Part 5

4740 Kata
Jam menunjukkan pukul 5 sore, hari ini benar - benar hari yang sangat panjang. Aku dan Bryan menghabiskan waktu berjam - jam untuk melihat semua hadiah dan juga surat yang aku terima karena ucapan terimakasih dari berbagai macam divisi yang ada di kantorku. Mulai dari tas, handuk, sepatu, jam tangan, dress, parfum, perhiasan, skincare, bodycare dan bahkan coklat terlihat memenuhi sofa yang ada di ruang kerjaku. Dan yang menjadi masalah adalah, bagaimana caranya aku bisa membawa barang sebanyak ini pulang ke rumah ? Padahal aku sudah membagi coklat yang aku terima dengan anggota teamku, tapi tetap saja, itu tak mengurangi barang bawaanku, "Manager, bagaimana jika saya mengantar anda pulang hari ini ?" ujar Bryan yang tiba - tiba saja sudah berdiri di depan mejaku dengan wajah datarnya. Aku terkesiap melihatnya ! Hampir saja jantungku melompat keluar dari tubuhku karena sangat terkejut, tapi tentu saja aku berusaha menyembunyikan rasa terkejutku itu, "Tapi hari ini saya berencana pulang bersama dengan Sekretaris Ivory.." Hari ini aku dan Ivory memang berjanji untuk pulang kerja bersama, namun kami akan menggunakan kendaraan umum karena mobil Ivory yang sedang berada di bengkel, sedangkan aku tak bisa menyetir dan selalu mengandalkan Kak Sion untuk mengantar jemputku. "Sekretaris Ivory tadi menemui saya dan mengatakan kalau beliau tidak bisa pulang bersama dengan anda karena harus pergi mendampingi direktur menemui seorang klien," ujar Bryan, "Jadi Sekretaris Ivory meminta bantuan saya untuk mengantar anda pulang hari ini," Aku tercengang mendengar ucapan Bryan, "Tunggu sebentar," Aku buru - buru mengambil handphoneku dan benar saja Ivory mengirimkan pesan singkat padaku, Ivory : Maaf Wensy , mendadak aku harus pergi bersama dengan direktur Ivory : Beliau harus menemui seorang klien Ivory : Aku sudah meminta tolong pada asistenmu untuk mengantarmu pulang Aku menghela nafas panjang, Ivory ! Awas kau ya ! "Untuk hari ini.. Biarkan saya mengantar anda pulang," ujar Bryan lagi, "Lagi pula, anda akan membawa semua hadiah itu kan ?" tanya Bryan sambil melirik tumpukan hadiah yang ada di atas sofa. Aku menghela nafas, "Bersabarlah, Wensy... Hanya untuk hari ini saja," batinku. "Baiklah," ucapku pasrah sambil beranjak berdiri dari tempat dudukku dan merapikan meja kerjaku. Begitu mendengar jawabanku, Bryan langsung membereskan hadiah - hadiah yang ada di sofa agar mudah untuk membawanya, "Manager, anda butuh bantuan untuk membawa semua hadiah itu ?" tanya Steve yang muncul di ambang pintu bersama dengan Vony, Nasya, dan juga Cloe. "Pak Jeffrand dan yang lainnya sudah pulang terlebih dahulu," sambung Vony. Ah ! Mereka benar - benar penyelamatku ! Aku menganggukkan kepala, "Tolong ya," "Siap, manager !" ucap Cloe, Steve, Nasya dan Vony bersamaan sambil menunjukkan senyum lebar mereka, kemudian mereka ber-empat berjalan ke arah Bryan dan sibuk membagi tugas untuk membawa hadiah - hadiah tersebut. Aku merapikan meja kerjaku, "Loh, manager ? Ada apa dengan tangan anda ?" tanya Nasya saat melihat tangan kiriku yang di balut dengan perban. Cloe, Vony dan Steve langsung menoleh ke arahku dan mata mereka pun langsung tertuju pada tangan kiriku, "Ah ini, tidak apa - apa," ujarku sambil tersenyum, "Hanya luka biasa," Aku tak mungkin menceritakan yang sebenarnya pada mereka, "Tangan manager terluka saat merapikan kertas - kertas dokumen," ujar Bryan yang jelas - jelas itu semua hanya karangannya saja, "Mungkin karena kertas tersebut terlalu tajam, jadinya hal tersebut membuat tangan manager terluka," "Ah begitu rupanya," ujar Nasya. Aku terdiam saat mendengarkan ucapan Bryan, dia sama sekali tidak menyinggung masalah yang sebenarnya kenapa aku bisa terluka, bahkan Bryan sampai mengarang cerita agar aku tak usah merasa cemas dengan pertanyaan Nasya. Bukannya aku ingin berbohong, hanya saja aku merasa malu dengan keadaan diriku yang seperti ini, aku tak ingin orang lain tahu tentang traumaku karena hal itu hanyalah sebuah aib yang sangat memalukan. "Manager, ayo.." ujar Cloe padaku, "Semua barangnya sudah kami bawa," "Ah iya," jawabku seraya berjalan keluar ruangan sambil membawa laptop hitamku dalam dekapanku dan tangan kananku menenteng tas kerjaku yang berwana peach itu, tak lupa aku mengunci pintu ruanganku begitu aku dan anggota teamku keluar dari ruangan. Kami ber-enam masuk ke dalam lift dan Bryan menekan tombol basement, karena banyaknya barang yang kami bawa, di dalam lift kami hanya saling diam dan tak berbincang sama sekali, Begitu lift berhenti di basement, Bryan berjalan lebih dulu untuk menunjukkan pada kami dimana dia memarkir mobilnya, Bryan berhenti di depan sebuah mobil Audi Q7 berwarna putih, sesaat Bryan meletakkan beberapa hadiah yang ia bawa di atas lantai basement, kemudian dia merogoh saku celananya dan mengeluarkan kunci mobilnya, Bryan membuka bagasi mobil melalui remote mobilnya, tak perlu lama bagasi mobil pun terbuka dengan sendirinya, Bryan memasukkan hadiah - hadiahku ke dalam bagasi mobil, begitu juga dengan Cloe, Vony, Nasya dan Steve yang membantu untuk membawakan hadiah - hadiahku. Setelah semua hadiah itu masuk ke dalam bagasi, Bryan menutup kembali bagasi mobilnya, "Terimakasih ya karena sudah membantu saya," ujarku pada Cloe, Vony, Nasya dan Steve. "Tentu, manager.." ujar Vony, Nasya, Steve dan Cloe bersamaan. "Kemana arah rumah kalian ? Saya bisa mengantar kalian," ujar Bryan. "Ah tidak perlu, Asisten Bryan.. Saya masih ada urusan di sekitar sini," ujar Vony. "Saya juga masih harus pergi ke tempat lain," ujar Steve. "Dan saya ada janji bertemu dengan teman - teman saya.." ujar Nasya. "Saya membawa kendaraan sendiri," sambung Cloe. "Oh baiklah.." ujarku, "Sampai jumpa besok pagi," "Kami pamit dulu, sampai jumpa besok pagi, Manager Wensy dan Asisten Bryan," ujar Cloe, Steve, Vony, dan Nasya bersamaan. Setelah itu mereka ber-empat pun pergi meninggalkan kami berdua, aku dan Bryan mendadak diam dalam keheningan, rasanya canggung sekali, Terus terang saja, aku merasa sedikit malu pada Bryan, karena rasanya aku sering sekali menunjukkan sisi lemahku padanya, "Manager.. Silahkan naik," ujar Bryan sambil membuka pintu mobilnya di bagian belakang untukku. "Saya akan duduk di depan," ujarku pada Bryan. "Tapi, manager.." "Asisten Bryan, anda bekerja pada saya sebagai seorang asisten manager dan bukan sebagai seorang sopir," ujarku pada Bryan, "Jadi tolong perlakukan saya sebagaimana mestinya," "Ah baik, manager.. Maafkan saya," ujar Bryan sambil menutup pintu mobil bagian belakang dan sedetik kemudian Bryan sudah membukakan pintu depan yang bersebelahan dengan bangku kemudi, Aku sejujurnya ingin protes lagi, akan tetapi karena malas berdebat, aku pun memilih untuk diam saja dan masuk ke dalam mobil, Bryan pun masuk ke dalam mobil dan duduk di bangku pengemudi, setelah itu Bryan menyalakan mesin mobilnya dan menjalankan mobilnya meninggalkan basement kantor, Kami berdua tidak saling berbicara begitu mobil meninggalkan basement kantor, aku melirik ke arah Bryan, Untuk pertama kalinya, aku baru tahu rasanya memiliki seorang asisten pria dan lagi dia lebih tua 4 tahun dariku. Terkadang ada rasa segan untuk meminta bantuannya atau menyuruhnya untuk mengerjakan beberapa tugas. Well... Aku bukannya segan karena dia lebih tua dariku, malahan gadis manja sepertiku ini sering sekali meminta bantuan dari Sion - kakak laki-lakiku , ketika aku kesulitan melakukan sesuatu. Memang jika di lihat asistenku ini memiliki pribadi yang cukup berbeda dari Kak Sion meskipun usia mereka sama persis. Kak Sion termasuk orang yang ramah, sering tersenyum, dan tentu saja dia adalah seorang kakak yang sangat penyayang dan peduli pada adik - adiknya. Tapi berbeda dengan asistenku ini, bisa di bilang dia tidak sering menunjukkan ekspresinya, padahal jelas - jelas saat ada penyusup di kantor ini, dia mengejutkanku dengan seruannya. Namun sehari - hari asistenku ini lebih sering terlihat diam, cara bicaranya pun sangat singkat dan padat. Kadang aku sampai berpikir apakah asistenku ini benar - benar Bryan yang berteriak padaku saat ada penyusup ? Atau jangan - jangan asistenku yang saat ini adalah robot ?! Benar - benar misterius sikapnya itu ! "Manager, apakah ada sesuatu di wajah saya ?" tanya Bryan sambil masih terus fokus menatap jalan. "Eh ?" aku terkejut karena Bryan rupanya menyadari bahwa sejak tadi aku terus melirik ke arahnya, "Oh.. Emm.. Tidak ada," "Apakah anda sakit ?" tanya Bryan lagi. "Aku seperti ini karena sedang sibuk berpikir, kau itu manusia atau robot ?! Kenapa kau aneh sekali ? Benar - benar misterius !" batinku. "Tidak.. Saya baik - baik saja," jawabku. "Tapi sepertinya anda terlihat lelah.. Anda bisa beristirahat sejenak jika anda ingin," ucap Bryan. "Lalu bagaimana anda bisa tahu arah rumah saya jika saya memutuskan untuk beristirahat ?" tanyaku pada Bryan. "Ah itu.. Anda bisa memasukkan alamat anda pada GPS mobil," ujar Bryan. Aku melirik Bryan sejenak, kemudian tanpa bicara apapun aku pun langsung mengetik alamat rumahku pada GPS di head unit android yang ada di mobil Bryan, dan secara otomatis GPS pun langsung menunjukkan jalan menuju rumahku, Aku menghenyakkan kembali tubuhku pada bangku mobil seraya menyandarkan kepalaku pada jendela mobil, Aku akui, hari ini memang hari yang panjang dan melelahkan bagiku, Perlahan aku mulai memejamkan mataku, "Kau lelah ya ? Tidurlah.. Aku akan membangunkanmu begitu sudah sampai," "Wensyku yang cantik, tidak boleh di miliki oleh orang lain," "Kau itu hanya milikku seorang, Wensy.. Aku melakukan ini agar kau tetap menjadi milikku," "Wensyku tak boleh tersenyum pada laki - laki lain," "AH !! PERGI !!" teriakku yang sontak terkaget dan langsung membuka mataku. Kata - kata itu,.. Aku masih mengingatnya dengan jelas meskipun sudah 3 tahun berlalu.. Suara yang sangat aku benci itu,.. Lagi - lagi terngiang - ngiang di kepalaku,.. Rasa takut itu.. Kembali datang menghantuiku.. Badanku bergetar hebat, aku mencengkram erat sabuk pengamanku dengan kedua tanganku, nafasku pun terengah - engah, keringat dingin membasahi dahiku, Bryan langsung menghentikan laju mobilnya di sisi kanan jalan seraya menyalakan lampu sein hazard pada mobilnya, Dia memegang kedua bahuku dan menatap lekat - lekat kedua manik mataku, "MANAGER ! Anda bisa mendengar saya ? Anda baik - baik saja ??" Aku menatap Bryan, "O-obat.. D-di dalam t-tas s-saya," ucapku dengan nafas yang masih terengah - engah. Meskipun ucapanku terdengar cukup lemah dan termasuk pelan, untunglah Bryan cepat tanggap dan mengerti apa yang aku ucapkan, Bryan buru - buru mengambil tas ku dan dengan cepat dia dapat menemukan obatku, kemudian dia langsung memberikan obat itu kepadaku, aku menerima obat itu dengan tangan gemetar dan langsung meminumnya, "Manager, perlukah kita pergi ke rumah sakit ?" tanya Bryan. Aku menggelengkan kepalaku dan berusaha mengatur nafasku, hah ! lagi - lagi aku menunjukkan kelemahanku di hadapan Bryan, "Anda yakin ? Wajah anda terlihat pucat,.." Bryan memastikan apakah aku benar - benar tidak perlu pergi ke rumah sakit. Aku menganggukkan kepalaku, aku mengepalkan kedua tanganku yang masih gemetaran, Bryan menyentuh kedua tanganku, "Anda bisa terluka nanti," Aku buru - buru menarik tanganku menjauh dari tangan Bryan, "Maaf.. Tolong jangan menyentuh saya,.." ucapku pelan. Bryan menarik tangannya, "Maafkan atas kelancangan saya, manager.." Aku hanya diam saja sambil memandang keluar jendela, Bryan sepertinya mengerti perasaanku yang sedang kacau, dia tidak bertanya apa - apa lagi padaku dan kembali menjalankan mobilnya. Handphoneku yang berada di dalam tas berdering nyaring, tubuhku masih terasa lemas, tanpa di duga - duga, Bryan yang sedang menyetir, tanpa menoleh sedikitpun dari jalan, mengambil handphoneku yang ada di dalam tasku dan memberikannya padaku, "Maaf jika saya lancang karena mengambil handphone ini dari dalam tas anda, saya hanya ingin membantu anda, manager.." ucap Bryan. Aku menerima handphone itu dari tangan Bryan, "Terimakasih," ujarku. Aku melihat layar handphoneku dan terlihat Jhion menelponku, "Halo ?" sapaku dengan suara lemas. "Kenapa suaramu seperti orang sakit ? Apa terjadi sesuatu ?" tanya Jhion. "Hanya lelah," jawabku, "Ada apa kau menelponku ?" "Kau ada dimana ?" tanya Jhion lagi, "Maaf , hari ini aku cukup sibuk jadi tidak bisa menjemputmu di kantor," "Aku dalam perjalanan pulang ke rumah," "Kau pulang bersama dengan Ivory ?" "Tidak.. Aku pulang bersama dengan asistenku," ujarku. "Oh baiklah.." ujar Jhion, "Aku sedang dalam perjalanan menuju rumahmu," "Tumben sekali kau menelponku hanya untuk memberitahuku bahwa kau ingin pergi ke rumahku ? Biasanya kan kau akan datang secara tiba - tiba karena beralasan rumah kita yang berdekatan," ujarku. "Ada beberapa hal yang perlu kita bicarakan," ujar Jhion. Aku memegang kepalaku, "Tentang apa ?" "Bukan hal yang berat.." ujar Jhion, "Nanti juga kau akan tahu," Aku menghela nafas panjang, "Baiklah, sebentar lagi aku akan tiba di rumah," "Aku juga sebentar lagi sampai, kalau begitu sampai nanti," "Iya, sampai nanti," ujarku sambil mematikan sambungan teleponku dengan Jhion. Aku meraih tasku dan memasukkan kembali handphoneku ke dalam tas, Mobil Bryan berbelok ke kanan mengikuti arahan GPS dan tak lama kemudian kami berhenti di depan sebuah gerbang yang merupakan pintu masuk menuju perumahan tempat rumahku berada, Aku membuka jendela mobil Bryan dan satpam perumahan pun langsung membukakan gerbang agar mobil Bryan bisa lewat, Setelah mengucapkan terimakasih, Bryan kembali menjalankan mobilnya, masuk ke dalam lingkungan perumahan yang cukup elite, "Setelah ini belok kanan, Asisten Bryan.." ujarku pada Bryan. "Baik, manager.." ujar Bryan sambil berbelok ke kanan. "Nah, itu dia rumahnya," ujarku sambil menunjuk sebuah rumah bertembok abu - abu dan pagar hitam. Bryan menghentikkan mobilnya tepat di depan rumahku, aku bergegas melepas sabuk pengamanku dan turun dari dalam mobil seraya membawa laptop dan tasku, Aku menekan bel rumahku, "Siapa itu ?" "Leo, ini aku.. Keluarlah sebentar dan bantu aku untuk membawa barang," "Okay.." Tak perlu menunggu lama, Leonard - adikku, keluar dari dalam rumah dengan kaus oblong hitam dan celana pendek selutut berwarna coklat muda, "Ku kira kakak akan pulang bersama dengan Kak Ivory ?" tanya Leo sambil membuka pagar rumahku. "Tidak jadi," jawabku, "Ivory harus pergi karena ada urusan, dan akhirnya asistenku mengantarku pulang hari ini," "Kakak terluka ?" tanya Leo saat matanya melihat ke arah tangan kiriku. "Ah.. Hanya luka biasa," jawabku, "Kau kan tahu kalau kedua tanganku ini sangat sensitif dan mudah terluka," Leo pun hanya menganggukkan kepalanya saat mendengar jawabanku, kemudian dia menatap Bryan, sedetik kemudian Leo tersenyum ramah, "Halo kak.. Aku Leonard, adik Kak Wensy, senang bertemu dengan kakak," Bryan membalas senyuman Leo, "Saya Bryan, senang bertemu dengan anda," "Aduh kak ! Jangan terlalu kaku begitu," ujar Leo, "Aku saja tidak menggunakan bahasa formal, jadi Kak Bryan juga tidak perlu menggunakan bahasa formal," Bryan mengangguk, "Baiklah.." "Nah sudah cukup kan perkenalannya, sekarang bantu kami untuk menurunkan barang - barang dari mobil dan tolong bantu kami juga untuk membawanya ke dalam rumah," ujarku pada Leo. Bryan membuka bagasi mobilnya dan sedetik kemudian Leo melongo melihat bagasi mobil Bryan yang penuh dengan barang - barangku, "Kak ! Kau sedang mengejar diskon ya ?" Leo langsung menatap ke arahku. "Sembarangan !" aku menjitak kepala Leo. "Lalu ini semua apa ?" tanya Leo sambil menunjuk barang - barang yang ada di bagasi mobil Bryan masih dengan wajah melongo, "Lihatlah ! handuk, parfum, sepatu, dan masih banyak lagi yang lain, ini semua kan barang - barang wanita.. Tidak mungkin kalau bukan kakak yang membelinya," "Kau minta ku hajar ya ?" ucapku kesal. "Dan apa ini ? Sejak kapan kakak tertarik membeli tas bermerek seperti ini ? Bahkan sepatu dan parfum pun semuanya bermerek.." ujar Leo dan kemudian dia memegang kedua bahuku, "Kak ! Kau tidak menghabiskan seluruh tabungan dan gajimu hanya untuk membeli barang - barang ini kan ??" Aku menatap Leo kesal, ingin sekali aku terkam dia !! "Kak ! Jawab !" ucap Leo, "Kau tidak menghabiskan gajimu kan ? Ah tunggu ! Ini kan belum waktunya gajian.." Bryan terlihat menahan tawanya melihat Leo yang terlihat panik karena takut aku menghabiskan seluruh uangku untuk berbelanja, "Kak Wensy ! Jangan habiskan semua uangmu," Leo terdengar merengek sekarang. "Hei bocah ! Memangnya apa urusanmu jika aku menghabiskan semua uangku ?" gumamku kesal. "Aku kan ingin membeli sepatu basket !" ucap Leo. Wah ! Bocah ini benar - benar ! Dia sudah bosan hidup rupanya ! "Memangnya aku ini dompetmu ?! Kau kan bisa meminta papa dan mama untuk membelikanmu sepatu basket yang baru !" ucapku kesal. "Soal itu," Leo meringis sambil terkekeh, "Bulan lalu papa dan mama sudah membelikan dua buah sepatu basket baru untukku dan sebenarnya sepatu basket itu masih dalam keadaan yang bagus , dan aku meminta kakak untuk membelikan sepatu basket karena aku ingin menambah koleksiku, hehehe.." "WAH ! KAU INI YA !" aku menggulung lengan kemejaku, bersiap untuk menghajar Leo, Leo buru - buru berlari dan bersembunyi di belakang Bryan, "Ke sini kau, bocah !" ucapku geram. "Kak Bryan, aku sangat menghormati kakak," ucap Leo sambil menatap Bryan, "Jadi tolong lindungi aku dari kemarahan macan betina itu, kak !" "LEONARD !!" teriakku kesal dan berusaha untuk menarik Leo, Tapi bukannya berhasil menarik Leo, tubuhku malah oleng dan, BRUK !! Aku secara tidak sengaja menubruk tubuh seseorang, wangi parfumnya yang khas membuat jantungku berdebar keras !! Apa yang kau lakukan Wensy ?! Bisa - bisanya kau menubruk tubuh Bryan ! Ah ! Memalukan !! "Manager.." panggil Bryan. Aku mendongakkan kepalaku dan jarak wajahku dengan Bryan hanya tersisa beberapa centimeter saja, aku menahan nafasku dan wajahku terasa memanas, Ya Tuhan ! Rasanya aku ingin menghilang saja ! "Anu, manager.." wajah Bryan terlihat memerah, "K-kemeja saya,-" "Hah ?" aku menurunkan pandanganku dan melihat ke arah kemeja Bryan, ( Soul has left the body ) ASTAGA !! APA YANG SUDAH AKU LAKUKAN ??! KAU SUDAH GILA WENSY !! Buru - buru aku menjauh dari tubuh Bryan dan memaki diriku sendiri dalam hati, bisa - bisanya aku menubruk Bryan sambil mencengkram kuat kemejanya dan yang lebih tidak pantas lagi adalah aku merobek kemeja Bryan akibat cengkramanku yang terlalu kuat !! "Pfftt !!" Leo menyemburkan tawanya. Aku malu setengah mati ! Aku sudah membuat d**a Bryan yang bidang itu terekspos,- HOI ! WENSY !! SADARLAH !! BISA - BISANYA KAU TERBAYANG - BAYANG DENGAN d**a BRYAN YANG BIDANG ITU,- ARGHH !! ROTI ! ITU HANYA ROTII !!! "M-maafkan saya, Asisten Bryan," ucapku sambil menunduk. "I-ni bukan masalah besar, manager.." ucap Bryan. Aku langsung menghadap ke bagasi mobil dan mengambil handuk yang aku dapatkan sebagai hadiah itu, aku menyodorkan handuk itu pada Bryan tanpa menatap ke arahnya, "Tolong pakai ini," ujarku, "Kemeja anda robek, pakai ini untuk sementara agar d**a,-.. Ah ! Maksud saya, agar anda tidak kedinginan," "B-baik, manager.." ujar Bryan sambil menerima handuk tersebut dari tanganku. Leo lagi - lagi menyemburkan tawanya, aku langsung menatap tajam Leo, "Cari mati ya ?!" ucapku kesal. Leo langsung menahan tawanya, "Tidak, kak.." "Cepat bantu aku membawa semua hadiah ini ke dalam rumah," ujarku. "Hah ? Hadiah ?" Leo terlihat bingung, "Kakak kan tidak sedang berulang tahun," Aduh !! Bocah ini ! Ingin ku sumpal mulutnya ! "Semua barang yang ada di bagasi mobil ini adalah hadiah," ujar Bryan, "Seperti sebuah penghargaan," Leo melongo, "Hadiah ? Kenapa bisa kakak menerima hadiah sebanyak ini ?" Bryan tersenyum, "Manager Wensy orang yang berani dan sangat baik, jadi karena itulah banyak orang yang memberikan hadiah ini pada manager," "Hah ?" Leo semakin terlihat bingung. Aku menyikut lengan Leo, "Jangan bertanya apa - apa lagi, cepat bantu aku," ujarku yang masih membawa tas serta laptopku, "Asisten Bryan, kalau anda tidak keberatan, anda bisa menunggu di ruang tamu.. Saya akan ambilkan baju ganti untuk anda," ujarku pada Bryan sambil masuk ke pekarangan rumahku. "Baik, manager.." Leo menyusun beberapa kotak di hadapannya dan mengangkatnya keluar dari bagasi, kemudian dia juga berjalan masuk ke pekarangan rumah, sedetik kemudian Leo menatapku sebal, "Kakak menyuruhku membawa barang, tapi kakak sendiri tidak membawa apa - apa ? Kalau saja papa dan mama tidak sedang memberikan hari libur pada semua pelayan, sudah pasti aku tidak perlu repot - repot mengangkat semua barang - barang kakak seperti ini !" gerutu Leo. Ya, seperti yang Leo katakan, kedua orangtuaku sedang memberikan hari libur selama dua minggu untuk semua pelayan yang ada di rumahku untuk pulang ke kampung halaman mereka masing - masing, otomatis kami sekeluarga harus mengerjakan pekerjaan rumah sendirian sampai semua pelayan kami kembali. "Aku kan membawa tas dan laptopku," ujarku sambil tersenyum penuh kemenangan, "Bagaimana bisa aku membawa barang jika tanganku penuh seperti ini ?" Leo berdecak kesal mendengar ucapanku, "Ah, kau tidak ingin menambah koleksi sepatu basketmu ya ?" ucapku sambil membuka pintu rumahku. Wajah Leo yang semula di tekuk langsung berubah, "Yang Mulia Ratu.. Hamba siap membawakan semua barang anda," "Yang Mulia Ratu Wensy.. Kalau saya ikut membantu, apa hadiah saya ?" tiba - tiba Jhion muncul di depan pagar rumahku sambil melambaikan tangannya padaku. Aku terkekeh pelan, "Kau baru datang ?" Jhion mengangguk sambil berjalan melewati Leo, "Ini aku bawakan pie apel kesukaanmu," ujar Jhion padaku seraya memberikan sebuah box berukuran 20 x 20 berwarna biru muda kepadaku. Aku tersenyum lebar sambil menerima box tersebut dari tangan Jhion, "Thank you, Jhion !" "Kak Jhion ! Kakak tidak ingin membantuku membawakan barang ? Kenapa rasanya hanya aku seorang yang bekerja keras disini ?" protes Leo. "Leo.. Sepatu basket.." ucapku. "Ah baik, Baginda Ratu.. Saya akan bekerja keras," ujar Leo. "Aku akan membantu Leo menurunkan barang - barangmu," ujar Jhion, "Kau masuklah terlebih dahulu," Aku mengangguk dan masuk ke dalam rumah, Bryan mengikutiku dari belakang sambil masih mendekap handuk yang ku berikan tadi, Aku menyuruh Bryan untuk duduk di ruang tamu sembari meletakkan tas dan laptopku di atas sofa, kemudian dengan cepat aku berlari ke atas menuju kamar Kak Sion, untunglah Kak Sion belum pulang, jadi aku bisa mengambil salah satu kaus miliknya, Tidak lucu jika aku membiarkan Bryan pulang dengan keadaan kemeja yang robek, Aku mengambil sebuah kaus oblong berwarna army dari dalam lemari pakaian yang ada di dalam kamar Kak Sion, Kemudian aku keluar dari kamar Kak Sion dan berjalan menuruni tangga rumahku menuju ruang tamu, "Asisten Bryan, ini saya sudah,- KYAAAAAA !!!" sontak aku langsung berteriak sambil menutup mataku saat dengan tidak sengaja melihat Bryan yang sedang melepas kemejanya, Bryan juga sama terkejutnya denganku, "Kenapa anda membuka baju di sini ??" protesku sambil menyodorkan kaus oblong tersebut pada Bryan dan tentu saja aku masih menutup mataku. "Maaf, manager !" Bryan mengambil kaus tersebut dari tanganku, "Ada serangga di dalam kemeja saya dan tadi saya bermaksud untuk mengeluarkannya," Aku menutupi wajahku dengan kedua tanganku, rasanya malu sekali !! "Manager, anda sudah bisa membuka mata anda," ujar Bryan. Aku membuka mataku perlahan, dan terlihat Bryan sudah mengenakan kaus oblong yang aku berikan tadi, "Anu, saya akan membantu Leo untuk membawa barang - barang," ujar Bryan sembari pergi meninggalkanku. Aku terduduk di atas sofa, lagi - lagi jantungku berdegup kencang dan wajahku terasa panas !! Aku masih terbayang - bayang dengan tubuh Bryan saat dia melepaskan kemejanya tadi,- STOP !! WENSY ! STOP !! SADARLAH !! INI GILAA !! AH ! Aku ingin menghilang saja !! Tapi, untuk seorang asisten manager seperti Bryan, dia memiliki tubuh yang kekar dan,- APA YANG AKU PIKIRKAN ??! AYOLAH OTAK ! JANGAN MENCEMARI KEPOLOSANKU !! Aku menutupi wajahku dengan bantal sofa, benar - benar berdosa sekali pikiranku ini !! "Kak !" panggil Leo, "Aku akan bawa semua barang ini ke kamar kakak ya ?" Aku hanya mengacungkan jempolku pada Leo tanpa mengangkat bantal yang menutupi wajahku, aku tak ingin menjadi bahan ledekan oleh bocah itu jika dia sampai melihat wajahku yang sedang memerah ini ! Aku mendengar Jhion dan Bryan meletakkan beberapa barang di ruang tamu, mereka berbincang satu sama lain dan entah kenapa mereka berdua terdengar akrab sekali, Perlahan aku mengangkat bantal yang menutupi wajahku, Leo sepertinya masih berada di kamarku, sedangkan Jhion dan Bryan sepertinya kembali ke luar, Aku beranjak berdiri dan berjalan menuju dapur, Aku membuka pintu kulkas dan mengeluarkan sebotol air dingin dari dalamnya, aku membuka tutup botol tersebut dan langsung meneguknya, memang air dingin adalah yang terbaik untuk menjernihkan pikiranku, "Hei, kau kenapa ?" tiba - tiba Viola dan Leila sudah berdiri di dekatku sambil memasang wajah penasaran mereka. "ASTAGA ! SEJAK KAPAN KALIAN BERDUA DI SINI ?!" teriakku kaget. "Hmm.. Mungkin 15 menit sebelum kau pulang.." ujar Viola. "Dimana kalian tadi ? Aku tak melihat kalian berdua di ruang tamu," "Kami datang dan menunggu di perpustakaan," ujar Leila, "Lalu secara tidak sadar kami berdua tertidur di sana, dan bangun berkat teriakanmu," "Loh ? Tanganmu.. Kau terluka ?" tanya Viola sambil menarik tangan kiriku. Aku dengan cepat menarik tanganku dari genggaman tangan Viola, "Kau tahulah betapa sensitifnya tanganku ini dan mudah terluka hanya karena terkena kertas," Leila dan Viola menatapku penuh selidik, "Kau tidak mencoba melukai tanganmu kan ?" tanya Leila. "Aduh ! Tentu saja tidak.." jawabku, "Ini terluka karena ketidaksengajaan," "Kau tidak berbohong pada kami kan ?" tanya Viola. Aku memutar kedua bola mataku, "Ayolah.. Aku tak mungkin melukai diriku sendiri," Viola dan Leila masih menatapku dengan ragu, mereka sepertinya takut jika aku berusaha untuk melukai diriku sendiri seperti beberapa tahun yang lalu, "Kenapa kalian ada di sini ?" aku mengubah topik pembicaraan sambil menutup botol yang berisi air dingin itu dan mengembalikannya ke dalam kulkas. "Jhion menyuruh kami datang," ujar Leila, "Dan juga kami di sini karena dirimu," "Aku ? Kenapa memangnya ?" tanyaku bingung. "Kau tidak tahu ?" Leila balik bertanya, "Kau itu,-" "Kapan kalian berdua datang ?" tanya Jhion yang tiba - tiba muncul dan membuat ucapan Leila terpotong. "Yang pasti sebelum kau datang," jawab Leila. Aku menatap ketiga temanku itu, sebenarnya ada apa sih ? Kenapa mereka datang dan berkumpul di rumahku ? "Bagaimana kalau kita mengobrol di ruang tamu ?" ajak Jhion, "Kebetulan Ivory dan George sudah datang," "Loh ? Mereka juga datang ?" tanyaku bingung. "Simpan dulu pertanyaanmu itu," ujar Jhion sambil menarik tanganku untuk mengikutinya menuju ruang tamu rumahku. Viola dan Leila pun mengikutiku serta Jhion dari belakang, Begitu sampai di ruang tamu, aku melihat Ivory, George, Bryan, Leo dan Kak Sion sedang duduk di sofa panjang yang di susun seperti huruf "U" sambil berbincang, "Wah Wensy ! Rupanya banyak yang memberikanmu hadiah ya," ujar George saat melihat beberapa hadiah yang masih ada di ruang tamu. "Ini belum seberapa, aslinya lebih banyak dari ini," ujar Leo, "Hanya saja sisanya sudah aku letakkan di kamar Kak Wesny," Jhion duduk di samping Kak Sion, Viola duduk di samping Ivory, dan Leila pun duduk di samping Viola, Sebelum duduk di sofa aku mengambil paper bag berisi coklat, dan aku mengeluarkan coklat - coklat tersebut di atas meja, "Aku tak mungkin bisa menghabiskan semua coklat ini, jadi ayo kita makan bersama," ujarku sambil duduk di sebelah Leila. "Aku tak menduga kau akan mendapat coklat sebanyak ini," ujar Viola. "Dan coklatnya pun bervariasi seperti ini," timpal Leila. Aku hanya terkekeh sambil menggaruk - garuk kepalaku yang tidak gatal, "Hei, anak manja.." panggil Ivory sambil menatapku tajam, "Ada apa dengan tanganmu itu ?" "Kau terluka ?" timpal George. Aduh mereka ini benar - benar ! Kenapa jeli sekali sih ? Bisa - bisanya mereka semua menyadari tanganku yang terluka ini. "Ini bukan luka yang serius.." jawabku. "Kak Wensy kan memiliki kulit yang sensitif dan mudah terluka," sambung Leo. Ivory mengangkat alis kirinya, "Terluka karena apa ?" "Kertas," jawabku singkat. Aku bukannya marah karena kepedulian Ivory, Hanya saja, tak mungkin aku menceritakan tentang Hillard di depan Kak Sion dan Leo, bisa - bisa makin banyak pertanyaan yang aku dapatkan, Dan aku tak ingin membuat mereka semua panik, "Sudah.. Sudah.. Tujuan kita berkumpul hari ini adalah karena Jhion bilang ingin membicarakan sesuatu dengan kita," ujar Kak Sion. Aku diam - diam membuang nafas lega, berkat Kak Sion, tak ada lagi yang membahas tentang tanganku yang terluka. "Nah, apa yang ingin kau bicarakan, Jhion ?" tanya Kak Sion sambil mengambil sebungkus coklat almond. Jhion meletakkan laptopnya di atas meja dengan sedikit menyamping agar aku bisa melihat layar laptopnya, "Entah ini hal yang cukup bagus atau tidak.. Tapi sepertinya hal ini akan menjadi topik hangat selama beberapa bulan ke depan," Aku melihat ke arah laptop Jhion dan langsung terbelak, "APA INI ??!" "AH INI !" tiba - tiba Leila terlihat antusias sekali, "Semua orang di kantorku sangat heboh membicarakan hal ini," "Benar ! Di kantorku pun, semuanya terlihat heboh karena berita ini !" timpal Viola, "Wensy ! Kau terkenal !" Aku tercengang sampai tak bisa berkata apa - apa lagi, bisa - bisanya berita tentang aku yang bernegosiasi dengan penyusup menjadi viral seperti ini, padahal jelas - jelas waktu itu aku tak melihat wartawan satupun di kantorku, "Sepertinya seorang yang ada di kantormu mengunggah video saat kau sedang bernegosiasi dengan penyusup ke media sosial miliknya," ujar George, "Dan jadilah.. Berita ini viral dimana - mana dan kau terkenal saat ini, Wensy.." "Coba lihat ini," ujar Ivory, "Seorang Manager yang berani bernegosiasi dengan penyusup dan membebaskan para sandera," Aku menghela nafas, situasinya jadi semakin rumit hanya karena aku menolong para sandera, "Kapan berita ini muncul ?" tanya Kak Sion. "Siang tadi," jawab Jhion. "Apakah berita tersebut memunculkan beberapa data pribadi milik, Manager Wensy ?" tanya Bryan. "Begitulah," jawab Jhion, "Nama Wensy, wajahnya, dan juga tempat dia bekerja, semuanya masuk dalam berita," Aku memegang kepalaku yang terasa pusing, lalu tiba - tiba aku teringat sesuatu, Mungkinkah karena berita ini Hillard bisa mengetahui tentang keberadaanku ? Dan bagaimana jika Athan juga mengetahui tentang keberadaanku ?? Bukankah ini adalah hal yang buruk ?! ~ To Be Continued ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN