10

1496 Kata
Tadi malam adalah kesekian kalinya aku mempimpikan hal yang sama selama 4 hari berturut-turut. Selama itu pula Xander tidak mengijinkanku bekerja karena khawatir aku terganggu dengan mimpi itu. Yang mana sama sekali tidak masuk akal bagiku. Apa hubungannya sebuah mimpi dengan aku yang masuk kerja? Tapi aku harus menemui Sara untuk membicarakan kegelisahanku saat ini. Orang-orang dirumah ini maupun keluarga Xander terasa menutupi apa yang mereka tahu dan tidak ingin membicarakannya denganku. Aku mengambil sweater yang tergantung dilemariku dan bergegas menuju garasi mobil. Meminjam salah satu mobil Xander tanpa menghubunginya lebih dulu. Aku khawatir dia akan melarangku keluar rumah. Sara menghidangkan pai apel padaku. Aku meletakkan seiris pai itu diatas piring kecil yang disediakan Sara. Dia sedang menekan-nekan tombol di ponselnya sembari mendekatkannya ke telinga. Aku meminta Sara untuk menanyakan tentang mimpiku pada Neneknya. Masih tidak ada jawaban. Akhirnya Sara menyerah dan mengatakan dia akan menelepon kembali beberapa jam kemudian. Saat aku hendak berdiri untuk menyimpan piring di bak cuci terdengar dering ponsel. Sara terlonjak gembira dan langsung mengambil ponselnya dari atas meja. “Nek, ini aku. Apa kau sedang dalam acara atau sesuatu? Apa aku mengganggumu?” Sara mendengarkan neneknya menjawab. “Temanku yang pernah kuceritakan padamu, Kate, ingin menanyakan sesuatu padamu. Bolehkah?” Sara mengangguk saat mendengar suara neneknya lalu menyerahkan ponselnya padaku. “Selamat siang, nek. Maaf jika aku mengganggu waktumu.” “Tidak apa apa sayang, apa yang bisa kubantu untukmu?” Nenek Sara bertanya dengan lembut. “Aku mengalami mimpi buruk belakangan ini, sayangnya mimpi ini berulang hingga empat kali.” “Benarkah? Apa yang terjadi dalam mimpimu?” “Xander ditusuk oleh seorang pria yang memimpin kerumunan, tepat dijantungnya.” “Kerumunan apa? Apa mereka Werewolf?” “Iya, mereka memiliki mata merah menyala?” “Mereka? Sayang, apa maksudmu pria yang menikam Xander yang memiliki mata merah menyala?” “Iya dia juga, dan mereka. Kerumunan yang mengelilingi Xander saat ia dibunuh.” “Oh tuhan.” Aku mendengarnya menarik napas dengan tajam. “Ada apa?” “Sayang, mereka sekumpulan alpha.” Aku mengerutkan kening. “Apa maksudnya?” “Hanya seorang alpha yang matanya dapat berubah menjadi merah menyala, jika semua orang dikerumunan itu memiliki warna mata yang sama itu artinya mereka semua adalah alpha.” “Tapi, kenapa?” “Kau harus menanyakannya pada Xander. Aku khawatir dia sedang atau mungkin akan mengalami banyak masalah.” “Aku tidak mengerti kenapa mimpi itu datang padaku?” “Karena kau adalah soulmatenya, kau bisa merasakan tanda-tanda jika dia akan mengalami bahaya.” Setelah aku selesai berbincang dengan Nenek Sara, aku masih memikirkan perkataan nya..  Jika itu benar Xander dalam bahaya kenapa dia sama sekali tidak membicarakannya padaku? “Jangan dipikirkan, bisa saja itu hanya sebuah mimpi.” Ujar Sara sambil mengambil piring kotor dan sisa apel pai. “Nenekmu sendiri yang bilang padaku bahwa Xander sedang dalam masalah besar, atau setidaknya akan mengalaminya.” “Nenekku bukan peramal mimpi, mungkin saja dia hanya menebak. Sudahlah.” Teriaknya dari dapur. Aku mengikutinya ke dapur. “Jika Xander memang dalam bahaya, apa yang harus aku lakukan?” “Apa yang sanggup kau lakukan?” Aku mengerjapkan mataku pada Sara yang mencuci tangannya dan membalikkan badan dari tempat cuci piring. “Kau hanya manusia biasa, Kate. Jika dia sedang dalam bahaya itu artinya bahaya tersebut diluar kemampuan kita, para manusia. Aku tidak menyarankanmu untuk bersamanya.” “Aku tidak bisa meninggalkannya.” Jawabku, lebih seperti berkata pada diri sendiri. “Aku tidak menyuruhmu meninggalkannya, Kate. Itu tergantung padamu. Jika kau mempercayai mimpi itu seperti nenek, kau harus siap untuk menghadapinya. Jika tidak, tidak ada yang harus dipikirkan. Lagipula kau masih memiliki urusan disini, bukan?” Sara benar. Keberadaanku disini adalah untuk mencari kakakku. Bukan untuk berurusan dengan para Werewolf, walaupun itu Xander. “Aku sama sekali tidak melakukan usaha apapun untuk mencari Kiara sejak aku bertemu dengan Xander.” Ingatku pada diri sendiri. ♥♥♥ Xander akan memarahiku karena ini tapi aku tidak bisa berpikir untuk saat ini. Aku memarkirkan mobil didepan bar dan masuk untuk menemui Tom. “Hai, gadisku! Kau seperti ditelan bumi beberapa hari ini. Pria itu datang padaku dan mengatakan kau akan cuti untuk beberapa hari.” Dia merapikan barisan botol dibelakang meja. “Tom, maafkan aku. Banyak hal tak terduga yang terjadi belakangan ini.” “Yeah, aku harap dia yang terbaik untukmu, Kate. Kau sungguh perlu mengencani seseorang dengan serius.” Aku hanya tersenyum mendengarnya. “Bisakah kau melakukan sesuatu untuk ku?” “Apapun untukmu, Kate.” Aku mengeluarkan kunci mobil dari saku jeans ku dan meletakkan nya diatas meja. “Aku memarkirkan sebuah mobil didepan, akan ada seseorang yang mengambilnya nanti.” “Itu bukan mobil curian, kan, sayang?” Tom bergurau. “Bukan, aku meminjamnya. Pemiliknya akan mengambil mobil itu nanti. Aku ada keadaaan mendesak, jadi aku akan pergi sekarang.” Aku mengeluarkan tatapan memohon padanya. “Oke, baiklah. aku akan memberikan mobil itu pada pemiliknya.”   ♥♥♥ Aku memasuki kamarku dan berbaring diatas ranjang. Lexy masuk tanpa mengetuk pintu. “Ada apa? Kenapa kau tiba-tiba pulang?” “Aku masih tinggal disini, Lex.” Aku mencoba untuk memejamkan mataku. Saat aku merasa Lexy mencoba ikut berbaring disebelahku. “Ceritakan saja.” Dia memiringkan tubuhnya menghadapku. “Aku sedang tidak ingin bertemu dengannya, dan tidak ingin membicarakannya.” “Aku rasa ini akhir dari pembicaraan kita?” alis rapinya mengangkat tinggi. “Mengenai dia, iya.” “Oke, baiklah. Jadi kita hanya akan membicarakan tentang hal lain? Bagaimana jika tentang mencari pria lain untuk bersenang-senang?” “Aku tidak bisa untuk sekarang, Lex. Mungkin besok.” “Apa dia menyakitimu?” Aku terkejut dengan pertanyaan itu. Tidak pernah terpikirkan Xander akan menyakitiku. “Tidak, sama sekali.” “Baguslah. Jika dia menyakitimu, aku sendiri yang akan menghajarnya.” Ucapnya dengan penuh tekad. “Kau orang pertama yang akan kuberitahu jika dia menyakitiku, Lex.” Lexy mengecup pipiku ringan dan meninggalkan kamarku agar aku bisa beristirahat. ♥♥♥ “…aku tidak tahu, tapi dia memang sedang tidur.” Sayup-sayup aku mendengar Lexy bicara pada seseorang. Apa itu Xander? Sebelum aku tertidur aku mengirim pesan untuk menyuruhnya mengambil mobil di bar. Aku melihat jam diatas nakas, masih pukul dua lewat lima belas menit. Itu artinya aku baru tidur kurang dari satu jam. Tanganku mencari ponsel dibawah bantal dan melihat belasan panggilan tak terjawab dari Xander, aku mengaktifkan ‘mode sunyi’ sebelum aku tidur. Dia pasti khawatir. Dengan sangat terpaksa aku mencuci mukaku sebelum turun menemuinya. Walaupun Lexy sudah menghadapinya tapi aku yakin dia tidak akan pergi begitu saja. “Lex, aku ingin menunggunya hingga dia terbangun. Aku tidak akan mengganggunya.” “Maafkan aku, tapi..” “Lex.” Panggilku dari depan pintu. Lexy menoleh  dari Xander. Lexy bahkan tidak mengijinkan Xander masuk ke dalam rumah. “Kate.” Ujar Xander lirih. ­Lexy berbalik masuk kedalam rumah, aku menggumamkan ucapan terima kasih padanya. Xander memelukku dengan sangat erat sementara aku menghirup aromanya yang aku rindukan. Aku merindukannya walaupun aku baru berpisah dengannya tadi pagi. “Kate, ada apa? Kau membuatku cemas dengan pesan terakhir yang kau kirim padaku. Apa kau baik-baik saja?” dia melepaskan pelukannya dan mengusapkan tangannya di pipiku. “Ya, aku tidak apa-apa. Aku hanya ingin beristirahat.” Ucapku berbohong. “Kau bisa beristirahat dirumah dan kenapa kau meninggalkan mobil di bar?” tanyanya sambil merapikan helaian rambut yang terlepas dari ikatan. “Ini rumahku, Xander.” “Tidak. Jangan lagi, Kate. Kemana kau pergi tadi siang?” Tanyanya dengan hati-hati. “Aku hanya menemui temanku.” “Kau tidak menemui pria yang tempo hari menciummu, kan?” Dia menyipitkan matanya. Aku menggeleng dan tersenyum. “Tentu saja, tidak.” “Jadi, ada apa?” “Dengar. Bisakah kau memberiku waktu? Aku hanya ingin tinggal disini untuk sement…” “Tidak.” Dia memotong perkataanku sebelum aku menyelesaikannya. “Xander..” “Tidak, kau hanya akan tinggal dirumahku, Kate.” Aku tidak akan mengalah kali ini. “Tolong dengarkan aku. Kali ini saja. Aku ingin tinggal disini.” “Sampai kapan?” “Aku tidak tahu.” “Beri aku alasan, Kate. Kenapa aku harus mengabulkan permohonanmu?” “Aku..” Xander mengerutkan kening dan menunggu jawabanku. Alasan ini terpikir begitu saja dan terlontar dari mulutku. “Aku masih belum yakin apa aku ingin bersamamu atau tidak.” “Apa maksudmu?” “Xander, ini terlalu cepat. Kita baru bertemu kurang dari sebulan.” “Tidak masalah seberapa singkat pertemuan kita, Kate. Jika kau dan aku saling mencintai, waktu tidak akan menjadi masalah.” “Tapi, aku tidak mencintaimu.” Wajah Xander berubah pucat dan dia memejamkan matanya sambil menarik napas. Dia perlahan-lahan melepaskan tangannya dariku. “Hubungan kita baik-baik saja sebelum kau bertemu siapapun tadi siang.” “Aku hanya bertemu teman wanitaku, dan ini tidak ada sangkut-pautnya dengan hubungan kita.” Bantahku. “Lagipula, Xander, hubungan kita tidak baik-baik saja. Aku hanya menuruti perkataanmu selama ini. Aku tidak tahu kenapa aku bisa sebodoh itu. Selama ini aku belum pernah mengikuti apapun perkataan dari seorang pria yang tidak aku kenal.” “Pria yang tidak kau kenal? Aku mate mu, Kate. Demi tuhan, kenapa kau lakukan ini padaku?” Teriaknya dengan marah. “Bukan, kau yang menganggapku sebagai mate mu. Aku tidak menganggapmu demikian.” “Lalu apa maumu sekarang?” Dia bertanya dengan tanpa ekspresi, pengendalian dirinya patut aku acungi jempol. “Aku akan tinggal disini sekarang. Aku tidak akan kembali ke rumahmu.” “Itu akan membuatmu bahagia?” “Itu yang aku butuhkan sekarang.” Xander memandangku dengan marah namun kemudian dia mengangguk sebelum mundur dan berbalik menuju mobilnya dan pergi meninggalkan rumahku. Aku merasakan perih dihatiku melihatnya pergi dengan marah. “Kau putus dengannya?” “Lex, tidakkah kau pikir hubunganku dengannya terlalu cepat?” “Aku bukan ahlinya hubungan serius. Tapi jika dia ingin serius denganmu aku rasa tidak masalah jika terlalu cepat sekalipun.” “Hanya saja, terlalu banyak yang terjadi padaku dalam beberapa minggu ini. Ini bukan aku yang dulu. Aku tidak pernah berkencan serius dengan seorang pria selama bertahun-tahun.” “Memang terlalu banyak perubahan denganmu. Kau terlihat, jangan tersinggung, tapi kau terlihat berada dibawah kuasanya. Kau tidak akan mau diperintah oleh pria manapun sebelumnya.” “Itu maksudku.” Jawabku dengan termenung. “Tapi itu kan bukan masalah, Kate. Pada akhirnya kau ataupun aku harus menetap dengan satu pria nantinya.” “Aku tahu, tapi ini terlalu cepat. Tujuanku bahkan belum tercapai, ingat?” “Kalau begitu, ayo kita fokuskan pada hal tentang Kiara. Dan kau bisa kembali tinggal dengan kekasih tampanmu itu.” Itu bukan tujuanku. Tujuanku setelah menemukan Kiara adalah pergi dari sini dan kembali ke kehidupan lamaku di Australia. Itu yang aku pikirkan saat aku memutuskan untuk meningalkan Xander sejak dalam perjalan pulang dari rumah Sara. Cepat atau lambat aku memang akan meninggalkan dia. Aku tidak bisa tinggal disini. Itu sebabnya aku tidak pernah menjalin hubungan serius dengan pria manapun dikota ini. Tidak terkecuali Xander. ♥♥♥
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN