja tadi malam dia belajar dengan kakaknya, mungkin dia tak akan sampai seperti ini, salahkan Nessa saja yang lebih tergoda untuk menghabiskan drama cina dibandingkan belajar bersama Nevan. Semoga saja hasilnya tak buruk nanti.
Ketukan pintu kamarnya membuat Nessa beranjak dari ranjang dan tepat saat pintu tersebut dibuka, Nessa sudah duduk di tepi ranjang. Kia –sang ibu masuk ke dalam kamar menghampiri anak perempuannya yang masih memakai seragam sekolah.
“Tadi gimana ujiannya, Kak?” tanya sang ibu mengelus rambut Nessa dengan penuh kelembutan.
“Pusing, Bun. Untung udah selesai kalau belum pasti ini kepala Nessa udah meledak, Bun.”
“Tapi gak jadi meledak kan?”
“Enggak dong, masih kuat lah sampe sekarang apalagi kalau Bunda kasih Nessa jajan donat satu dus besar,” ucap Nessa cengengesan. Kia menggeleng melihat tingkah anaknya.
“Minta sama Ayah, mumpung belum pulang,” ucap Kia. “Kalau gitu kamu ganti baju terus makan, Kak Nevan sama Arlen juga udah nungguin di bawah,” lanjut Kia kemudian keluar dari kamar Nessa.
**
“Lama amat sih, Kak. Kasin cacing di perut Arlen belum dapat jatah, kasian juga gigi Arlen belum ngunyah,” ucap Arlen saat Nessa baru saja bergabung bersama dia dan juga Nevan di meja makan.
“Kasian telinga gue dengerin ocehan lo,” balas Nessa menatap adiknya dengan penuh permusuhan.
Selalu saja ada perdebatan di antara mereka yang membuat Nevan menatap keduanya dengan tatapan kesal. Sehari saja, kenapa keduanya tak bisa akur.
“Waktunya makan, gak usah ngoceh,” ucap Nevan membuat kedua adiknya bungkam, apalagi Arlen yang langsung menutup mulutnya dengan tangan saat hendak membalas perkataan Nessa.
**
Hari kelulusan Nevan dan Nessa sudah di depan mata.
Rasanya begitu mendebarkan bagi Nessa, tetapi tidak untuk Nevan. Kakak kembarnya itu tampak begitu santai saat mereka sedang berada di lapangan sekolah menunggu pengumuman dari Kepala sekolah mereka.
Nessa bisa melihat dengan jelas, Kakaknya berada di deretan guru-guru yang berada di barisan paling depan sementara dia dan Ayu, sahabatnya ada di barisan para siswa kelas tiga.
Nessa sudah yakin, Kakaknya itu mendapatkan nilai ujian tertinggi satu angkatan di sekolah mereka dan hal itu sama sekali tak membuat dia terkejut, rasanya sudah biasa.
Apalagi Nevan memang dari awal kelas satu sampai lulus selalu mendapatkan peringkat di kelasnya. Kalau Nessa sih, ya paling tidak bisa masuk lima besar pun sudah bersyukur. Beruntung kedua orang tua mereka tak pernah membanding-bandingkan prestasi anak-anaknya, karena bagi Ares dan Kia semua anaknya pintar dan memiliki kemampuan masing-masing.
“Gue deg-degan banget, Nes,” bisik Ayu yang berdiri di sampingnya.
“Sama, gue juga. Semoga kita lulus sama-sama ya,” ucap Nessa. Kedua tangan mereka saling berpegangan sama-sama memberikan kekuatan.
“Sekarang saatnya kita mengumumkan kelulusan siswa dan siswi kelas 3. Selamat kepada kalian semua karena semua siswa dan siswi SMA Cendikia lulus seratus persen.”
Suara pekikkan seluruh siswa di sini memenuhi lapangan sekolahan, begitu juga Nessa dan Ayu yang saling berpelukan karena mereka semua dinyatakan lulus.
Perjuangan selama tiga tahun lamanya, masa sekolah yang begitu menyenangkan dan juga berkesan hari ini selesai, semuanya tersenyum dalam akhir dari perjalanan masa sekolah mereka.
“Dan untuk siswa yang memiliki nilai tertinggi, kita panggilkan. Nevan Aktam Wijaya, kepada Nevan dipersilahkan untuk naik ke atas podium,” ucap Kepala sekolah mereka kemudian.
Nevan berjalan menaiki podium di iringi dengan tepuk tangan dari teman-temannya. “Terimakasih kepada Bapak Kepala Sekolah, juga kepada Bapak Ibu guru yang sudah memberikan kami ilmu yang begitu besar. Dan untuk teman-teman ini bukanlah akhir tetapi awal dari semuanya, melepas seragam putih abu artinya kita sudah berjalan ke tahap selanjutnya. Ke dalam kehidupan bermasyarakat dan masih banyak lagi yang harus kita lakukan untuk menuju sukses yang sebenarnya. Selamat kepada kalian dan semoga sukses.”
Tepuk tangan yang begitu meriah menutup sambutan singkat dari Nevan, bukan kali pertama dia berbicara di depan umum seperti ini, sudah sering sekali apalagi Nevan juga merupakan mantan ketua osis di sekolahnya dan Nevan sudah tak sekaku saat pertama kali menjabat sebagai ketua osis waktu itu.
Acara berlanjut dengan mencoret seragam antar siswa. Mereka tampak bahagia satu dengan yang lainnya. Nessa yang saat itu bersama dengan Ayu menghampiri Kakaknya yang tengah bersama teman-temannya.
“Kak, tanda tangan dong,” pinta Nessa menyodorkan satu buat spidol permanen kepada Nevan.
“Ada ada aja lo,” ucap Nevan tapi tak urung melakukan yang diinginkan adiknya. Setelah itu Nessa memeluk Nevan dengan begitu erat membuat siapa saja iri dengan kedekatan mereka berdua, awalnya mereka berpikir Nessa dan Nevan adalah sepasang kekasih karena mereka sama sekali tak terlihat seperti anak kembar sampai akhirnya di kenaikan kelas dua, teman-teman mereka tahu Nevan dan Nessa adalah saudara kembar, saat Ibu mereka datang untuk mengambil raport mereka.
“Selamat ya atas nilai lo yang sangat sempurna,” ucap Nessa melepas pelukannya.
Nevan mengacak rambut adiknya dengan begitu gemas membuat Nessa menatap kakaknya tak terima karena Nevan membuat rambutnya berantakan tetapi setelah itu Nevan kembali merapikan rambut Nessa.
“Lo juga, nilai yang memuaskan,” ucap Nevan.
Mereka sama-sama merasakan kebahagiaan, kelulusan yang membuat hari ini menjadi alasan mereka untuk tersenyum. Meski setelah ini ada kehidupan baru di depan mata mereka tetapi mereka masih bisa bernapas, sebelum melanjutkan ke kehidupan selanjutnya. Dari siswa menjadi mahasiswa.