Aku bersandar pada sofa sambil memegang kepalaku yang sakit, baru juga masalah yang satu selesai, kali ini timbul lagi masalah yang lain !
"Apakah ada videonya ?" tanya Kak Sion.
"Ada.." jawab Jhion.
"Coba.. Biar ku lihat videonya," ujar Kak Sion pada Jhion.
Jhion pun menyodorkan laptopnya pada Kak Sion, Leo pun terlihat penasaran, jadi dia merapatkan tubuhnya pada Kak Sion untuk melihat video tersebut,
"Mati aku !" batinku, "Kak Sion pasti akan memarahiku,"
Aku kira, kejadian penyusup kemarin ini hanya akan menjadi topik hangat di kantorku, namun siapa sangka malah hal ini tersebar luas dan menjadi viral seperti ini.
Padahal aku sengaja tidak menceritakan tentang kejadian ini pada keluargaku, bisa - bisa mereka menceramahiku selama berhari - hari, dan yang terburuknya, mungkin aku harus keluar dari pekerjaanku.
Aku melirik Jhion dengan sedikit kesal, "Bagus, Jhion ! Berkatmu aku akan mendengar omelan Kak Sion yang panjang dan lebar," ucapku dalam hati.
Jhion sepertinya sadar dengan kekesalanku, dan dia pun tampak berusaha menghindari tatapan mataku,
"Ahhh ! Kenapa malah jadi seperti ini sih ?!" jeritku dalam hati.
Kak Sion tampak diam sejenak begitu dia selesai melihat video tersebut, kemudian dia beranjak berdiri dan menatapku,
Aku menelan salivaku, aku takut sekali Kak Sion akan memarahiku,
"Kak, kau dalam masalah besar," bisik Leo padaku dengan wajah khawatir.
Aku diam menunduk, teman - temanku yang lain dan bahkan Bryan hanya bisa diam melihat Kak Sion yang menatapku tanpa berkedip, sepertinya mereka juga takut Kak Sion akan meledak.
Kak Sion terlihat menghela nafas, "Wensy Jeremiah, kita perlu bicara." ujar Kak Sion sambil berjalan menuju perpustakaan pribadi yang ada di rumahku.
Dari nada bicaranya saja, aku sudah tahu Kak Sion marah saat ini,
"Ah ! Bagaimana ini ?!" batinku sambil beranjak berdiri dan mengikuti Kak Sion dari belakang.
Aku menoleh sekilas kepada teman - temanku yang masih duduk mematung di ruang tamu,
"Semangat !" bisik Viola, Ivory, dan Leila padaku.
Bryan menatapku khawatir, begitu juga dengan George, Leo dan juga Jhion.
"Maaf.." bisik Jhion.
Aku menghela nafas panjang dan lanjut berjalan menuju perpustakaan, mau tak mau aku terpaksa harus menghadapi Kak Sion saat ini,
Kak Sion duduk di sebuah sofa panjang berwarna putih yang ada di perpustakaan, dia tampak menungguku dengan raut wajahnya yang keras,
Aku berdiri di ambang pintu perpustakaan,
"Masuk dan tutup pintu," ujar Kak Sion.
"I-iya, Kak.." ujarku sambil melangkah masuk ke dalam perpustakaan dan menutup pintu di belakangku.
"Duduk," ujar Kak Sion lagi.
Aku memilih untuk duduk di sofa lain yang berhadapan dengan tempat duduk Kak Sion,
Kak Sion melepaskan jas abu - abunya dan meletakkannya di atas sofa, dia melonggarkan dasi hitamnya, "Kenapa kau tidak memberitahuku tentang hal ini ?"
Kak Sion adalah kakak laki - laki yang sangat sabar dan jarang sekali marah meskipun aku dan Leo sering sekali melakukan kesalahan,..
Tapi, untuk kali ini Kak Sion benar - benar terlihat menakutkan ! Aku sampai tidak berani melihat wajah Kak Sion,
"Itu.. Emm.." aku bingung sekali harus menjawab apa.
"Kenapa kau melakukan hal itu ?" Kak Sion kembali bertanya.
"Aku.. Aku hanya merasa itu adalah tanggung jawabku," ujarku pelan.
"Tanggung jawab ? Coba jelaskan tanggung jawab apa yang kau maksud !" nada bicara Kak Sion mulai meninggi.
Aku meremas tanganku dan semakin bingung harus menjawab apa,
Kak Sion beranjak berdiri dengan wajah kesalnya, "Apa yang kau pikirkan sih, Wensy ?!"
"Aku tak bisa diam saja melihat mereka yang ketakutan," ucapku.
"Lalu itu yang menjadi alasanmu untuk menolong mereka ? Kau tidak lihat para penyusup itu membawa senjata ?!" bentak Kak Sion.
"T-tapi, George bilang, penyusup itu tidak mengisi senjata mereka dengan peluru," ucapku membela diri, "Dengan kata lain, mereka tak berniat untuk melukai siapapun, kak.."
"Kau beruntung karena para penyusup itu hanya ingin menggertak saja ! Tapi bagaimana jika ternyata mereka benar - benar mengisi senjata mereka dengan peluru ?! Kau mau mengorbankan nyawamu hanya karena rasa tanggung jawabmu itu ?!" suara Kak Sion semakin meninggi, rahangnya mengeras dan wajahnya terlihat menatapku marah.
"Aku,-"
Kak Sion berlutut di hadapanku seraya memegang kedua bahuku, "Tindakanmu itu terkadang terlalu berbahaya bagi dirimu sendiri, Wensy ! Kau bukan Tuhan yang bisa menolong semua orang !"
"Aku tahu.." ucapku sambil menunduk dan berusaha menahan agar air mataku tidak mengalir.
"Kenapa kau selalu membuat dirimu dalam bahaya, Wensy ? Kenapa ?" ucap Kak Sion sambil menatapku sedih, "Bagaimana jika kau terluka ? Apa kau tidak memikirkan perasaan keluargamu ? Kau tidak memikirkan perasaan kakakmu ini ?!"
"Bukan begitu, kak.." ujarku, "Aku juga melakukan hal itu dengan hati - hati.. Dan sekarang aku baik - baik saja, bukan ?"
Kak Sion memegang bahuku lebih erat, "Apa kau tidak tahu betapa menyesalnya aku jika sesuatu yang buruk terjadi padamu ? Apa kau ingin membuat kakakmu ini frustasi seperti 3 tahun yang lalu ?"
"A-apa ?" pekikku kaget begitu mendengar ucapan Kak Sion.
Kak Sion menatap lekat - lekat kedua manik mataku, "Aku tak bisa melihatmu terluka lagi !"
"Kak.. 3 tahun yang lalu kan aku hanya mengalami kecelakaan biasa," ujarku berbohong tentang kejadian 3 tahun yang lalu.
Aku ingat dengan jelas bahwa aku meminta teman - temanku, polisi, bahkan dokter yang menolongku untuk merahasiakan hal yang sebenarnya pada keluargaku, dan aku hanya bilang bahwa aku mengalami kecelakaan biasa,
"Aku tidak bodoh, Wensy.." ujar Kak Sion, "Aku mencari tahu semuanya, tentang apa yang terjadi padamu, siapa yang membuatmu terluka,.. Aku tahu semuanya,"
Aku terkejut dengan ucapan Kak Sion, "Bagimana bisa ?"
"Apa menurutmu aku akan percaya saja dengan perkataanmu padahal aku merasa ada yang aneh dengan keadaanmu ?" ucap Kak Sion.
"Kenapa ? Kenapa kakak mencari tahu semuanya ?" ucapku sambil mulai menangis, aku tak lagi bisa menahan air mataku, "Untuk apa ?"
Kak Sion beranjak berdiri dan duduk di sampingku, dia memelukku dengan erat, "Karena aku tidak ingin lagi menjadi kakak yang gagal.."
Air mataku terus mengalir dan membasahi kemeja putih milik Kak Sion,
"Waktu itu aku tidak bisa melindungimu dengan baik, dan aku tak ingin mengulangi kesalahan yang sama untuk yang kedua kalinya," ujar Kak Sion sambil mengusap kepalaku.
Aku tak tahu harus berkomentar apa, padahal selama ini aku berpikir bahwa keluargaku tidak ada yang tahu tentang hal ini, tapi siapa sangka, malah Kak Sion sudah mengetahui semuanya,
"Aku hampir kehilangan dirimu 3 tahun yang lalu, dan itu sangat menakutkan !" Kak Sion melanjutkan ucapannya, "Melihatmu maju untuk bernegosiasi dengan para penyusup itu membuatku takut !"
Aku masih menangis tersedu - sedu, "K-kenapa kakak tidak marah saat tahu kejadian 3 tahun yang lalu ? Apa kakak tidak membenciku ? Aku hanya membawa aib dalam keluarga ini,"
"Wensy ! Lihat aku.." Kak Sion melepaskan pelukannya dan meraih wajahku.
Aku menatap Kak Sion sambil masih menangis,
Kak Sion mengusap air mataku dengan kedua ibu jarinya, "Itu bukanlah salahmu ! Mengapa seorang kakak harus membenci adiknya ?"
"A-aku,-"
"Kalau kau terluka,.. Papa, mama, aku dan Leo, kami juga merasakan sakitmu ! Kau bukanlah aib dalam keluarga ini, Wensy.." ucap Kak Sion lagi, "Kau sangatlah berharga bagi kami.. Kau harus tahu itu,"
"Tapi,-"
Kak Sion memelukku lagi, "Kau anak yang berharga bagi papa dan mama, adik perempuan yang berharga bagiku, dan kakak perempuan yang berharga bagi Leo.. Apapun kondisimu, kami tidak akan membencimu.."
Entah kenapa, tapi sedikit beban dalam hatiku sedikit terangkat,..
Hatiku terasa sedikit tenang,..
Rasa sakit di hatiku seolah - olah sedikit membaik,
Mungkin kah karena Kak Sion yang akhirnya tahu tentang masalahku ?
Atau mungkin kah karena perkataan Kak Sion yang menghiburku ?
Aku tak tahu...
Tapi yang pasti, hatiku terasa hangat,
Aku berusaha menghentikan tangisanku, "Kak.." panggilku pada Kak Sion.
"Hmm ?"
"Apa papa dan mama tahu hal ini ?" tanyaku pelan.
Kak Sion melepaskan pelukannya, dia memberikan tissue padaku,
"Aku belum menceritakan hal ini pada papa dan mama," ujar Kak Sion, "Aku rasa sebaiknya kau sendiri yang menceritakan hal ini, bagaimana pun juga, aku harus menjaga rahasiamu bukan ?"
Aku mengambil tissue dari tangan Kak Sion dan mengusap air mataku,
"Lalu.. Leo ? Apa dia tahu ?"
"Aku tidak memberitahunya," ujar Kak Sion.
Aku hanya mengangguk mendengar ucapan Kak Sion sambil berusaha meredakan tangisanku,
Kak Sion perlahan menyentuh tangan kiriku yang terbalut perban,
"Apa kau terluka karena berusaha mengatasi serangan panikmu ?" tanya Kak Sion pelan.
"K-kakak juga tahu tentang hal itu ?"
Kak Sion menganggukkan kepalanya, "Aku kan sudah bilang tadi, kalau aku tahu semuanya,"
"T-tapi bagaimana mungkin ?" tanyaku bingung, "Aku selama ini selalu berusaha menahan serangan panikku di depan papa, mama, kakak dan juga Leo.."
"Hmm.. Bisa di bilang aku mengawasimu sejak kejadian itu," ujar Kak Sion, "Aku menyuruh sekretarisku untuk mengetahui jadwalmu sehari - hari saat kau memutuskan untuk cuti kuliah selama setengah tahun, lalu aku tahu kalau kau mengunjungi psikiater,"
Aku menghela nafas, bisa - bisanya aku tidak tahu kalau sejak kejadian itu Kak Sion selalu mengawasiku.
"Sebenarnya pengawasanku mulai longgar selama 1 tahun belakangan ini, karena ku pikir kau sudah mulai baik - baik saja," ujar Kak Sion, "Tapi siapa sangka bahwa adik perempuanku yang manja ini malah berbuat suatu hal yang nekat.."
Aku terdiam mendengar ucapan Kak Sion,
"Tapi untunglah,.." Kak Sion melanjutkan ucapannya, "Paling tidak bukan hanya aku seorang yang berusaha untuk melindungimu, dan aku cukup lega karena kau memiliki seorang asisten seperti Bryan.. Aku bisa tenang karena kau di kelilingi dengan orang - orang yang baik,"
"Kak.. Tolong jangan menceritakan tentang aku yang bernegosiasi dengan penyusup pada papa dan mama," pintaku.
Kak Sion bersandar pada sofa, "Entahlah.. Aku tak bisa jamin itu,"
"Kak ! Ku mohon !"
"Wensy, tanpa aku memberitahu papa dan mama, mungkin saja mereka sudah melihat berita itu di televisi atau internet.." ujar Kak Sion, "Berita tentangmu benar - benar tersebar dan menjadi topik hangat, tak mungkin papa dan mama tidak mengetahuinya,"
Aku menutupi wajahku dengan kedua tanganku, runyam sudah !
Kedua orang tuaku sedang pergi ke Jepang karena baru - baru ini orang tuaku membuka cabang perusahaan di Jepang, dan akhir - akhir ini jadwal Kak Sion lebih padat dari sebelumnya karena pekerjaannya yang bertambah menjadi 2x lipat.
Sejak lulus kuliah Kak Sion langsung bekerja di perusahaan orang tuaku, karena Kak Sion adalah anak sulung dan dia akan menjadi pewaris dari Hillone Grup, perusahaan utama milik kedua orang tuaku, sedangkan aku dan Leo akan mewarisi cabang perusahaan dari Hillone Grup.
"Kau ingin aku menghapus semua berita itu ?" tanya Kak Sion.
"Kakak bisa melakukannya ?" tanyaku.
"Tentu saja bisa, bukan hal yang sulit bagiku," ujar Kak Sion, "Hanya saja, berikutnya Hillone Grup yang akan menjadi sorotan publik, dan berita tentangmu yang merupakan putri dari pemilik Hillone Grup tidak akan bisa di hindari lagi,"
Aku menggaruk - garuk kepalaku yang tidak gatal, "Kalau seperti itu, yang ada semuanya bertambah kacau.."
"Kalau begitu, kau harus menghindari para wartawan," ujar Kak Sion.
"Itu akan sulit untuk dilakukan karena besok pagi pasti para wartawan sudah menungguku di depan kantor dan begitu aku datang, mereka akan menyerbuku.." ujarku, "Layaknya semut menyerbu gula,"
Tok ! Tok ! Terdengar pintu perpustakaan di ketuk,
"Kak Sion.. Apa Kak Wensy masih hidup ? Kakak tidak memakan Kak Wensy kan ?" terdengar suara Leo dari luar.
Aduh bocah ini !! Bisa - bisanya menyulut api kemarahanku saat aku sedang berpikir serius !
Kak Sion tertawa mendengar ucapan Leo, kemudian dia beranjak berdiri dan berjalan ke arah pintu,
"Sepertinya mereka semua khawatir aku akan memarahimu habis - habisan," ujar Kak Sion padaku, "Bagaimana kalau kita memanggil mereka ke sini untuk mengusir rasa cemas mereka dan mendiskusikan beberapa hal dengan mereka ?"
Aku menganggukkan kepalaku,
Kak Sion membuka pintu perpustakaan, Leo masih dengan setia berdiri di depan pintu dan rupanya teman - temanku serta Bryan ikut menunggu di depan pintu dengan wajah cemas,
Kak Sion menyuruh semuanya untuk masuk ke dalam perpustakaan, mereka pun langsung masuk ke dalam perpustakaan dan duduk di sofa,
Tanpa di duga - duga, Leo langsung memelukku erat sampai - sampai Kak Sion, semua temanku, Bryan dan bahkan aku, tercengang dengan sikapnya ini,
"Hei, bocah ! Apa yang kau lakukan ?" tanyaku bingung.
"Kak Wensy ! Syukurlah Kak Sion tidak memakan kakak hidup - hidup !" ucap Leo.
"Dasar bocah ini.. Memangnya kau pikir aku ini apa ?" komentar Kak Sion sambil terkekeh dan mengusap kepala Leo.
"Aduh ! Kau ini berat, tahu.. Menyingkir dariku," protesku sambil berusaha melepaskan diri dari pelukan Leo.
Leo bukannya melepaskanku, dia malah memelukku semakin erat, "Aku senang sekali Kak Wensy baik - baik saja, jadi kakak tetap akan menambah koleksi sepatu basketku, kan ?"
Sontak semua langsung terbahak mendengar ucapan Leo, kecuali aku !
PLETAK !! Sebuah jitakan mendarat mulus di kepala Leo, dan tentu saja pelakunya adalah aku.
"Bagus ! Yang kau pikirkan hanyalah koleksi sepatu basketmu itu !" ucapku kesal.
Leo melepaskan pelukannya dan mengusap kepalanya yang terasa sakit, "Aku hanya mengingatkan kakak, agar kakak tidak melanggar janji,"
"Aku selalu menepati janjiku," ujarku pada Leo, "Sebagai gantinya tutup mulutmu dan jangan memancing emosiku !"
"Baiklah, kak.." Leo langsung merapatkan bibirnya.
"Nah sekarang.. Mari kita berdiskusi," ujar Kak Sion, "Aku sempat berpikir untuk menghapus berita tentang Wensy yang bernegosiasi dengan para penyusup, akan tetapi, jika aku melakukan hal itu, maka hanya akan menimbulkan pertanyaan - pertanyaan baru bagi para wartawan,"
"Benar juga," gumam Ivory, "Mereka akan semakin bertanya - tanya siapa Wensy.."
"Dan itu semua hanya akan memperkeruh keadaan," sambung Viola.
"Kak Sion sempat mengusulkan padaku untuk menghindari para wartawan, tapi menurutku itu agak sulit dilakukan, kalian sendiri tahu seperti apa para wartawan itu," ujarku.
"Membayangkan kerumunan wartawan saja sudah membuatku sakit kepala," ujar Ivory.
"Sepertinya ada 3 cara yang bisa kita lakukan saat ini," ujar Bryan.
"Apakah saya perlu menyamar ?" tanyaku pada Bryan.
"Itu cara yang pertama," ujar Bryan, "Cara yang kedua, anda bisa datang serta muncul di hadapan wartawan tanpa memberikan komentar apapun saat mereka bertanya.." Bryan melanjutkan ucapannya, "Lalu yang ketiga, para wartawan pasti menunggu anda di depan pintu masuk kantor dan bisa saja mereka menunggu di lobby, untuk sementara waktu bagaimana jika anda ke kantor melalui basement ?"
Baru kali ini aku mendengar Bryan bicara panjang lebar seperti itu,
"Aku rasa ketiga ide tersebut tidaklah buruk," ujar George.
"Kita coba saja cara yang ketiga," ujar Kak Sion, "Itu lebih aman, daripada harus tetap berhadapan dengan para wartawan,"
"Perlukah polisi untuk berjaga ?" tanya George, "Atau mungkin, barangkali Wensy butuh bodyguard pribadi ?"
"Aku rasa itu tidak perlu," ujar Ivory sambil tersenyum menatapku, "Wensy sudah memiliki seorang bodyguard pribadi yang sangat profesional.."
"Maksudmu, malaikat Tuhan ?" tanya George.
"Aduh si bodoh ini !" Ivory menjewer telinga George dengan gemas.
"AH ! AH ! TELINGAKU !" teriak George sambil menarik telinganya menjauh dari tangan Ivory.
Ivory menatap jengkel George, "Kita memang percaya bahwa Tuhan pasti menyuruh malaikatnya untuk melindungi Wensy dan kita semua, akan tetapi yang aku maksud adalah benar - benar seorang manusia yang menjadi bodyguard untuk Wensy.. Kenapa kau malah membicarakan malaikat, sih ?!" celoteh Ivory panjang lebar.
"Baiklah ! Baiklah ! Aku paham," ujar George yang tidak ingin telinganya menjadi korban dari kekesalan Ivory, "Tapi siapa orang yang kau maksud ? Selama ini aku tak pernah melihat Wensy memiliki bodyguard,"
Bryan dengan ekspresi datarnya, mengangkat tangannya dan otomatis semua langsung melihat ke arah Bryan, termasuk aku,
"Bukankah anda bekerja sebagai asisten manager ?" tanya George bingung.
"Saya bisa menjadi apapun untuk Manager Wensy.." jawab Bryan dengan santai.
Aku langsung tercengang begitu mendengar ucapan Bryan, bisa - bisanya dia mengatakan hal seperti itu di depan Kak Sion, Leo, dan juga semua teman - temanku.
"Menjadi apapun ?" tanya Leila.
Bryan menganggukkan kepalanya, "Saya tidak masalah jika harus menjadi seorang asisten manager sekaligus bodyguard bagi Manager Wensy.."
Ivory dan Kak Sion terlihat menahan senyum mereka, sedangkan Leo, Viola, Leila, George, dan Jhion tampak heran mendengar perkataan Bryan.
"Keamanan Manager Wensy adalah salah satu tanggung jawab saya," Bryan melanjutkan lagi perkataannya.
Kata - kata Bryan secara mendadak langsung membuatku dan juga yang lainnya bungkam serta tak tahu harus berkomentar apa lagi.
Sebenarnya siapa Bryan ? Kenapa rasanya dia selalu berusaha untuk melindungiku ? Apakah dia memiliki tujuan tertentu ? Kalau iya, apa yang dia inginkan ?
~
Tak terasa sudah sepekan berlalu sejak berita tentangku muncul, selama itu aku selalu di antar ke kantor oleh Kak Sion dan selama itu pula aku selalu masuk ke dalam gedung kantorku melalui basement demi menghindari para wartawan.
Ku pikir, dengan aku menghindar seperti ini, para wartawan akan menyerah untuk mencariku, tapi nyatanya tidak ! Berita tentangku pun masih saja menjadi topik hangat di kalangan masyarakat.
Beberapa wartawan pun mulai mencari - cari siapa keluargaku dan juga teman - temanku, mereka benar - benar bertekad kuat untuk membuat berita lain tentangku.
Hahh ! Sangat merepotkan ! Kepalaku sakit sekali karena masalah ini..
"Manager.. Ini dokumen yang anda minta," ujar Bryan sambil meletakkan sebuah map transparan di atas mejaku.
"Terimakasih," ujarku sambil mengambil map tersebut dan mengeluarkan beberapa kertas dari dalamnya.
Aku membaca setiap tulisan yang tertulis di kertas tersebut dengan teliti, "Tolong bacakan jadwal saya hari ini,"
Bryan mengeluarkan handphonenya dari saku celananya, "Hari ini jadwal anda tidak terlalu padat, Manager Wensy.. Hanya makan siang bersama dengan Pak CEO pukul 12 siang,"
"Makan siang dengan Pak CEO ?" tanyaku kaget.
Bryan mengangguk, "Sekretaris Pak CEO menghubungi saya tadi untuk memastikan bahwa jadwal anda tidak padat hari ini,"
Aku berpikir sejenak, "Kalau begitu, anda harus menemani saya siang ini,"
"Baik, Manager Wensy.."
"Lalu tolong bawakan laporan keuangan tiga bulan terakhir dari divisi pemasaran, anda bisa menanyakannya pada Nasya atau Pak Jeffrand," ujarku.
"Baik, manager.." ujar Bryan sambil keluar dari ruanganku.
Aku mengetuk - ngetuk jari telunjukku di atas meja kerjaku, entah mengapa, tapi aku merasa biaya operasional divisi pemasaran akhir - akhir ini sepertinya meningkat dengan jumlah yang cukup besar.
Kalau dugaanku benar, sepertinya ada yang berusaha bermain kotor di divisi pemasaran, dan aku harus melaporkan hal ini pada Pak CEO.
Mungkinkah Senior Pallyson yang melakukannya ? Atau mungkin orang lain ?
Hahh ! Hari - hariku tak pernah tenang..
KRINNG ! KRINGG ! telepon kantorku berbunyi membuatku tersentak kaget, aku menekan tombol loudspeaker pada telepon kantorku,
"Halo.. Selamat Siang," sapaku saat melihat jam sudah menunjukkan pukul 11.00 siang.
"Selamat siang, Manager Wensy.. Maaf mengganggu waktu anda, saya dari bagian receptionist, Tuan Hillard mencari anda dan ingin bertemu dengan anda,"
Aku menahan nafasku, kenapa pula Hillard harus datang lagi ?
"Maaf, tolong katakan pada beliau kalau saya sangatlah sibuk," ujarku.
"Tapi, manager.. Tuan Hillard bilang ini adalah hal yang sangat mendesak,"
"Saya ada rapat penting dengan CEO," ujarku terpaksa berbohong karena aku tak ingin bertemu dengan Hillard, "Tolong sampaikan pada beliau kalau saya tidak bisa menemuinya,"
"Saya sudah mengatakannya, tapi beliau terus memohon untuk bertemu dengan anda,"
"Abaikan saja, dan katakan bahwa saya benar - benar tidak punya waktu untuk menemui beliau," ujarku dingin.
"Baik, manager.." ucap bagian receptionist.
"Lalu tolong katakan pada beliau untuk berhenti mengganggu jam kerja saya," ujarku.
"Baik, Manager Wensy.. Akan saya katakan sesuai yang anda minta,"
"Terimakasih.." ujarku lagi.
"Sama - sama, Manager Wensy," ucap bagian receptionist dan kemudian memutuskan sambungan teleponnya denganku.
Aku tak mengerti kenapa Hillard ingin sekali bertemu denganku, tapi aku tak peduli !
Setelah membantu Athan 3 tahun yang lalu untuk menjebakku, untuk apa sekarang dia memohon untuk bertemu denganku ? Memuakkan !!
"Manager.. Apa terjadi sesuatu ?" Bryan masuk ke dalam ruanganku sambil memegang beberapa lembar kertas.
Aku menahan kekesalan dalam hati, "Tidak ada.." jawabku, "Apakah itu semua laporan keuangan dari divisi pemasaran ?" tanyaku.
"Iya, manager.." jawab Bryan seraya menyerahkan beberapa lembar kertas tersebut kepadaku.
Aku menerima kertas - kertas tersebut dari tangan Bryan,
"Apakah ada sesuatu yang salah, manager ?" tanya Bryan.
"Saya hanya ingin memastikan sesuatu hal," ujarku sambil membaca - baca setiap jumlah pengeluaran yang tertulis pada kertas - kertas tersebut, "Kalau dugaan saya benar, sepertinya divisi kita akan berubah menjadi detektif untuk sementara waktu,"
"Apakah ada kecurigaan pada divisi pemasaran ?" tanya Bryan.
Aku meletakkan kertas - kertas yang berisi laporan keuangan divisi pemasaran di atas meja kerjaku, "Sepertinya dugaan saya benar, ada yang melakukan korupsi di divisi pemasaran," ujarku dengan wajah serius.
Aku menekan nomor 502 dan tombol loudspeaker pada telepon kantorku,
"Selamat siang, ada yang bisa saya bantu ?"
"Pak Jeffrand, tolong ke ruangan saya bersama dengan Nasya," ujarku.
"Ah baik, Manager Wensy.."
Aku memanggil Pak Jeffrand dan Nasya karena mereka berdua yang bertanggung jawab menerima dan mengurus laporan keuangan dari divisi pemasaran,
Tak perlu menunggu lama, Pak Jeffrand dan Nasya pun langsung datang menemuiku,
"Manager, ada apa ?" tanya Nasya.
Aku beranjak berdiri dari kursiku, "Beberapa bulan terakhir ini, saya perhatikan, divisi pemasaran memiliki pengeluaran yang cukup tinggi untuk biaya operasional," ujarku sambil menyerahkan kertas - kertas yang berisi laporan keuangan divisi pemasaran pada Nasya.
Nasya menerima kertas tersebut dan langsung membaca isinya, Pak Jeffrand pun ikut membaca isi kertas - kertas tersebut,
"Apakah divisi pemasaran selalu memberikan nota yang sesuai dengan jumlah dana yang di keluarkan oleh divisi kita ?" tanyaku.
Nasya terlihat cemas sekali, "A-anu, manager.. Bagaimana ini ? Sepertinya saya tidak melakukan pekerjaan saya dengan baik,"
Aku mengangkat kedua alisku, "Ada apa, Nasya ?"
"Itu.. Emm.." Nasya tampak menggigit bibir bawahnya, "Sebenarnya ada beberapa nota yang menurut saya tidak akurat jumlahnya.."
"Tidak akurat ?" tanyaku bingung.
Nasya menganggukkan kepalanya, "Ada beberapa nota yang saya terima dari divisi pemasaran dengan bentuk kertas biasa yang di tulis oleh mereka sendiri.. Lalu jumlah dananya pun, saya tidak tahu apakah itu memang pengeluaran yang sebenarnya atau tidak,"
"Jadi.. Maksud anda, mereka membuat nota sendiri ?" tanyaku.
"Iya, setiap saya tanya kenapa tidak memberikan nota yang asli, mereka bilang bahwa secara tidak sengaja mereka menghilangkan nota tersebut," jawab Nasya, "Maafkan saya, manager.."
Aku menghembuskan nafas dengan kasar, ini bisa menjadi masalah besar !
"Saya akan bertanggung jawab, manager.." ujar Nasya dengan takut sambil membungkukkan badannya padaku.
"Saya juga akan bertanggung jawab, manager.. Bagaimanapun juga Nasya berada di bawah bimbingan saya dan seharusnya saya lebih teliti dalam pekerjaan saya," ujar Pak Jeffrand.
"Sudahlah.. Di satu sisi ini memang salah Pak Jeffrand dan Nasya, namun ini juga salah saya karena tidak memeriksa laporan yang saya terima dengan benar.." ujarku, "Lagipula, sumber masalah ini adalah divisi pemasaran.."
"Sekali lagi maafkan saya, manager.." ujar Nasya.
"Kita sama - sama melakukan kesalahan," ujarku, "Sekarang yang terpenting adalah, saya ingin Pak Jeffrand dan Nasya memeriksa ulang semua laporan keuangan beserta dengan semua nota yang ada dari divisi pemasaran.. Lalu untuk nota - nota yang mereka tulis sendiri, tolong berikan semuanya pada asisten Bryan,"
"Baik, manager.." ujar Nasya dan Pak Jeffrand.
"Masalah ini akan saya bicarakan pada Pak CEO setelah semua bukti terkumpul, dan saya akan memikirkan solusi terbaik agar hal seperti ini tidak terulang lagi.." ujarku, "Ah lalu, asisten Bryan, mulai saat ini tolong awasi divisi pemasaran.."
"Baik, manager.." ujar Bryan.
"Apakah waktu 3 hari cukup ?" tanyaku pada Nasya dan Pak Jeffrand.
"Akan kami usahakan, manager.." ujar Pak Jeffrand dan Nasya.
"Baiklah kalau begitu.." ujarku, "Silahkan kembali bekerja,"
"Kami permisi, manager.." ujar Nasya dan Pak Jeffrand, setelah itu mereka berdua pun keluar dari ruanganku.
Aku bersandar pada meja kerjaku dan menghela nafas panjang, bisa - bisanya ada masalah seperti ini.
Padahal pekerjaanku sendiri sudah cukup banyak dan akhir - akhir ini banyak sekali yang mengganggu pikiranku,.. Aku lelah !
"Manager, sepertinya kita harus pergi sekarang.. Pak CEO ingin anda berangkat bersama dengan beliau, maka dari itu beliau ingin agar anda menunggu beliau di lobby," ujar Bryan.
Aku melirik jam tangan mungil berwarna putih yang melingkar di tangan kiriku, jam sudah menunjukkan pukul 11.30 siang, "Baiklah, kita pergi sekarang.." ujarku sambil mengambil tas kerjaku yang ada di atas meja.
~
TING ! Lift berhenti di lantai 1, Aku keluar terlebih dahulu dari dalam lift dan Bryan mengikutiku dari belakang begitu pintu lift terbuka,
Baru juga aku menginjakkan kakiku dan berjalan sekitar 5 langkah di lobby kantor, tiba - tiba saja banyak blitz kamera yang membuat pandangan mataku terasa silau,
"Nona Wensy ! Apakah benar anda maju seorang diri untuk bernegosiasi dengan para penyusup itu ? Apa alasan anda melakukan hal itu ?"
"Mengapa anda tidak diam saja dan menunggu hingga polisi datang ? Bukankah tindakan anda sangat berbahaya ?"
"Apakah benar anda memberikan uang sebanyak 1 juta euro secara cuma - cuma pada penyusup itu agar mereka mau melepaskan para sandera ?"
"Nona Wensy, tolong lihat ke sebelah sini.. Apakah uang 1 juta euro tersebut adalah tabungan anda selama anda bekerja di perusahaan ini ? Atau apakah anda memiliki sumber penghasilan yang lain ?"
"Julukan 'superhero' di berikan oleh semua orang di kantor ini dan bahkan perusahaan anda mencetak banner serta menyebut anda sebagai karyawan teladan, bagaimana perasaaan anda mengenai semua ini ?"
Sial ! Aku lupa tentang para wartawan yang masih dengan setia menunggu di lobby kantor untuk mewawancaraiku dan membuat berita tentangku,
Semua wartawan ini langsung menyerbuku dan tidak memberikan celah bagiku untuk kabur,
Aku memandang sekeliling, berusaha untuk mencari bantuan,
"Nona Wensy.. Tolong katakan sesuatu,"
"Apa komentar anda saat berita ini tersebar luas ?"
"Ada pula pihak yang mengatakan bahwa semua kejadian tersebut sudah di atur oleh anda agar anda bisa di kenal oleh banyak orang, bagaimana menurut anda ?"
Aku tak percaya dengan apa yang ku dengar saat ini, rupanya ada juga berita jelek dan kebencian yang di lemparkan padaku,
"Manager Wensy bukan orang yang seperti itu !" teriak Bryan sambil menerobos para wartawan yang mengelilingi aku dan langsung menarik pinggangku agar aku mendekat padanya.
"Jangan menghalangi dan mengganggu Manager Wensy !" beberapa petugas keamanan kantor juga menerobos kerumunan wartawan tersebut dan mendorong sedikit para wartawan itu agar memberikan ruang bagiku untuk bergerak.
Bryan masih merangkul pinggangku, "Kita harus segera keluar dari sini, manager.."
Aku menganggukkan kepalaku sambil berjalan bersama dengan Bryan,
Meskipun para petugas keamanan sudah berusaha untuk menghalangi para wartawan agar tidak mendekati aku, rupanya beberapa wartawan masih berusaha untuk membuatku membuka mulut,
"Nona Wensy, apakah benar anda memiliki seorang kakak laki - laki dan adik laki - laki ? Benarkah anda anak perempuan satu - satunya di keluarga anda ?"
"Bisakah anda memberitahu kami sedikit mengenai keluarga anda ?"
"Apakah benar anda adalah alumni dari Universitas Hamburg ?"
"Menurut informasi yang saya dapatkan, dulu anda pernah mengajukan cuti dari kuliah anda selama setengah tahun ? Apakah alasan anda melakukan hal tersebut dan apa yang anda lakukan selama anda cuti kuliah ?"
"Apa benar dulunya anda pernah berpacaran dengan seorang pemuda bernama Athan ?"
Aku sontak menghentikan langkahku, bisa - bisanya mereka mendapatkan informasi tentang Universitasku dulu dan juga mengenai hubunganku dengan Athan,
"Saya tahu kalau anda sekalian datang ke tempat ini untuk mencari berita tentang Manager Wensy, akan tetapi bukankah pertanyaan anda sekalian sudah melewati batas ?" tiba - tiba saja Pak CEO muncul dari belakangku dan Bryan.
Para wartawan pun semakin menjadi - jadi melihat kehadiran Pak CEO,
Untunglah para bodyguard Pak CEO dan petugas keamanan bisa menghalangi para wartawan itu dengan baik sehingga mereka tidak bisa mendekat ke arah Pak CEO,
Pak CEO tersenyum pada semua wartawan tersebut, "Sampai di sini saja wawancara dengan Nona Wensy.."
Kemudian Pak CEO berjalan mendekat ke arahku sambil mengulurkan tangannya, "Mari kita pergi, Nona Wensy.."
Aku melirik ke arah Bryan yang masih dengan setia merangkul pinggangku, dan kembali menatap tangan kanan Pak CEO yang masih terulur padaku,
Bryan tampak menoleh sekilas ke arahku, dan sedetik kemudian Bryan melepaskan rangkulan tangannya dari pinggangku sembari menghela nafas,
Entah kenapa..
Aku merasa sedikit kecewa karena Bryan melepaskan rangkulannya,
TUNGGU ! APA YANG KAU PIKIRKAN WENSY ?!
Ini bukan waktunya untuk kecewa !
Dan kenapa juga aku harus kecewa ?! Yang benar saja !!
Aku langsung menerima uluran tangan Pak CEO, tidak mungkin aku mengabaikan Pak CEO karena beliau adalah atasanku dan pemilik kantor ini.
Pak CEO langsung menarik tanganku dan berjalan cepat meninggalkan lobby kantor, aku menoleh sekilas ke belakang dan melihat Bryan serta sekretaris CEO beserta para bodyguard CEO berjalan di belakangku dan Pak CEO,
Para wartawan masih berteriak - teriak memanggilku dan juga Pak CEO, beberapa dari mereka tampaknya berhasil mengambil fotoku dengan Pak CEO, untunglah petugas keamanan masih dengan setia menahan para wartawan itu agar mereka tak bisa mendekat ke arahku ataupun Pak CEO.
Aku menghela nafas panjang,
Setelah ini.. Apa lagi yang akan terjadi ?
Berita tentangku,,,
Akan semakin heboh dan aku harus menyiapkan diri untuk itu...
~
To Be Continued ...