Pedih.
Aku memberanikan diri memasuki kamar Pandu. Apa yang ku lihat sangat memilukan.
Pandu sudah pergi bekerja, aku hendak membersihkan kamarnya. Benar saja, kamarnya sangat berantakan.
Ku rapikan selimut dan bantalnya, tanganku seperti menyentuh sesuatu di bawah bantal. Foto, sebuah foto seorang wanita.
Siapa yang ada di foto itu? Seorang wanita yang sangat cantik, berkulit putih, dan berambut hitam panjang.
Perasaanku menjadi tidak enak, apakah Pandu selingkuh? Berbuat curang di belakangku?
"Nadin. "
Aku menoleh saat mendengar seseorang memanggilku.
"Pandu? "
"Apa yang kamu lakukan di sini, Nadin?" ucapnya dengan wajah tak suka.
"A-aku hanya ingin membereskan kamarmu, "
"Lancang sekali dirimu memasuki kamar lelaki! " bentaknya.
"Ini tidak seperti yang kamu pikirkan. Aku tidak seperti itu. Aku hanya ingin membereskannya saja, Ndu. "
"Jangan lakukan hal yang membuatku yakin dengan perkataanku, bahwa kau wanita jalang. "
Perkataan Pandu mampu membuat duri di dadaku. Mudah sekali dia mengatakan aku wanita jalang, padahal selama remaja sampai sekarang aku tidak pernah tersentuh oleh lelaki satupun.
"Aku istrimu, apa salahku masuk ke kamarmu? "
"Aku tidak pernah beranggap demikian" ucapnya menatapku tak suka.
"Lalu kau anggap apa pernikahan kita? Kenapa kau menerima pernikahan bodoh ini? "
Pandu tersenyum padaku, senyum yang menurutku mengerikan.
"Jadi, kau mau kuanggap sebagai istri? "
"Apa maksudmu? "
Dia mendekat kepadaku. Aku memejamkan mataku. Bersiap dengan segala apa yang akan terjadi, mungkin Pandu ingin menamparku.
Dan benar, dia mendorongku hingga terjatuh di kasur. Tapi, apa yang dia lakukan setelahnya di luar pikiranku. Dia menciumku.
Aku mencengkram baju Pandu sebagai perlawanan. Aku belum siap memberikan hak nya.
Apalagi Pandu masih belum mencintaiku.
Aku memberikan perlawanan sekuat tenaga, meski tidak cukup kuat. Akhirnya Pandu menyerah juga, dia melepaskan ciumannya.
Aku refleks menamparnya, dan berlari meninggalkan Pandu. Ku kunci pintu kamarku, menangis karena perlakuan Pandu. Menangis karena telah menamparnya, menangis karena dia melakukannya karena emosi, bukan cinta.
Pandu membanting bantal sebagai rasa frustrasi, pandangannya menunduk. Dan melihat foto Melan di lantai.
Dia ambil foto itu, dan menatapnya penuh luka.
"Maafkan aku, Mel. Aku telah menyentuh wanita lain. Wanita yang halal kusentuh," ucapnya dalam hati.
Pandu merebahkan tubuhnya di kasur, mencoba menenangkan hati dan pikirannya. Tanpa berfikir dia mencium Nadin, itu benar-benar di luar kendalinya. Sialnya, bibir Nadin sangat manis.
Pandu berdiri mencari berkas yang tertinggal dan akan pergi ke kantor lagi, pandangannya menatap nanar pintu kamar Nadin yang tertutup.Entah mengapa, Pandu merasa bersalah kepada Nadin.
Pandu mendekati pintu kamar Nadin hendak mengetuknya,
"Apa aku masuk saja dan meminta maaf, ya? " pikirnya.
Namun niatnya itu ia urungkan dan berlalu pergi begitu saja.
Pandu mengendarai kendaraan roda empatnya menuju kantor. Sesampainya di gerbang kantor,pandangan Pandu menangkap sosok wanita yang sangat ia kenal, Melan.
Melan turun dari sebuah mobil yang di kendarai seorang pria. Dan mereka terlihat akrab.
Siapa pria itu? Pandu tidak pernah melihatnya. Pria itu tidak mungkin saudara atau sepupuh Melan, karena Pandu sudah mengenal semua keluarga Melan. Melan juga tidak pernah mengenalkan pria itu kepadanya?
Kepala Pandu tersulut amarah, emosi dan cemburu menjadi satu.
Apa itu alasan Melan melepas dan menolaknya? Karena ada pria lain.
Setelah kepergian pria itu, Pandu membuka pintu mobil dan menghampiri Melan.
"Mel," panggilnya.
Melan menoleh, wajahnya terlihat biasa saja, tanpa rasa khawatir atau takut.
"Pandu, ada apa? " tanyanya.
"Tadi itu siapa? " Melan hanya diam.
"Tadi siapa? " Pandu mengulangi pertanyaannya karena Melan terus diam.
"Bukan urusan kamu lagi, maaf aku harus segera masuk, " Melan sedikit membungkukkan tubuhnya dan berlalu meninggalkan Pandu.
Pandu mengejar Melan yang sudah menjauh, ia menarik tangan wanita itu.
"Sudah, ini di kantor. Jangan menyelesaikan masalah pribadi disini, sebaiknya kau segera pergi ke ruanganmu dan bekerjalah." ucap Melan sambil melepaskan perlahan tangan Pandu.
Pandu hanya menurut, dia masuk ke ruangannya dan mengurungkan niatnya untuk bertanya siapa pria tadi, ia akan mencari tahu nanti.
Di depan laptop Pandu terus terbayang bibir Nadin, bibir merah merona alami wanita itu sangat manis, apa karena itu adalah ciuman pertama Pandu jadi ia terbayang terus? Atau karena Pandu telah tergoda.
"Tidak, tidak, aku tidak boleh tergoda, " gumamnya.
Jam pulang telah tiba, Pandu membereskan mejanya dan bergegas ingin pulang.
Tiba-tiba Pandu teringat Melan, ia lupa ingin menanyakan pria yang mengantarnya.
Pandu menuju ruangan Melan, namun kosong.
"Lis, kemana Melan? " tanya Pandu kepada teman kerja Melan.
"Tadi sudah keluar, " jawabnya.
Pandu bergegas menuju parkir berharap Melan belum pergi, setengah berlari dia menelurusi penjuru kantor.
Melan tampak memasuki mobil, bersama pria yang tadi pagi mengantarnya. Emosi Pandu kambuh lagi, dia berlari mengejar mobil itu.
"Melan! "
Sebelum Pandu tiba, mobil itu sudah melaju meninggalkan gedung.
Sebenarnya siapa pria itu?