BAB 1 dan 2
Bab 1 Lelaki itu bernama Toshio Wataru
Mata perempuan itu menatap lekat-lekat lelaki yang tinggal di sebelah apartemennya. Ada apa gerangan sampai ia menyapa setelah setengah tahun pindah ke tempatnya?
"Kenapa kau bengong?" tegurnya.
Perempuan itu mengerjapkan mata sesaat. Sungguh ganjil terperangkap percakapan dengan tetangganya itu.
"Aku tanya, apa kau ada waktu luang akhir pekan ini?"
"Eng... memangnya kenapa?" tanyanya waspada.
"Kau sudah tahu aku, kan? Aku Toshio Wataru. Namamu Misaki, kan? Sejak aku pindah kemari, kurasa kau sudah tahu orang seperti apa aku ini," senyum licik terpasang di wajahnya yang tampan dan dingin. Mata yang terlalu dingin untuk seorang manusia! Misaki bergidik!
"Mau apa kau?" tangannya menarik pintu sedikit, berusaha menjaga jarak agar lelaki itu tak menyerang jika otak mesumnya jalan.
Tak!
Wataru menahan pintu.
"Aku tak tertarik pada tipe sepertimu," lelaki itu mendengus geli. "Kutu buku. Bikin aku alergi saja!"
"Kalau kau alergi, lantas kenapa datang mencariku?"
Misaki memasang tampang galak, kacamata bulatnya melorot sedikit.
"Aku mau minta tolong."
"Apa?"
"Kau tuli, ya?"
"Hooo! Kau alergi pada kutu buku sepertiku tapi masih mau minta tolong?" sudut-sudut bibir Misaki berkedut.
"Aku akan membayarmu. Tenang saja."
"Kau gila, ya! Aku bukan w************n!" Misaki mendorong pintu hingga kepala lelaki itu terbentur.
"Kau ini hewan liar, ya! Aku bilang aku akan bayar, bukan berarti mau 'pakai' kamu!
"Jah*nnam! Pergi kau!"
Mereka berdua beradu tarik-menarik tepian daun pintu apartemen sambil menatap galak satu sama lain.
"Aku hanya mau minta tolong temani aku menghadiri sebuah acara sebagai pendamping. Aku masih punya akal sehat, kau gila, ya? Kau anggap aku apa?"
"Mana ada orang normal minta tolong tapi ngasih bayaran? Caramu minta tolong juga nggak sopan!"
"Kalau aku minta tolong baik-baik sesuai keinginanmu, kamu mau menolongku?" ia menggertakkan gigi, kesal.
"Tergantung sikapmu," katanya cuek.
Lelaki itu melepas tangannya dari pintu, menghela napas sejenak, lalu pandangan seriusnya lurus ke depan.
"Itu sangat tidak nyaman. Kau tahu? Memang kau ini detektif?"
Lelaki itu hanya tersenyum licik, detik berikutnya membungkuk sempurna pada Misaki.
"Aku mohon! Tolonglah aku kali ini! Aku akan mengabulkan apa pun yang kau inginkan."
Misaki bengong.
Terlalu formal! pikir Misaki, merasa tidak enak.
"Ba-bangunlah! Aku akan menolongmu tanpa imbalan apa pun."
"Tidak. Aku pasti akan mengabulkan apa pun yang kau minta selama aku mampu," ia bangkit. "Tak ada hutang budi dalam kamus hidupku."
"Ugh... terserahlah..." Misaki menghindari tatapan serius nan dingin lelaki playboy itu. "Katakan, apa maumu?"
Lelaki itu tersenyum penuh kemenangan.
....................................
BAB 2 Misaki a.k.a Black Andromeda
Misaki termenung cukup lama menatap langit biru, duduk bersandar di samping jemuran di balkon apartemennya.
Ia tak tahu harus berkata apa.
Toshio Wataru memintanya untuk menghadiri acara resmi sebagai kekasihnya. Lebih tepatnya berpura-pura sebagai tunangannya dari luar negeri.
Harus bagaimana ia sekarang?
Jam dinding menunjukkan pukul 7 pagi lewat. Setelah kemarin tiba-tiba menegurnya dengan cara yang tidak sopan, kini ia harus terlibat dengan lelaki menjijikkan macam Toshio Wataru. Sangat mengganggu!
Sudut matanya mencuri-curi pandang balkon milik tetangganya itu. Sunyi. Biasanya Misaki sesekali melihatnya merokok atau berc*mbu dengan wanita berbeda-beda tiap minggu.
Lelaki itu berkata akan pergi selama dua sampai tiga hari untuk mengurus sesuatu. Baru kemudian rencananya akan dimulai.
Kira-kira, acara seperti apa yang akan dihadirinya itu? Misaki tak diberitahu apa-apa mengenai hal itu walau sedikit saja. Satu hal yang dikatakannya adalah agar rambut hitam panjang sepinggang Misaki dirawat dengan baik, bukannya awut-awutan seperti biasanya. Gara-gara itu, ia mesti mulai memakai sampo tiga kali setiap mandi. Hasilnya? Rambutnya sangat halus pada usaha pertama. Tak lupa ia meratakan ujungnya. Kini ia terlihat seperti boneka Kokeshi* berkacamata.
Ponselnya berbunyi.
"Ya, halo?"
"Mi-chan~ aku sudah bilang. Deadline-nya tiga bulan lagi! Seminggu ini sudah ada banyak pre-order! kau ngapain aja, sih?
"Aduh, Pak editor yang terhormat! Aku bilang, kan, sabar. Inspirasi belum menyapaku. Kalau sudah, pasti akan aku kabari. Ok?" Misaki tersenyum kesal.
"SABAR BAGAIMANA? KAU TAHU? AKU SUDAH KENA MARAH ATASANKU GARA-GARA MEMBELAMU?!"
"OK! OK! Tenang sedikit! Aku hampir menyelesaikannya, kok! Sudah setengah buku, loh!"
"KAU INI! APA WAKTUNYA CUKUP? Tolong perhatikan kerjaanmu, Misaki! Meski kau adalah penulis terkenal misterius, pembaca bisa mengamuk dan protes ke perusahaan gara-gara telat merilis serial terbaru buku 'Mawar Bertopeng'. Sangat buruk untuk perusahaan! Sudah ada lebih lima ratus ribu yang pre-order bukumu. Jangan main-main!"
"Iya, iya! Kalau begitu aku akan segera melanjutkan pekerjaanku. Jangan menghubungiku sampai bulan depan!"
"Aku mohon, Misaki! Seriuslah kali ini! Kau menganggap remeh reputasimu, yak? Ingat! Kau ini penulis misterius andalan perusahaan. Aku satu-satunya yang tahu identitasmu. Jika aku dipecat, siapa yang akan mengurus semua keperluanmu terkait kerjaanmu ini? Kau sendiri yang tak mau tampil di publik dan malah memilih menyembunyikan semua hal tentang dirimu. Aku tak mengerti. Padahal kau ini bisa dibilang sangat cantik dan pintar. Kau tak ingin menjelaskannya pun aku tak akan protes, tapi kumohon jangan membuat masalah yang tidak perlu. Kau baik-baik saja, kan?"
"Maafkan aku. Iya. Aku baik-baik saja. Terima kasih sudah mengurusku selama ini. Aku akan berusaha yang terbaik!" ujarnya penuh semangat.
"Black Andromeda. Nama pena macam apa itu? Tidak heran novelmu genrenya romansa tragedi semua. Sesekali bikin yang romansa komedi, dong!"
"Aduh~ Pak editor cerewet sekali, ya~? Mau, ya, aku hiatus dua tahun, atau pindah agensi?" ancamnya licik.
"ARRGGHH!!! Misaki! Aku hanya bercanda! Bercanda!" lelaki itu berteriak panik kemudian terbahak canggung.
"Yah... baiklah. Aku juga hanya bercanda, kok! Setelah buku ketiga Mawar Bertopeng ini selesai, aku akan coba membuat genre romansa komedi."
"Benarkah? Kurasa itu ide yang bagus!" terdengar nada bersemangat yang ditekan di seberang sana.
"Dan tak lupa tragedinya!" Misaki tersenyum simpul.
"Yah. Apalah..." desahnya, menyerah.
Percakapan mereka pun selesai.
Dengan perasaan ogah-ogahan, perempuan berkacamata itu membuka laptopnya yang sudah sangat tua. Meski seorang penulis terkenal dan sukses, ia harus hemat bukan main. Tanggungannya banyak dan karena itulah memilih hidup di kota besar sendirian dengan menyewa sebuah apartemen kecil.
Ayahnya mengalami koma, sudah sejak kurang lebih 5 tahun lalu karena kecelakaan. Hingga kini kasusnya pun tak terungkap, disebabkan ada orang besar di balik kejadian itu.
Keluarganya terdiri dari Ayah dan ibu, serta dua adik perempuan yang masih bersekolah dasar dengan rentang usia yang jauh, terpaksa membuat Misaki jadi satu-satunya tulang punggung keluarganya.
Biaya rumah sakit yang tak sedikit membuat Misaki menerima pekerjaan apa pun selama tidak bertentangan dengan moral dan hukum.
Sebelum sukses sebagai penulis, tiap hari perempuan itu memiliki empat sampai lima pekerjaan paruh waktu di masa-masa terberatnya, dan hampir di setiap penghujung hari menangis meraung-raung dengan kenyataan pahit yang harus dijalaninya.
Untunglah, hobi menulisnya meraup uang dari w******l* dan mendapat dukungan netizen agar dibukukan.
Dua tahun lalu, seharusnya ia telah menamatkan kuliahnya, namun karena desakan biaya dan waktu yang sedikit, terpaksalah ia putus di tengah jalan dan mulai melakukan kerja paruh waktu gila-gilaan. Padahal impiannya ingin bekerja di lembaga antariksa terbesar di Amerika.
Semuanya kandas karena kecelakaan ayahnya itu.
Marah? Sangat, sangat marah! Rasanya sungguh tak adil!
Tapi ia kasihan melihat ibunya yang seolah ingin menanggung derita sendirian, meski ada kompensasi dari pihak pelaku yang diberikan secara anonim, tapi itu hanya cukup menutupi biaya perawatan dua tahun ayahnya.
Matanya tertuju pada bingkai foto kecil di atas meja samping TV kecil. Senyumnya merekah, bahagia sekaligus sedih.
"Mama... aku meminta lima ratus juta pada laki-laki yang tak aku kenal. Tak apa-apa, bukan? Padahal aku awalnya menolak mati-matian. Bagaimana sekarang? Aku bukan w*nita murahan, kan, Ma?" ia mencengkeram bagian depan bajunya. Rasa takut, jijik, dan sedih silih berganti mewarnai raut wajahnya.
"Apa hakku mengatai playboy itu menjijikkan sementara aku sendiri kotor begini?" bulir-bulir air matanya berjatuhan.
Kejadian sewaktu kelas satu SMA sungguh tak akan pernah bisa terhapus dari ingatannya. Luka yang mungkin tak akan pernah sembuh.
Ia dip*rkosa dengan kejinya oleh kakak kelas yang dicintainya....
Dan hal itu dijadikan tontonan oleh teman-teman lelaki itu....
Rasa nyeri menghantam dadanya.
"LELAKI IBLIS!" jeritnya tertahan, air matanya mengalir menuruni kedua pipinya. Bibirnya digigit kuat-kuat, mata dipejamkan erat meredam ingatan buram yang menyakitkan di masa lalu.
-------------------------
Terima kasih telah membaca!
Seperti di novel saya yang lainnya, penggunaan tanda " * ", memiliki dua makna:
a. Jika terdapat di belakang kata, maka memiliki catatan kaki. Contoh: Kokeshi*
b. Jika terdapat di dalam sebuah kata, artinya berfungsi untuk menyensor kata yang tidak pantas.
Contoh: bangs*t!
-------------------
1. Kokeshi : boneka kayu tradisional Jepang tanpa lengan atau kaki dengan motif kimono dan bentuk rambut bervariasi (umumnya berambut bob berponi rata).
2. w******l: novel online, dan biasanya tidak ada versi buku fisiknya.
~ Tips. Jika masih tak mengerti penjelasan di catatan penulis, silahkan gugel sendiri.