Matahari kembali menampakkan dirinya, setelah ditelan oleh gelapnya malam. Semua orang kembali melakukan aktivitas nya masing-masing. Seperti Melody, yang kini sudah berada di lorong menuju kelas nya.
Dia berharap semoga tidak ada cowok aneh kemarin lagi, sungguh tingkahnya membuat Mel pusing sendiri. Tetapi, sepertinya semesta belum mengabulkan doa nya, kini orang aneh itu sudah menghadang jalannya. Please help me....
"Minggir, lo!" ketus Mel sambil mendorong bahunya, tetapi lelaki itu tidak bergerak sama sekali.
"Lo itu beneran b***k, atau gimana sih?" lagi-lagi cowok aneh itu tidak bergerak, hanya diam sambil menatap Mel dengan wajah flat. Seperti tahu Melody hendak menginjak kakinya, lelaki itu malah menjauhkan kakinya dari jangkauan Melody, membuat gadis itu melongo.
"Plis jangan gini, gua gak mau berurusan sama cowo aneh kaya lo!" ujar Mel sambil menyatukan kedua tangan di depan d**a. Memohon agar setidaknya lelaki itu paham dengan maksud dirinya.
Tau, apa yang dia lakukan selanjutnya? Dia menarik tangan Mel menuju ... entahlah Melody sendiri juga tidak tahu mau dibawa ke mana oleh si 'aneh' itu.
"Lepasin, gua!" Melody meninggikan suaranya, berharap lelaki itu akan segera melepaskan tangannya.
Bukan melepaskan, lelaki justru malah memperkuat menarik tangan Melody, lalu melanjutkan langkahnya yang entah menuju kemana. Melody benar-benar tidak tahu lelaki itu siapa. Dirinya baru ketemu kemarin, lalu sekarang lelaki itu malah berbuat kasar pada dirinya. Mel tidak mau seperti ini, dirinya hanya ingin sekolah.
"Lepasin! Sakit." Langkahnya terhenti, lalu mengusap tangan Mel yang sedikit memerah akibat ulahnya. Dasar aneh!
"Itu akibatnya kalau lo terus berontak, cukup diam dan ikutin apa yang gua mau!" balas nya pelan tapi tajam.
"Gua suka sama lo!" lanjut lelaki itu.
"Kalau suka, seharusnya lo nggak nyakitin kaya gini. Lagian apa yang buat lo suka sama gua? Kita aja baru ketemu kemarin."
"Jatuh cinta nggak perlu alasan. Udah lama maupun baru, cinta bisa hadir kapan saja tanpa bisa kita duga."
"Perlakuan lo tadi kasar! Nyakitin gua, lo tau?! Plis jangan ganggu gua, gua cuma mau sekolah dengan tenang di sini."
"Karna lo terlalu sulit diperlakukan lembut, lo terus aja mencoba menghindar dari gua."
"Gimana gua nggak menghindar? Lo buat gua takut, asal lo tahu. Buktinya kayak sekarang, lo narik-narik gua, itu buat gua takut!"
"Sorry."
"Woii, ngapain lo berdua masih disitu. Gak denger bel udah bunyi? Kalau mau pacaran, jangan di sini, cari tempat yang sepi." Seseorang lain, ikut bergabung dalam obrolan kedua insan tersebut, sambil terkekeh.
"Danis?" ujar Mel kepada cowok yang barusan melintas.
Apa dia bilang tadi? Pacaran, ih males banget pacaran sama cowok aneh seperti ini. Ingin tau tipe cowok idaman Melody? Yang pastinya satu, bisa menjadi seperti ayah yang salalu menjaganya dari apapun dan tidak pernah menyakitinya. Ya, Melody ingin lelaki baik yang seperti ayahnya.
Setelahnya lelaki yang bernama Danis itu, langsung berlalu meninggalkan mereka berdua.
"Istirahat gua tunggu, di kantin. Jangan coba-coba untuk kabur! Gua percaya lo cewek baik yang selalu nepatin janji." ujarnya sambil menghempaskan tangan Melody, lalu kemudian pergi begitu saja.
"Tapi, gua kan nggak janji," gumam Melody ketika lelaki itu sudah menjauh. Ia kemudian melanjutkan langkahnya menuju kelas.
---
Sesuai janjinya kini Melody menghampiri cowok aneh tersebut, entah apa yang ada dipikirannya, sampai mau diperintah seperti itu. Padahal sudah ada niat untuk tidak menghampirinya, tetapi dia merasa akan terjadi sesuatu jika tidak menuruti kemauan cowok itu.
"Mau apa, lo?!" ketus Mel ketika sudah berada dihadapan lelaki itu.
"Duduk dulu dong," ujar nya sambil tersenyum manis. s**t! Kok ganteng, batin Mel.
"Mau aku pesenin makanan?" ucap nya lembut. cihh, kemana sikap kasarnya tadi pagi?
"Gak usah, gua gak laper!"
"Bakso satu? Oke siap." dasar aneh!
Setelahnya cowok tersebut berjalan menuju stand bakso untuk memesankan pesanan Melody, eitss bukan Melody yang minta loh ya!
"Nih, makan yang banyak biar cepet gede." kekehnya sambil mengacak rambut Melody.
"Dasar, aneh!"
"Iya, sama-sama."
Setelah itu, satu sekolah dihebohkan dengan aksi geng motor yang tiba-tiba menyerang sekolah SMA Wijaya. Semua yang berada di kantin berhamburan untuk menyelamatkan diri.
"SEMUA TENANG! JANGAN ADA YANG KELUAR DARI AREA SEKOLAH SEBELUM POLISI DATANG!" teriak ketua osis SMA Wijaya.
Namun, ucapan tersebut dihiraukan oleh sebagian murid yang nekad ingin melihat geng motor mana yang menyerang sekolahnya, para siswa sudah ingin menerobos melawan tetapi dihalangi oleh guru dan anggota OSIS.
Karna sebagian dari mereka membawa senjata tajam, dan juga dengan bangkai ayam yang masih berlumuran darah yang dilemparkan kedalam gerbang SMA Wijaya.
Disaat semua siswa ingin menjadi pahlawan bagi sekolahnya, tetapi tidak dengan lelaki disamping Melody ini, wajahnya terlihat sangat santai dan bahkan terdapat senyuman smirk yang tidak sengaja dia lihat dari wajahnya.
"Benar-benar aneh," gumam Melody.
"Melodyyyy!" Suara melengking itu berasal dari Adela, ya siapa lagi yang memiliki suara cempreng selain dia.
"Ayo, ikut gue!" ujarnya, sambil menarik tangan Melody menuju halaman depan sekolah.
Kini perusuh itu sudah berhamburan entah kemana, setelah mendengar sirine mobil polisi yang baru saja tiba di lokasi.
Bangkai ayam berhamburan di tengah-tengah lapangan, tak lupa anggota OSIS dan sebagian siswa juga sedang dimintai keterangan oleh para polisi mengenai kejadian barusan.
"Lo ngerasa ada yang aneh gak sih?" tanya Adela dengan wajah sedikit khawatir.
"Aneh apanya? Biasa aja, kok."
"Lo gak liat, bangkai ayam bertebaran dimana-mana Mel?!"
"Ya mungkin aja, mereka gak nemu batu makanya pakai bangkai ayam," balas Mel sambil nyengir kuda.
"Bodoamat, Mel." Adela memutar bola matanya malas. Hihi vis Del.
"Udah deh yang penting kan gak terjadi apa-apa, jadi gausah khawatir yah babe," ujar Mel sambil mengacak rambut Adela.
Adela hanya bergumam.
"Btw, kapan mau nemuin ibu lo?" Kini Melody dan Adela sudah berada dikelas setelah kondisi terpantau aman.
"Gua gak tau, Mel. Takut ayah marah dan malah berbuat semakin parah sama gua.." ucapnya lirih.
"Apasih yang pernah ayah lo lakuin? Sampai lo kayanya takut banget sama dia."
Adela menggeleng.
"Lo gak usah takut, gua ada disamping lo. Gua janji akan bantuin lo," Adela diam sejenak kemudian, "pulang sekolah, kita temuin ibu gue." Mel langsung mengangguk setuju.
Kringggg...
Bel panjang tanda berakhirnya pelajaran pun akhirnya berbunyi, semuanya bersiap untuk menuju tempat ternyaman untuk sekedar melepas penat setelah belajar hampir satu hari full.
Berbeda dengan Melody dan Adela yang, kini sudah berada di angkutan umum untuk menuju tempat seseorang yang telah lama tidak dikunjungi oleh Adela.
Tak lama angkutan itu berhenti di tepi jalan, lalu keduanya melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki menuju gang sempit, yang langsung membawa mereka berdua ke tempat seseorang yang sudah lama Adela rindukan. Pintu terbuka, menampilkan wanita paruh baya yang masih cantik di usianya yang sudah tidak muda lagi.
"Ibuuuu..." ujar Adela lirih, kemudian langsung berhambur ke pelukan sang ibu.
"Adel rindu sama ibu, ibu baik-baik aja kan? Maafin Adel jarang jenguk ibu," gumam Adela yang masih berada dipelukan ibunya.
"Ibu juga rindu sama Adel, gimana sekolahnya? Ayah perlakukan kamu baik kan selama gak ada ibu?" Adela mengangguk.
Melody tahu, Adela hanya tidak ingin membuat ibunya khawatir dengan sikap asli ayahnya kepada dirinya, Adela perempuan yang kuat.
"Ini teman Adel bu, namanya Melody." kemudian Melody menyalami tangan Hera sambil tersenyum.
"Tante Hera, apa kabar?"
"Tante baik-baik aja, tante titip Adela sama kamu ya." Melody tersenyum ramah sambil mengangguk.
Kemudian keduanya dipersilahkan masuk, dan digiring menuju ruang tamu. Adela memperhatikan sekitar rumah ibunya. Sempit, gerah dan pengap. Apakah ibunya nyaman tinggal disini?
"Nih, minum dulu. Ibu tau kalian haus kan setelah pulang sekolah."
"Makasih, tante." Hera mengangguk.
"Ibu beneran, nggak apa-apa tinggal disini? Gak ada AC ataupun kipas angin, Ibu ngga kegerahan?"
Hera tersenyum kemudian mengusap puncak kepala putrinya, "Ibu udah terbiasa nak, kamu gak usah khawatir ya. Belajar yang bener semoga bisa lulus dengan nilai yang bisa membanggakan diri kamu dan tentunya ibu sama ayah juga," ucap Hera panjang lebar kemudian menarik putrinya kedalam dekapannya.
"Maafin ibu, ibu belum bisa jadi yang terbaik buat Adel." Adela menggeleng di dekapan ibunya.
"Bagi Adel, ibu adalah ibu yang paling baik yang pernah Adel miliki. Adel rindu suasana kita bertiga lagi kaya dulu." Sebening cairan mulai menetes dari pelupuk mata Adela.
"Sssst... Anak cantik gak boleh nangis. Kamu gak pulang? Ini udah sore, nanti kalau ayah nyariin kamu bagaimana?"
Adela melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya, pukul 17.30. Lalu mereka berdua, langsung bergegas pulang.
"Yaudah, Adel pulang dulu ya buk. Kapan-kapan Adel bakal kesini lagi, ibu jaga diri baik-baik jangan lupa makan sama sholat." Hera kembali memeluk putrinya sebelum kembali menabung rindu.
"Hati-hati dijalan ya nak, Melody juga hati-hati ya. Jangan lupa belajar."
Adela dan Melody kemudian menyalami tangan Hera, "Assalamualaikum."
Oke, gua tahu kelemahan lo sekarang. ucap seseorang dengan smirk nya.