9

1028 Kata
Aku berbaring ditempat tidur setelah melakukan pertemuan dengan Dad. Xander melanjutkan pertemuan hingga sekarang. Mereka sangat serius membahas tentang penyerangan Werewolf di wilayah mereka akhir-akhir ini. Sekarang aku tahu itulah yang menyita banyak waktu Xander. Aku menelepon Sara. “Sara, apa aku mengganggumu?” “Ayolah, aku tidak akan terganggu dengan sebuah telepon darimu. Kali ini ada cerita apa, Kate?” “Aku hanya ingin menyapamu, sialan.” “Itu sangat basi. Ayo cepat katakan. Aku penasaran dengan petualangan cintamu.” “Kau memang tidak bisa dibohongi ya?” “Tentu saja, apa lagi olehmu.” “Baiklah.” Aku menyerah. “Aku ingin bertanya. Apa nenekmu mengalami perubahan yang aneh setelah melakukan hmmm.. kau tahu...” Aku malu mengatakannya. “Penyatuan dengan mate nya?” “Iya, apa nenekmu bercerita sesuatu tentang itu?” “Nenekku menceritakan kisahnya turun temurun. Pada anak anak dan cucu-cucu nya. Tapi setahuku tidak ada yang aneh yang dia alami selain merasakan cinta yang mendalam dan menggebu-gebu. Apa kau juga mengalaminya, Kate?”  Lalu aku mendengar Sara tertawa. “Aku serius, Sara. Apa kau yakin dia tidak membicarakan sesuatu yang aneh?” “Tidak, aku yakin sekali. Ada apa?” “Hm, tidak. Aku hanya takut aku akan berubah menjadi Werewolf setelah melakukan itu.” “Kau tidak akan berubah kecuali ada yang menggigit dan menguras darahmu serta menyebarkan virus Werewolf kedalam nadimu. Kau tidak digigit kan?” “Tidak, tentu saja tidak. Baiklah, aku akan menghubungimu kembali.” Tepat setelah aku mematikan koneksi, Xander masuk ke kamar dan duduk disampingku. “Kau baik baik saja?” Xander menatapku dengan matanya yang membuatku tersihir tiap kali aku memandangnya. “Memangnya aku kenapa?” “Aku khawatir.” “Tidak ada yang harus aku khawatirkan bukan?” “Iya, tidak ada.” Xander menciumku dan mengelus kepalaku. Aku bergeser dan memberi tempat untuk Xander berbaring disampingku. “Bagaimana perkembangan kasus penyerangan itu?” “Klan ku masih bisa mengatasinya.” Jawabnya singkat. Aku merapatkan tubuhku dan bersandar padanya. “Mengapa ada musuh yang menyerang diwilayah ini? Aku kira Virginia hanya memiliki satu klan. Aku pernah membaca dari sebuah buku biasanya satu kota hanya ditinggali oleh satu klan. Apa mereka dari kota lain?” Tanyaku penasaran. “Sayangnya, mereka memang berasal dari klanku.” Dia terlihat enggan menjawab namun aku benar-benar penasaran kali ini. “Bukankah kalian seharusnya bersatu untuk memperluas wilayah?” “Sepertinya kau mendapat pengetahuan yang banyak akhir-akhir ini.” Dia mencolek hidungku. “Mereka pemberontak yang tidak setuju karena pimpinan klan turun kepadaku. Mereka tidak ingin aku menjadi alpha.” Xander mengangkat tubuhku naik ke pangkuannya dan menyusupkan wajah dileherku. Menghirup aromaku dalam-dalam dan tampak menikmatinya selagi aku berpikir. “Apa kau seorang alpha?” Dia menganggukkan kepalanya. Sial. Pantas saja dia bersikap posesif dan seenaknya sendiri. Dia mengecup leherku berkali-kali. Aku harus menengadahkan leherku untuk memberi akses padanya agar lebih mudah. “Kenapa mereka tidak ingin kau jadi alpha?” “Karena aku memiliki kelemahan.” Bisiknya serak. Aku mengangkat alisku menunggu kata selanjutnya. “Aku tidak bisa bertransformasi menjadi serigala dan aku tidak punya jiwa serigala didalam diriku.” Aku yakin mataku membulat dan hampir keluar dari tempatnya. “Apa maksudmu?” Xander menghentikan ciumannya dan mengangkat wajahnya dari leherku untuk menatap mataku. “Aku hanya memiliki kekuatan dan kecepatan seperti Werewolf pada umumnya, mungkin lebih kuat dari mereka, namun aku tidak punya jiwa serigala.” “Apa itu kelemahan?” tanyaku bingung. “Tentu saja, jika aku memimpin peperangan, klan lain bisa mudah menerkamku sebagai manusia.” “Tapi kau punya kekuatan dan kecepatan melebihi mereka walaupun kau tidak bisa berubah.” “Tetap saja aku kalah dalam hal ukuran.” “Lalu apa kau pernah diterkam atau dikalahkan oleh serigala lainnya?” “Sejauh ini belum.” “Dan aku yakin tidak akan pernah.” Aneh, kata kata itu terlontar dengan sendirinya. Namun jauh dari lubuk hati aku memang tidak ingin lelaki disampingku sekarang mengalami hal yang buruk. Aku menciumnya yang langsung disambut dengan terlalu bersemangat olehnya. Tangannya berinisiatif lebih dulu membuka kancing atas dressku dan mulai meloloskan pakaianku satu persatu. Lalu aku beranjak dari pangkuannya membantu Xander membuka kancing celananya selagi ia melepaskan kemeja melalui kepalanya. Dia mendorongku hingga aku berbaring dan lengannya membuka pahaku, jemari nya yang lihai mulai membelai milikku. Aku melengkungkan punggung dan mengerang. Dia menciumku dalam selama melakukan keahliannya dengan jemarinya. Dan berbisik, “kau menginginkanku.” “Ya, aku menginginkanmu.” Jawabku cepat. “Kau akan menjadi alasan kematianku, sayang.” Aku terdiam mendengar perkataannya. Dan memandang matanya untuk mencari kebohongan. Tapi dia terlihat serius dengan perkataannya. Itu membuat hatiku meleleh. Xander menciumku dengan mulut terbuka dan mulai menyatukan tubuhku dengannya. Sensasi Xander memenuhi tubuhku bertambah luar biasa dari sebelumnya. “Oh tuhan.” Erangku. Xander menatap mataku saat aku mencapai pelepasan yang luar biasa. Ia mengerang mengikutiku melepaskan puncaknya dan menempelkan wajahnya dileherku. ♥♥♥ Aku membuka mata dan melihat hamparan langit malam yang kelam tanpa ada sedikitpun cahaya bintang. Memandang berkeliling hanya untuk mendapati bahwa aku berada disebuah hutan. Dimana aku? Hanya ada dua jalan, lurus ke depan atau berbalik kembali ke belakang. Aku mulai berjalan kedepan mengikuti jalan setapak tanpa tahu apa yang menantiku di depan sana. Bukankah hidup seperti ini? Yang harus kita lakukan hanyalah menghadapi apa yang ada didepan kita walaupun tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi setelahnya. Terdengar suara sorak-sorai di kejauhan, aku pun semangat berlari menuju sumber suara. Tak lama kemudian aku melihat kerumunan orang yang melingkar, seolah mereka mengelilingi sesuatu. Aku menyipitkan mataku berharap dapat melihat apa yang menjadi tontonan mereka. Tapi aku sama sekali tidak dapat melihat sedikitpun. Dengan ragu aku maju melangkah lebih dekat ke belakang kerumunan itu. Seorang pria berkepala botak dengan kepala tertunduk berada ditengah kerumunan tersebut. Kedua tangannya diikat keatas dan badannya penuh dengan darah. Dihadapannya berdiri seorang pria berbadan besar yang memegang sebuah pisau. Dengan secepat kilat dia menusukkan pisau itu tepat pada jantungnya. Dan pria yang terikat itu pun terkejut kemudian mendongakkan kepalanya pada pria yang menikamnya. Dengan perlahan kesadaran pria itu melemah dan mulai memejamkan matanya. Sorak sorai terdengar kembali, lebih keras dari sebelumnya. Aku melangkah lebih dekat membelah kerumunan karena rasa penasaranku. Mataku membesar saat aku melihat siapa pria yang terikat disana. Aku berteriak sekencang mungkin dan lututku mendadak lemas. Aku tersungkur diatas tanah dan mataku mulai mengeluarkan tetesan air mata. Xander. Pria itu telah membunuh Xander. Dia menikamkan pisau pada jantungnya. Tapi kenapa? Aku melihat sekeliling, dan aku baru sadar bahwa mata mereka bukan mata manusia. Mereka memiliki mata merah menyala. Aku ingin berlari dari hutan ini tapi aku tidak bisa meninggalkan Xander disini. Pria pembunuh itu datang menghampiriku dengan mengarahkan pisaunya padaku. “Tidak, jangan.” Aku mendengar diriku memohon padanya. Dia semakin mendekat dan memamerkan senyum nya. “TIDAK!” Jeritku. “Kate.” Aku membuka mata dan melihat Xander memandangku dengan cemas. “Sayang, ada apa?” Aku bermimpi. Syukurlah hanya mimpi. “Aku.. aku bermimpi. Lagi.” Napasku masih memburu. “Itu mimpi yang sama?” tanyanya pelan. Aku mengusap pipiku yang basah. Aku mengangguk. “Mimpi yang sama.” Raut wajah Xander berubah, entah kenapa. “Itu hanya mimpi, kau harus kembali tidur ini masih tengah malam.” Dia menarik lembut kepalaku untuk bersandar dibahunya. Lalu aku memejamkan mataku kembali dan berusaha melupakan mimpi itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN