BAB 28

1412 Kata
… 2015 …                   Darrel melangkah menyusuri lorong rumah sakit. Mencoba membuka halaman demi halaman terakhir dari diary berisikan foto dan kalimat-kalimat singkat milik Naya. Semakin menuju terakhir, Darrel merasakan kesedihan yang teramat dalam. Perjuangan Naya yang begitu mencintainya, tampak jelas di beberapa halaman terakhir.                 Setiap moment tersimpan cukup rapi di dalamnya. Dari awal pertemuan, duduk berdua di atap gedung yang terkadang fotonya diambil tanpa sepengetahuannya, jalan-jalan berdua dengannya di bukit rumput, sampai beberapa foto terakhir yang diambil tanpa sepengetahuan Darrel. Semua tampak begitu membuatnya merasakan kesedihan yang teramat dalam.                 Enam halaman terakhir tampak Darrel yang berdiri di samping motornya di parkiran kampus. Membuka helm dan langsung diambil Naya moment itu dengan kameranya. Sebuah kalimat tertulis di halaman tepat di samping fotonya. Sebuah kalimat yang berhasil merenyuhkan hati Darrel.                 Aku mencintainya. Cukup melihatnya dari jauh, rindu itu mampu terobati dengan lembut menjalar di hatiku.                 Darrel membuka halaman berikutnya. Terlihat pula foto dirinya yang duduk menatap ke papan tulis di kelas. Gambar yang diambil dari jendela kelas itu, memperlihatkan Darrel yang begitu serius mengikuti mata kuliah hari itu. Darrel mengalihkan tatapannya ke bawah foto. Tepatnya ke kalimat yang semakin membuatnya pilu.                 Kamu baik-baik sajakah? Apa bisa kamu merasakan kehadiranku, Rel?                 Darrel menghela napas panjang. Duduk di bangku panjang yang terletak di pinggir lorong, lalu kembali membuka halaman berikutnya. Satu foto yang memperlihatkan foto dirinya sedang berada di situasi yang paling membahagiakannya. Ya, saat ia wisuda. Seperti foto lainnya, Naya kembali mengambil gambarnya saat ia asyik mengantri menanti giliran untuk naik ke atas panggung. menerima piagam tanda kelulusan yang selalu dinantikan para mahasiswa yang hampir menjalani bangku kuliah selama bertahun-tahun.                 Rel, selamat ya atas kelulusan kamu. Aku gak menyangka kita bisa wisuda bareng. Aku mengira … keputusanku mengambil cuti setengah tahun hanya karena sakit yang menderaku, membuatku tak bisa merasakan indahnya wisuda bersama kamu. Walau aku ingin berfoto berdua denganmu, namun aku menyadari, bahwa kini kita sudah semakin menjauh. Kejadian terakhir di bukit rumput, membuatku menyadari bahwa kejadian dulu yang merenggut kedua orang yang kita sayangi, adalah alasan bagi kamu untuk menjauhiku. Rel, kamu tampak manis dan tampan dengan jubah kelulusan itu. Dan seperti biasa, aku hanya bisa menatapmu dalam diam. Tanpa kamu sadari itu.                 Air mata Darrel menetes membasahi kedua pipinya. Dengan sekuat tenaga, ia memberanikan diri membuka halaman berikutnya. Tampak Naya duduk seorang diri di bukit rumput. Mengambil gambar dirinya sendiri sembari menatap lurus ke depan seakan tak ingin mengarahkan tatapannya ke lensa kamera yang siap membidiknya. Foto itu menampakkan suasana sore hari. Teduh dan begitu menenangkan. Angin semilir melambarikan rambutnya yang ikal dan panjang. Dan smeua itu tertangkap jelas dari kamera.                 Rel, ini adalah hari terakhirku menantimu. Perjodohan yang dirancang mama, membuatku tak bisa melakukan apa pun. Mama terlalu takut melepasku dengan lelaki pilihanku. Dia yang mendengar ceritaku seputar kecelakaan itu, membuatnya langsung melarangku untuk kembali menemuimu. Apalagi sampai memilihmu menjadi pacarku. Aku sendiri sadar bahwa kamu sudah memiliki Airin. Cinta yang sering kamu katakana, rindu yangs erring kamu ucapkan, tak akan sia-sia saat kamu mau berjuang melepaskan dia demi diriku. tapi, tak ada tanda-tanda itu. Kamu malah tega meninggalkanku tanpa mengerti perasaanku. Rel, besok adalah hari pernikahanku. Dan hari ini, aku menantimu di sini. Berharap kamu akan hadir sesuai izin dari Allah. Aku ingin melihat permainan waktu di sini. Selama ini, kita selalu dipertemukan oleh waktu, baik disengaja maupun tidak. Dan hari ini, aku ingin menguji waktu. Hadir di sini menantimu, walau kamu sendiri tak tahu aku berada di sini. Rel … aku mencintaimu. Butiran tasbih yang aku ukir, adalah napas cintaku. Mungkin, kamu tak akan pernah merasakan tulisan butiran napas dalam setiap rangkaian tasbih. Namun aku bisa pastikan, hati ini hanya satu. Dan itu hanya namamu.                 Darrel memeluk erat buku harian Naya. Menangis pilu seakan menyesali semua yang terjadi. Darrel kembali membuka halaman berikutnya. Tampak Nay berfoto selfie di dalam kamar. Seperti yang dikatakan Adam, foto itu memperlihatkan Naya yang tampak cantik dengan gaun pernikahannya. Ekspresinya menyedihkan walau wajahnya tampak canti dipoles alat make up. Darrel mengamati kalimat di bawah foto. Rel, aku ingin memakai gaun ini bersamamu. Bersamamu di atas pelaminan. Bersanding denganmu dan bukan dengannya. Aku mencintaimu, Rel. maafkan aku, aku akan menyudahi semua ini. Darrel menghela napas panjang. Foto terakhir di dalam diary, tak berani Darrel lihat dengan kedua matanya. Cerita seputar kecelakaan yang dialami Naya, serta keberanian Chika mengambil gambarnya saat Naya tak sadarkan diri di pinggir jalan sesuai permintaan Naya, membuatnya tak berani melihat.                 “Dia mengatakan satu kata saat napasnya tersendat-sendat saat kecelakaan itu, Rel. dan dia menyebutkan satu kata yang aku tahu maksudnya. Kamera. Dan dia memintaku untuk menuliskan kalimat yang dia ucapkan.” Teringat kembali kalimat Chika kala itu saat Darrel baru saja hadir beberapa hari menjenguk Naya. Dengan sekuat tenaga, Darrel membuka halaman terakhir dan betapa pilunya ia melihat Naya tersenyum dengan darah mengalir dari kepala dan hidungnya. Begitu miris hingga kembali menjatuhkan air mata dari kedua matanya.                 Akhirnya …. Satu kata yang entah apa maksudnya tertulis di bawah foto. Darrel kembali menutup buku diary dan menangis pilu. Terisak tanpa peduli siapapun yang berjalan menyusuri lorong rumah sakit. Semua ini sulit untuk ia terima. Naya yang begitu ceria dan berhasil membawa kembali kebahagiaan dalam hidupnya yang sempat hilang, kini terbaring lemah tak sadarkan diri. Andai saja waktu dapat diputar kembali. Andai saja.                 “Tarra!” sebuah suara berhasil membuat Darrel berhenti menangis. Mengangkat kepalanya dan menatap seorang wanita sebaya Naya di hadapannya. Wanita berparas ayu dengan bentuk wajah oval dan rambut pendek sebahu itu tersenyum manis walau terasa pilu untuk Darrel terima.                 “Chika!” ucapnya kaget. “Kamu sudah kembali ke Indonesia?”                 Chika tersenyum sembari menganggukkan kepalanya, “Tadi aku ke kamar Naya dulu. Dan … Naya mencarimu.”                 Kalimat Chika membuat Darrel spontan berdiri. Menatapnya tak percaya, seakan ingin menanyakan keseriusan dari ucapan Chika barusan. Chika yang mengerti maksud dari tatapan itu, langsung mengangguk dan tersenyum lebar. Tanpa membiarkan waktu pergi begitu saja, Darrel berlari sekuat tenaga menuju kamar tempat Naya dirawat. Membayangkan senyuman itu kembali menyentuh hidupnya. Membayangkan suara lembut itu memanggila panggilan berbeda dari semua orang. Dan merasakan kenyamanan saat berada di dekatnya.                 Darrel membuka pintu kamar dan melihat kebenaran dari ucapan Chika. Tampak seorang dokter dan seorang suster hadir di dekat Naya yang telah membuka mata. Mengarahkan tatapannya ke Darrel lalu mencoba mengurai senyuman. Alat pernapasan sudah terlepas dari mulutnya hingga membuat Darrel melihat dengan jelas senyuman itu terpancar walau dengan air mata mengalir dari sudut kedua mata Naya.                 Darrel mendekat yang langsung membuat dokter dan suter keluar dari ruangan setelah berpamitan dengan Asty. Berdiri di sampingnya sembari menggenggam tangan Naya yang masih ada tasbih di telapak tangannya. Asty yang melihat keduanya bertemu, memutuskan untuk keluar bersama Chika. Membiarkan Darrel dan Naya saling melepas rindu yang selama ini menjerat keduanya tanpa jeda.                 “Hai … Darrel,” ucap Naya lemah dengan senyuman tergaris di bibirnya. “Kamu … sehatkan?”                 Darrel menundukkan kepala. Mencoba menahan air mata yang siap kapan saja jatuh tanpa mampu ia cegah. Naya sendiri terlihat mencoba menahan getaran bibirnya yang ingin terisak. Bisa melihat kembali lelaki yang ia cintai setelah tidur panjang yang hampir membuatnya meninggalkan waktu kapanpun Tuhan memanggilnya.                 “Darrel … maafkan aku. Aku memang salah karena sudah mencintaimu,” ucapnya terbata-bata dengan nada suara yang masih melemah. “Aku sadar kesalahanku, Rel. aku minta ….                 “Cukup, Nay. Gak seharusnya kamu yang minta maaf.”                 “Tapi, Rel, gara-gara aku hubungan kamu dan Airin harus berakhir. Aku mampu mendengar semuanya saat Airin hadir menjengukku.”                 “Nay, cukup. Kamu belum boleh banyak bicara dulu.”                 “Aku sudah terlalu lama diam. Banyak hal yang ingin aku ceritakan. Aku ….” Kalimat Naya terhenti saat Darrel secara tiba-tiba memeluk tubuhnya yang masih terbaring lemah. Mencium keningnya lembut lalu kembali memeluknya erat sembari menangis pilu di telinga kanan Naya. Naya sendiri kembali meneteskan air matanya. Membiarkan Darrel memeluknya dan memberikan kenyamanan yang selalu ia harapkan bisa dirasakan saat bersama Darrel.                 “Apa kamu gak ingin membalas pelukanku, Nay?” tanya Darrel yang langsung membuat Naya mencoba mengangkat kedua tangannya. Perlahan, ia melingkarkan kedua tangannya di tubuh Darrel. Terasa semakin erat pelukan Darrel kala itu. membuat Naya kembali meneteskan air mata sembari menyembunyikan wajahnya di antara bahu dan leher Darrel.                 “Aku mencintaimu, Nay, sungguh.” Satu kalimat yang membuat Naya terisak semakin dalam. Mempererat pelukannya seakan tak ingin kembali mempersilakan waktu memisahkan keduanya. Suara pendeteksi jantung tak lagi terdengar. Yang terdengar kini hanyalah isakan tangis keduanya yang masih melepaskan kerinduan mendalam yang sulit untuk diucapkan dengan kata-kata.      
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN