Bab 18 Wanita Itu

1294 Kata
Perempuan itu berdiri membelakanginya. Rambut hitam halusnya tergerai indah dan menawan. Meski tubuhnya dibalut oleh gaun putih mewah yang sangat indah, dari siluet tubuhnya ia bisa tahu dengan pasti bahwa sosok itu adalah Si jelek mata empat. Norak sekali dia ketemu makanan lezat di pesta mewah seperti ini. Piring di tangan kirinya penuh dengan makanan yang menggunung. Wataru tersenyum mengejek. Di depan perempuan itu berjejer hidangan serba mahal dan mewah dari hotel bintang lima. Kali ini dia tertawa, geli melihat tingkah tunangan palsunya itu seperti orang kelaparan. "Misaki! Kalau makan terburu-buru, kau bisa tersedak!" ia melangkahkan kakinya menuju meja hidangan. Perempuan itu berhenti melakukan kegiatannya. Ia berdiri tampak aneh. "Misaki? Kau malu, ya, ketahuan makan kayak babi rakus begitu?" Tangan kanannya meraih bahu kiri perempuan itu. Tapi, meski ditegur demikian si lawan bicara hanya diam saja. "Oi! Kenapa mengabaikanku? Kau mau cari masalah dengan majikanmu ini, hah?" sebelah keningnya terangkat. Merasa ada yang tak beres, ia membalik paksa tubuh perempuan itu. Salah orang, kah? Pikirnya. Betapa terkejutnya ia melihat pemandangan horror di depan matanya. "Misaki?!" kakinya mundur selangkah. "To… Shio… san…" bibir Misaki menyebut nama lelaki itu dengan nada berbisik yang pelan. Wajah perempuan itu pucat pasi. Darah segar mengotori mulut dan seluruh bagian  d a d a  gaunnya. "A-apa ini?" Seketika juga di sekelilingnya berubah bentuk yang tidak masuk akal. Puluhan pasang mata besar-besar muncul dari balik kegelapan, dan dengan tubuh berdarah-darah, Misaki tersenyum mengerikan berdiri di tengah-tengahnya. "MISAKI!" lengking Wataru panik, tangannya menggapai-gapai ke arah Misaki yang semakin menjauh dan tertelan oleh kegelapan yang menyelimuti mereka. "Toshio-san… Kenapa kau suka menindasku? Apa kau sebegitu membenci diriku yang jelek ini? Sadako yang tak disukai siapapun ini? Apa kau tak punya hati nurani sedikitpun?" Suara Misaki bergaung memenuhi ruangan gelap berdistorsi itu. Wataru berlari-lari dalam kegelapan tiada ujung. Ia mencari-cari sosok perempuan bermata empat itu tapi yang ditemuinya hanyalah sop bawang putih raksasa seukuran rumah yang tiba-tiba jatuh dari dari atas, nyaris meremukkannya. "Toshio-san… Ini hukuman untukmu!" suara Misaki terdengar memelas penuh kepiluan, dan mangkuk raksasa berisi sop bawang putih itu tumpang ke arahnya layaknya air bah, ia megap-megap tenggelam akibat siraman tiba-tiba tersebut. Sop itu sepertinya sudah basi hingga membuat hidungnya berkedut tak senang. BRUK! Wataru jatuh dengan debam keras dari tempat tidur Misaki. Wajahnya kacau bukan main menahan bau tak sedap masuk ke hidungnya. Ia menggelepar-gelepar di lantai seperti ikan yang diangkat ke daratan. Ekspresinya berkali-kali menampakkan akan muntah tapi tak kunjung keluar sesuatu pun dari mulutnya. "Apa kubilang. Trik ini selalu berhasil." Reiko menyeringai lebar. Puas dengan hasil kerjanya. "Reiko-san!" seru Misaki, panik tak tahu harus bagaimana menolong Wataru yang baru saja menghirup bau kaos kaki yang dibawa oleh Reiko. "Tenang saja. Selama ini belum ada yang mati setelah menghirup kaos kaki yang tak pernah dicuci selama dua tahun penuh ini." Ia memutar-mutar kaos kaki busuk itu di udara. Tiba-tiba ia menutup hidungnya sendiri, mukanya berubah suram. Refleks Misaki menjauh ke sudut ruangan. "REIKO!" raung Wataru. Ia mencengkeram lehernya yang masih terasa eneg bukan main. Matanya memerah dan berair. "Oh! Kau sudah bangun, adikku sayang?!" ia tergelak puas. "MISAKI!" kali ini ia meraung pada perempuan berponi rata itu, melotot kesal. "Ka-kau tidur terus, sih. Jadi aku menelepon Reiko-san untuk minta tolong. Aku, kan, panik, kau tidak bangun-bangun juga." Misaki menolak bertatapan mata dengan makhluk yang tengah mengamuk itu. "KAU!" raungnya lebih keras lagi. Belum sempat ia berkata kalimat lain, Wataru bangkit dan berlari kesetanan menuju kamar mandi. Dia memuntahkan semua isi perutnya dalam sekejap. "Reiko-san. Apa benar dia tidak apa-apa? Sepertinya parah, deh." Matanya mendelik ke arah kamar mandi. "Tenang saja. Ini memang khusus untuk Wataru-kun." Kaos kaki busuk itu dimasukkan ke dalam kotak transparan khusus yang memiliki gembok. "Khusus?" "Anak itu kalau tidak segera dibangunkan akan mimpi buruk dan mulai demam. Meski ia tidur nyenyak karena mendapatkan tempat yang nyaman, tapi di situlah kelengahan alam bawah sadarnya. Tak ada yang sempurna di dunia ini, Misaki." Reiko menyilangkan tangan di  d a d a, tampak serius sekaligus cemas. "OI, REIKO! KAU MAU MEMBUNUHKU, YA? APA KALIAN INI SEMUA SATU KOMPLOTAN?" Wataru menerjang keluar dari kamar mandi, tubuhnya basah dari ujung kepala sampai ujung kaki. Penampilan lelaki itu sangat berantakan, tapi sangat terlihat seksi dan mempesona. Dasar orang tampan! Pikir Misaki singkat. "Oh! Bagaimana perasaanmu sekarang? Apa kau masih bermimpi tentang hal itu?" tanyanya riang. "Kau!" lelaki itu tiba-tiba diam, matanya melirik cepat ke arah Misaki yang gemetar ketakutan di sudut ruangan. "Wataru. Apa ini kejadian pertama sejak awal tahun ini?" selidik Reiko. "Aku-" dia terdiam memandang Reiko. "Sial…" Wataru meringis, tangan kanannya mencengkeram separuh wajahnya. Kepedihan terpampang jelas di wajah pria tampan itu. Misaki terhenyak melihat pemandangan aneh itu. Sorot matanya beralih ke Reiko yang mengamati Wataru dengan saksama. "Tak kusangka kau bakal menemukan tempat yang nyaman untuk tidur semenjak kebakaran itu. Apa Misaki membuatmu merasa sangat nyaman dan aman? Sampai mengigau sebut-sebut namanya segala." Reiko tersenyum kecil, bola matanya berkilat tajam. Nyaman dan aman? Apa maksudnya? Batin Misaki. "Apa? Yang benar saja!" mataWataru memandang jijik penuh amarah pada Misaki. "Ke-kenapa?!" Sadako mini market itu terkejut. "Hentikan!" tegas Reiko."Jika kau seperti ini, artinya Misaki istimewa bagimu, kan?" "Jangan bicara sembarangan! Gara-gara aku tidur di sini, dia tidak hanya jadi sadako di dunia nyata, bahkan dalam mimpiku dia sangat mengerikan dengan gaun putih berlumuran darah!" "Apa?" ingin rasanya Misaki protes mendengarnya, tapi ia tak mau mencampuri pertarungan kakak-beradik ini. Reiko mendengus. "Jadi kau sudah tidak memimpikan wanita itu?" Suasana hening seketika. "Jaga mulutmu, Reiko. 'Wanita itu' adalah ibuku. Dia punya nama." Suaranya dalam dan mengancam. "Tidak perlu marah begitu. Lihat sisi cerahnya, gara-gara bertemu sadako ini, kau tidak bermimpi ibumu lagi, kan?" Ia menarik Misaki ke depan, menepuk-nepuk bahunya dengan bangga. "Re-Reiko-san." Mukanya cemberut. Sedari tadi ia tak paham apa maksud semua ini. "Yah… karena kau sudah bangun. Aku akan pamit dulu. Bukankah kau ada janji dengan Misaki? Sekarang sudah jam 6 lewat. Aku sudah memesan reservasi di hotel milik suamiku, kalian bersiap-siaplah. Aku menunggu kalian di sana, biar aku yang mengajari Misaki table manner dalam waktu singkat ini. Keadaanmu sangat tidak layak. Sangat berantakan." Cemooh Reiko. Wataru tak berkata apa-apa. Ia hanya memandang galak Reiko, lalu membentak Misaki dengan seenak hati. "Oi, Sadako! Cepat bersiap-siap dalam satu jam! Jangan membuatku makin kesal!" Setelah berkata demikian, ia meninggalkan apartemen Misaki. Membanting pintu dengan keras dan mengumpat tak karuan. "Apa dia baik-baik saja?" kata Misaki tanpa sadar. "Ah! Tentu saja. Sangat baik, Misaki. Terima kasih sudah menerima Wataru-kun dalam hidupmu." Wajah Reiko memancarkan aura penuh kelegaan dan keharuan yang sulit Misaki jelaskan. "Reiko-san. Aku hanya tunangan palsu. Tunangan kontrak. Apa maksudnya berterima kasih?" Misaki tertawa aneh, rasanya seperti baru saja diperlakukan layaknya wanita yang baru menikah. Yang benar saja! Wanita seksi itu menghela napas panjang, mengelus-elus puncak kepala Misaki dan berkata penuh kasih sayang. "Misaki, Aku berharap kau benar-benar bisa menjadi pasangan sehidup-semati dengan Wataru." GLEK! Mendengar itu, kedua bahu Misaki naik, kaget bukan main dengan keseriusan wanita seksi itu. "Reiko-san…" suaranya gemetar. "Sial. Bagaimana ini? Tapi aku masih mau sedikit mengerjainya dulu. Biar dia kapok sekali-kali." Reiko terkikik jahil, ia memikirkan beberapa profil pria yang sudah dipilih sementara untuk Misaki. "Baiklah! Aku pergi dulu. Wataru bukan orang yang sabaran, loh! Jadi ayo cepat dandan yang cantik dan menawan!" ia berlalu menuju pintu dengan kotak kaos kaki dilambaikan di atas kepala. Sadako mini market itu berdiri bengong cukup lama setelah kepergiannya. Pikirannya kusut sangat kusut. Banyak sekali teka-teki yang bermain di otaknya dengan kejadian barusan. Percakapan kedua makhluk merepotkan tadi sangat sulit untuk dipahami oleh otaknya yang level pas-pasan. Misaki memasang tampang cemberut sesaat, kemudian menghela napas panjang. Pasrah. "Sungguh kakak-adik yang rumit!" komentar Misaki pelan. Matanya menyapu ruangan. Sangat berantakan. Dan spontan memekik melihat lantai yang basah oleh kelakuan Wataru. "Tatami-nya!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN