3. Married Man

1013 Kata
3. Rasa Kecemasanku Setelah beberapa hari diriku di Kota perantauan, aku mendapatkan kabar dari Istriku. Istriku menelpon dan memberi kabar kepada diriku, bahwa anakku telah beberapa hari ini tidak diberi s**u formula olehnya. Istriku memberikan anakku sebotol s**u yang berisi air gula pasir putih. Aku merasa sangat merasa khawatir, jika anakku setiap hari harus meminum air tersebut. Aku merasa sangat khawatir karena takut anakku akan sakit jika terus-terusan dikasih air gula tersebut. Dari kecil anakku memang tidak menyusu kepada Ibunya, karena Istriku tidak dapat mengeluarkan ASI untuknya. Aku pun sempat menyuruhnya untuk berhutang terlebih dahulu kepada warung maupun toko terdekat dari rumahku, akan tetapi warung tidak memberikannya. Dengan alasan hutang Istri maupun hutangku telah menumpuk di buku catatan hutangnya. Tidak ada daya yang dapat aku lakukan pada saat itu. Seketika tubuhku melemas tidak berdaya sambil menitikan air mata di teras kosan tempat tinggalku. Diriku memang seorang lelaki dan juga seorang ayah. Namun kelemahanku adalah kabar dari anakku. Setiapkali ada kabar buruk darinya, disitulah kelemahanku sebagai seorang Ayah. Mungkin sebagian pria yang memiliki kasih sayang yang tulus kepada seorang anaknya, pasti akan sama sepertiku, dia akan menangis setiapkali mendapatkan kabar buruk dari anaknya. Dengan singkatnya aku pun langsung menutup telpon Istriku, karena aku merasa tidak tahan untuk mendengarnya. Hingga pada akhirnya aku termenung, menyendiri dan terhanyut dalam lamunanku. Aku tidak menghiraukan meskipun Juan sahabatku memanggilku dari bawah, aku masih terlena berada di dalam lamunanku. Hingga pada akhirnya Juan naik ke atas mencariku. "Rupanya disini orangnya." Ucap Juan yang melihatku sedang berada di teras kosan. Juan mendekatiku dan dia menatapku. Sempat ada kata dia menyapaku saat mendekatiku. Namun dengan seketika Juan tidak berbicara, Juan mengetahui diriku yang sedang termenung dan melamun sambil menitikan air mata dengan mataku yang memerah. Melihat diriku yang seperti itu, Juan menanyakan masalah apa yang sedang aku hadapi pada saat itu. Aku pun menjawabnya dan aku menceritakan kepadanya. Juan memahami masalahku dan dia menawarkan pinjaman kepadaku. Dia memaksa aku untuk menerima pinjamannya, meskipun aku bersi-keras untuk menolaknya, karena aku fikir aku telah banyak berhutang budi kepadanya. "Ran, pakailah uangku dulu?" Ucap Juan menawarkan pinjaman kepadaku. "Tapi Ju?" Ucapku. "Sudah, ambil dan beri saja nomer rekening kamu yang ada dikampungmu itu. Biar aku transfer sekarang juga. Agar istri kamu dapat menggunakannya besok." Ucap Juan. Aku pun bergegas masuk kedalam kamar lalu mencari nomer rekening tetangga rumahku yang aku simpan didalam dompetku. Setelah aku menemukannya, Aku berikan nomer rekening tersebut kepadanya dan disaat yang bersamaan Juan langsung mengirimkan uangnya kepada Istriku melalui M-Bangking di Hapenya. Juan menunjukkan bukti transferannya kepadaku. "Ini ya Ran? Sudah aku transfer?" Ucap Juan sambil menunjukkan bukti transfernya kepadaku. "Makasih banyak ya Ju?" "Ah, santai saja kali Ran. Udah kayak ke siapa aja kamu?" Ucap Juan. sejenak aku pun merasa lega dan lumayan merasa tenang, karena anakku akhirnya dapat meminum s**u formulanya kembali. Setelah perasaanku merasa lumayan lega, diriku menanyakan ada keperluan apa Juan memanggil dan mencariku. "Oh iya Ju, ada apa kamu mencariku?" "Ini, aku mau memperkenalkan anak-anak tetangga kosan yang tinggal dikosan ini Ran. Kamu kan sudah hampir seminggu disini, tapi belum kenal dengan mereka?" Ucap Juan. Aku pun merasa tidak enak, karena selama hampir satu minggu diriku tinggal dan berada di Kota Perantauan, namun belum mengenal dengan para tetangga kosanku. "Iya bener Ju, sudah hampir seminggu saya disini, tapi saya belum mengenal dengan mereka satu pun. "Ya udah hayo Ju?" "Hayu. Kebetulan mereka lagi pada berkumpul dan bermain gitar-gitaran dibawah." Ucap Juan. Lalu aku dan Juan turun menemui mereka yang sedang bermain gitar sambil bernyanyi-nyanyi di kursi kayu panjang yang berada di depan rumah kosanku. Aku berjabat tangan dan memperkenalkan diriku dengan mereka satu per satu. Seketika itu aku pun langsung membaur dan langsung akrab dengan mereka. Aku bernyanyi beberapa lagu bersama dengan mereka dan juga saling bergantian bermain gitar. Meskipun diriku tidak pandai bermain gitar, namun pada malam itu cukup menghibur, membuat diriku merasa jauh lebih baik, merasa menjadi lebih tenang dan merasa bahagia di malam itu. Terkesan sangat indah, seolah tanpa beban dalam hidupku pada malam itu. Hingga pada akhirnya, satu per satu tumbang masuk kedalam kamarnya masing-masing, karena tak terasa kita begadang hingga larut malam. Akan tetapi berbeda dengan diriku. Dikala mereka yang sudah masuk kedalam kamarnya masing-masing, diriku kembali dalam lamunanku, diriku kembali terhanyut dalam lamunanku, tangisku dengan segala unek-unek yang ada dalam fikiranku. Diriku masih berada di luar sambil memegang gitar menatap indahnya langit malam bersama dengan rembulan yang selalu ditemani bintang-bintang. Ditengah lamunanku ini, Juan sahabatku keluar kembali dari dalam kamarnya. Juan menemuiku dan lalu Ia berkata. "Sudah lah Ren. Tidak baik kamu terus-menerus terlena dan terhanyut dalam masalahmu?" "Bukankah kamu sangat menyayangi kepada anakmu?" "Harusnya kamu semakin bersemangat untuk tetap berjuang demi anakmu." "Aku khawatir, jika kamu terus menerus seperti ini? Kesehatan kamu akan terganggu." "Jika kamu sakit? Lalu siapa yang akan berjuang untuk anakmu." "Sudahlah hapus air matamu dan sebaiknya kita masuk kedalam?" Aku menatap wajah Juan dan lalu berkata. "Thanks ya Ju? Kamu memang sahabat terbaik dalam hidup saya." "Dari pertama kali saya berada Kota Perantauan ini, hingga saat ini saya tetap masih berada di Kota Pernatauan ini, kamu telah banyak membantu dalam kehidupan saya." "Entah harus bagaimana dan dengan cara apa saya dapat membalas kebaikan kamu Ju?" "Sudah lah Ran, kamu tak usah fikirkan masalah itu. Hal yang aku lakukan padamu hanyalah kebaikan yang sangat kecil, tidak berarti apa-apa." "Tidak ada yang harus kamu fikirkan dan tak usah kamu merasa terbebani oleh kebaikanku yang tidak seberapa itu." "Tapi bagi saya Ju, kamu telah berbuat kebaikan yang sangat berarti dalam hidup saya. Seumur hidup saya, mungkin hanya ada segelintir orang yang bisa berbuat baik seperti kamu." "Sudah, sudahlah Ran. Sebaiknya kita masuk kedalam Ran? Bukankah kamu besok akan masuk kerja pagi?" "Thans ya Ju?" Seketika Aku pun tak kuat menahan tangisku, aku merangkul dan memeluk kuat tubuh Juan sahabatku. Momen malam itu merupakan momen terakhirku meluapkan kesedihanku di pelukan Juan sahabatku. Usai diriku merasa sangat lega, aku dan Juan masuk kedalam kamar kita masing-masing. Terima kasih banyak yang telah membaca kisahku hingga di Episode 3 Ini. Jangan lupa untuk support, vote dan follow ya. -Love You (Author)-
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN