BAB 29

1069 Kata
… TASBIH …   … 2012 …                   Naya yang duduk bersama Darrel di atas bukit, mengurai senyuman saat angin berhembus pelan ke wajahnya. Menerbangkan rambut ikal seakan menari mengikuti arah angin berhembus. Darrel yang sejak tadi duduk di sampingnya, sesekali melirik ke Naya yang masih menikmati angin. Begitu nyaman hanya dengan melihat wajahnya. Begitu menenangkan.                 Pertemuan kali itu bukan tanpa alasan. Naya yang mengajaknya bertemu, mengatakan akan ada sesuatu yang ingin ia berikan. Sesuatu yang hingga setengah jam berlalu belum Darrel ketahui. Naya seakan memperlambat waktu agar bisa duduk berlama-lama dengannya sore itu.                 Naya membuka kedua matanya. Mengeluarkan kamera kesayangannya dari dalam tas dan mengeluarkan kotak kecil yang entah apa isinya. Menatap Darrel yang kini menatapnya dengan tatapan bingung. Senyuman Naya membuatnya masih belum mampu mengerti apa maksud dari Naya saat itu.                 “Ini buat kamu.” Naya memberikan kotak kecil itu. membiarkan Darrel membukanya dan memperlihatkan wajah terkejut akan sebuah benda di dalamnya yang berwarna biru.                 “Tasbih?” tanya Darrel kaget yang semula dijawab Naya dengan anggukan kepala. Naya tersenyum, meraih sesaat tasbih cantik itu lantas menatapnya.                 “Iya, itu hasil buatan tanganku sendiri. Selamat ulang tahun ya, Rel. maaf aku cuma bisa ngasih sesuatu yang harganya tidak semahal hadiah lainnya.” Naya kembali meletakkan tasbih itu ke tangan Darrel.                 Darrel memperhatikan tasbih biru yang cantik itu. ada namanya di dalam. Mainan kecil yang tertuliskan huruf, seakan sengaja disusun Naya untuk dapat membentu namanya. Naya sendiri langsung mengambil tasbih dengan warna sama di dalam tasnya. Menunjukkannya pada Darrel yang membuatnya menggelengkan kepala.                 “Aku buat untukku satu dan kamu satu. Tolong dijaga yaa walaupun gak mahal,” tambah Naya yang membuat Darrel terharu mendengarnya.                   “Ini hadiah terbaik, Nay,” puji Darrel yang sesaat membuat Naya mencibirkan bibirnya. Dia benar-benar malu bukan main mendengar pujian Darrel itu                 “Jangan sok gombalin aku, aku gak berniat memberikannya hadiah lagi,”  ucap Naya berpura-pura kesal. “Aku cuma punya itu sebagai hadiah, dan aku gak berniat ngasih kamu hadiah lain.” Naya menarik tatapannya ke arah lain. Dia tak ingin menghadapkan wajahnya ke Darrel saat merasakan kehangatan di kedua pipinya. Dia tahu rona merah hadir di kedua pipinya, dan dia semakin yakin kalau sampai Darrel tahu, pasti akan meledekinya.                 Darrel tertawa mendengarnya, mengusap kepala Naya gemas yang membuat Naya tersenyum lebar dengan rona merah di kedua pipinya. Sikap Darrel membuatnya hangat. Entah mengapa, kenyamanan hadir dalam diri Darrel yang membuat Naya betah berlama-lama dengannya.                 “Aku serius,” jawab Darrel. “ini memang hadiah terbaik.”                 Naya kembali tersenyum malu, mengambil kamera dari dalam tasnya, “Kalau gitu, bisa aku foto?” tanya Naya yang tanpa menunggu lama, langsung dijawab Darrel dengan anggukan kepala.                 Naya tersenyum lalu mengarahkan kamera ke arahnya. Mengarahkan tasbih yang ia genggam untuk berdampingan dengan tasbih yang Darrel genggam. Darrel yang mengerti maksud Naya, langsung tersenyum ke arah kamera. Dan … jepret! Foto pun berhasil diambil dan hasilnya langsung dapat dilihat keduanya.                 “Wah, bagus,” puji Darrel.                 “Siapa dulu yang motion, Naya,” ucap Naya sombong yang membuat Darrel tertawa mendengarnya.  “Sebentar.”                 Naya mengeluarkan buku diarynya. Menempelkan foto menggunakan lem lalu menuliskan kalimat di sampingnya.                 Hari ini tanggal 20 Maret 2012. Selamat ulang tahun, Darrel.                 Tulisnya lalu kembali menutup buku diary dan memasukkannya kembali ke dalam tas. Menatap Darrel yang masih tersenyum sembari memandangi tasbih di tangannya.                  “Kamu suka?” tanya Naya yang masih belum yakin kalau Darrel benar menyukainya.                 Darrel mengangguk cepat, “Suka banget.”                 “Jadi lebih suka itu dari pada aku?” tanya Naya becanda. Darrel tertawa mendengarnya yang membuat Naya ikut tertawa karena tawanya.                 “Kayanya lebih suka yang buat deh, kan jadi bisa minta dibuatin terus kalau ke depannya, tasbih ini rusak.”                 “Yeeey, ngeselin!” ucap Naya yang membuat Darrel tak henti tertawa. Naya menatapnya dalam, menikmati tawanya yang begitu lepas yang semakin membuatnya jatuh cinta. Namun sayangnya, sampai detik ini pun Naya masih belum tahu apa lelaki di dekatnya itu, bisa mencintainya seperti dirinya atau tidak. Naya meragu, dan selalu meragu.                 “Rel,” panggil Naya yang membuat Darrel berhenti tertawa dan menatanya. “Tasbih ini dijaga baik-baik ya, Rel. Katanya … kalau tasbih pemberian orang tiba-tiba rusak atau terlepas dari talinya, orang yang memberikan tasbih itu atau seseorang yang membuatnya kemungkinan kenapa-kenapa. Dan kalau itu terjadi, tolong doakan aku ya. Dan jangan lupakan aku.” Naya mengembangkan senyuman lebar yang malah sama sekali tidak dibalas Darrel dengan senyuman. Dia malah menatap Naya takut. Ucapan Naya benar-benar membuatnya takut. Ada rasa aneh hadir di dalam hatinya saat ucapan itu di ke luarkan Naya dari bibirnya yang kini masih saja tersenyum lebar.                 Darrel mengarahkan tatapannya tak senang ke Naya yang masih tersenyum. Menggelengkan kepala sembari membelai rambut Naya penuh kelembutan.                 “Kok kamu ngomongnya gitu?” tanya Darrel yang membuat senyuman Naya memudar. “Aku gak suka kamu ngomong gitu.”                 “Aku cuma bilang apa yang aku tau dari orang lain, Rel. Kok kamu malah kesel gitu?” tanya Naya yang mendapati tatapan Darrel teralih ke arah lain. “Aku minta maaf kalau kata-kataku salah. Maaf ya?” Darrel mencoba menenangkan perasaannya, menatap kembali Naya yang kini menatapnya menyesal. Darrel menarik napas panjang, lantas mengembuskannya perlahan. “Jangan pernah ngomong gitu lagi ya. Aku gak ingin kehilanganmu walau saat ini, aku masih bersamanya, Nay. Aku gak ingin kamu pergi dariku. Tolong, jangan katakan itu di hadapanku,” mohon Darrel yang sesaat membuat hati Naya sakit bukan main. Dia tahu, saat ini Darrel bukanlah miliknya. Dia tahu, bahwa saat ini penantiannya bisa saja berakhir sia-sia. Namun rasanya saat ini yang dia tahu hanyalah, hatinya mencintai Darrel dan kini merasakan sakit yang teramat sangat. Wajah wanita itu, terbayang di kepalanya yang membuat Naya menunduk sesaat. Darrel yang mendapati ekspresi itu, langsung menggenggam erat tangannya. “Nay, maaf,” ucapnya.                 Naya kembali mengangkat kepalanya menghadapkannnya ke Darrel, mengangguk tanda mengerti. Mengangkat tasbih setara dengan wajahnya lalu tersenyum lebar saat Darrel menyatukan tasbih miliknya dengan tasbih yang ada nama Naya yang masih berada di tangan Naya. Keduanya tertawa kecil. Menatap lurus ke depan memperhatikan beberapa anak yang asyik bermain bola tidak jauh dari tempat keduanya duduk. Perlaha, Naya menyandarkan kepala di bahu Darrel. Menikmati ketenangan yang selalu ia inginkan. Dan hanya bersama Darrellah ia bisa mendapatkan kenyamanan itu lagi. pasca kepergian Gino yang tak pernah kembali. Begitu pula dengan Darrel yang merasakan hal yang sama bersama Naya setelah Dinda pergi meninggalkannya dengan janji yang ia ingkari. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN