08 - Direct Massanger

1526 Kata
Luna menunggui Gama yang sedang memasak makan malam untuk mereka. Bukannya membantu, Luna malah memainkan ponselnya di meja dapur. Seperti biasa, Luna jika bosan, ia akan mengirimi Anrez idolanya sebuah pesan di media sosial. Tak peduli Anrez membacanya atau tidak, yang penting Luna terus mengirimi Anrez pesan. Entah itu kata-kata semangat untuk Anrez, atau emotikon tidak penting seperti love, emotikon cium, yang jelas Luna sering sekali mengirimi Anrez pesan. Sosial media seorang Anrez Fahreza itu memiliki pengikut lebih dari lima juta. Tak heran, dia adalah penyanyi tampan yang diidamkan semua kaum hawa terutama yang masih muda seperti Luna. Anrez Fahreza adalah idamannya, penyemangatnya saat ia sekolah di bangku SMA hingga bangku kuliah. Lagu-lagunya juga membuat candu pendengarnya. Malam itu, Luna kembali mengirimi Anrez pesan. @lunapranadipta to @anrezfareza_ Halo, Kak Anrez. Masih inget sama Luna? Beberapa hari lalu kita ketemu di mall. Seneng banget bisa ketemu sama Kak Anrez. Selesai mengirimi pesan, tak lupa Luna mengunjungi profil Anrez. Gadis itu juga menyukai foto Alvarez yang belum ia tap love. Dalam hati Luna memuji pria itu, bagaimana bisa ada pria tampan seperti Anrez Fahreza. Selesai bermain ponsel, Luna meletakkannya. Gadis itu memperhatikan Gama yang masih sibuk dengan masakannya. "Om Gama butuh bantuan Luna?" tanya Luna. "Gapapa, udah mau selesai, kok. Cuma tinggal nunggu steak-nya mateng." "Hm, yaudah kalo gitu." Luna turun dari kursinya, ia menghampiri Gama, memeluk Gama dari belakang. Hal itu membuat Gama membeku, untuk pertama kalinya Luna memeluknya manja seperti saat ini. Apa Luna sedang ingin sesuatu makanya merayu dirinya? Pertanyaan itu sempat terlintas. "Tumben? Ada apa?" tanya Gama. "Pengen peluk Om Gama aja. Kenapa? Om Gama nggak suka dipeluk Luna? Nggak boleh? Luna 'kan istri Om Gama." Balas Luna bertubi-tubi. "Ya aneh aja, pasti kamu pengen sesuatu? Udah ngaku aja." Desak Gama. "Om Gama negative thinking mulu sama Luna." "Maaf, Lun. Kan biasanya kamu baik-baikin saya kalo lagi ada maunya." "Sekarang Luna lagi nggak mau apa-apa, Luna cuma pengen peluk Om Gama aja." Gama melepas tangan Luna yang melingkar di pinggangnya, kemudian ia berbalik dan membawa Luna masuk ke dalam pelukannya. Gama memeluk erat Luna. "Pelukan yang bener." Di d**a Gama, Luna tersenyum. Gadis itu kembali memeluk Gama. Nyaman sekali berpelukan dengan Gama. Tubuhnya yang lebih besar seolah membungkus tubuh Luna yang kecil. Rupanya bermanja-manja pada Gama juga asik. Jika dulu sebelum menikah, Luna akan bersikap manja kepada papa, mama, dan kakeknya. Tapi setelah menikah, Gama menggantikan ketiga orang yang Luna sayangi itu. "Luna cuma mau bilang makasih sama Om Gama sudah mau sabar ngadepin Luna. Luna minta maaf ya, Om. Luna kadang bandel dan bikin Om Gama marah. Luna janji bakal lebih nurut lagi sama Om Gama." Bolehkah Gama terharu? Bolehkan Gama menerkam Luna saat itu juga? Menggantikan steak dengan Luna untuk makan malamnya? Gama seperti remaja labil yang malu akan pernyataan manis yang keluar dari bibir Luna. "Kamu semakin dewasa, Lun." Ujar Gama. Luna mendongak, "Emang iya?" "Iya, salah satu sikap orang dewasa adalah tidak memikirkan dirinya sendiri, melainkan juga memikirkan orang di sekitarnya. Dan kamu memikirkan saya tadi. Kamu juga nggak malu mengucapkan maaf dan terima kasih." Luna semakin mengeratkan pelukannya. Cukup malu dipuji oleh suaminya sendiri. "Luna suka wangi Om Gama. Nanti Luna minta parfumnya." "Dih! Kamu beli sendiri." "Om Gama pelit banget. Luna tahu parfum Om Gama harganya lima kali lipat uang jajan Luna sebulan." "Kamu mau? Yaudah nanti saya belikan parfum yang sama." "Bohong banget." "Beneran, nanti saya pilihkan wangi yang cocok buat kamu. Lagian menurut saya, parfum kamu itu sudah wangi. Cocok dengan kamu. Saya suka wanginya." "Tapi parfum Luna kurang mahal. Luna maunya parfum mahal yang sama seperti punya Om Gama." Gama menunduk, menyentil hidung Luna gemas. Pria itu mengecup singkat ujung hidung Luna kemudian. "Gemes banget sama kamu, Lun." Bunyi alarm pemanggang membuat Gama mau tidak mau melepas pelukan mereka. "Steak-nya sudah mateng. Acara pelukannya dilanjut nanti malem. Sekarang kita makan, ya?" Luna mengangguk setuju. Perutnya memang sudah keroncongan. Seraya membantu Gama, Luna menyiapkan pisau garpu di meja makan. Namun saat asik menata meja makan, ponsel Luna menampilkan satu notifikasi yang berhasil membuatnya mendelik tidak percaya. Direct messages yang ia kirimkan kepada Anrez Fahreza dibalas. Anrez Fahreza membalas pesannya, itu tandanya Anrez membaca pesannya yang mungkin tertumpuk oleh beribu-ribu pesan lain. Luna langsung membuka ponselnya, gadis itu yang hendak membuka pesan kembali dikejutkan saat Anrez mengikutinya balik. Kejutan apa lagi ini? Luna lompat-lompat girang. Dengan tangan gemetar, gadis itu membuka pesan dari Anrez. Berkali-kali ia pastikan, benar saja Anrez membalas pesannya. Luna tidak sedang bermimpi. @anrezfahreza_ to @lunapranadipta Aku inget kamu, Luna. Hai, apa kabar. @lunapranadipta to @anrezfareza_ ASTAGA AKU NGGAK NYANGKA KAK ANREZ BACA DIRECT MASSAGE AKU! KAK ANREZ JUGA FOLLOW BACK AKU HWAAAA. MIMPI APA AKU SEMALAM! @anrezfahreza_ to @lunapranadipta Mimpi aku kali, hahaha. Sikap berlebihan Luna mencuri perhatian Gama yang datang seraya membawa dua piring steak di tangannya. Gama meletakkan piring itu seraya melihat aneh Luna. "Luna, kamu kenapa?" tanya Gama. "Nggak apa-apa, Om. Lagi seneng aja." "Seneng kenapa?" tanya Gama lagi merasa penasaran. "Nggak, kok. Sebentar ya, Om. Luna telepon Feby dulu. Ada yang perlu dibicarakan. Penting banget." "Oke, jangan lama-lama. Saya tunggu." Luna sedikit berlari menjauh dari meja makan. Gadis itu menelepon sahabatnya Feby. Tak lama, Feby mengangkat telepon darinya. "Halo, Lun?" sapa Feby di seberang telepon. "Feby, kamu nggak bakal percaya hal ini." "Ada apa, Lun?" "Kak Anrez bales DM aku dan bahkan follow back aku!" seru Luna antusias. "Demi apa?!" pekik Feby. "Cepet kamu periksa seh akun sosial media Kak Anrez. Periksa following dia. Pasti ada aku! Seriusan, Feb!" Sambungan telepon terputus, tentu Feby langsung memeriksa akun sosial media Anrez. Siapa saja tidak akan percaya begitu saja sebelum membuktikannya langsung. Dan beberapa menit kemudian, Feby kembali menelpon Luna. Gadis itu berteriak histeris di seberang telepon. "DEMI APA, LUN! KAK ANREZ BENERAN FOLLOW BACK KAMU!" "Luna juga awalnya nggak percaya, Feb. Ih seneng banget!" "Aku ikutan seneng tahu nggak, akhirnya kamu di-notice sama Kak Anrez!" Asik bercengkrama dengan Feby, Gama menepuk pundak Luna dari belakang. "Lun, ayo makan sebelum dingin itu steak-nya." Luna sempat kaget, namun buru-buru ia membenarkan eskpresinya. Gama adalah suaminya, meski Anrez hanya seorang idola, tetap saja Luna harus menghargai Gama sebagai suaminya. Luna memutus sambungan teleponnya secara sepihak. Luna yakin Feby juga pasti mendengar suara Gama dan paham situasinya. "Iya, ayo makan, Om." Mereka berdua kembali menuju meja makan. Keduanya makan dan fokus pada piring. Meski sesekali Gama memperhatikan Luna yang senyum-senyum sendiri. Mesti sempat curiga, namun Gama menepis semuanya. Mungkin gadis itu senang karena mendapati hal baik. *** Di kamar, Luna tak berhenti menatap ponselnya seraya tersenyum lebar. Gama sampai terganggu karena Luna tak mengoceh seperti biasanya. "Luna." Panggil Gama. "Iya, Om?" saut Luna tanpa mengalihkan matanya dari layar ponsel. "Ada hal baik? Kenapa kamu lihatin HP terus?" "Hah? Nggak, kok, Om." Balas Luna masih fokus pada ponselnya. "Kamu janji buat pijetin saya malam ini." Baru Luna mengalihkan perhatiannya, ia melirik Gama. "Oh iya! Luna lupa. Yaudah Om Gama telungkup, Luna pijetin." Luna meletakkan ponselnya di atas nakas. Gadis itu terduduk dan menunggu Gama telungkup. Setelah Gama telungkup, Luna duduk di punggung Gama. Gadis itu mulai memijit pundak dan punggung Gama. "Mana yang capek, Om?" "Capek semua, Lun." Yang membuat Gama heran adalah pijatan Luna sangat nyaman dan memanjakan tubuhnya. Entah belajar dari siapa, meski pijatan Luna lembut, tetap saja memuaskan Gama. "Om Gama jangan pulang lembur terus. Luna kasihan lihat Om Gama kecapekan kayak gini." "Namanya kerja juga capek. Nggak ada kerja yang nggak capek." "Tapi Om Gama kerjanya udah keterlaluan. Yang wajar, Om." "Saya itu atasan, jadi nggak heran kalau saya kerja terlalu keras. Nasib ribuan karyawan 'kan di tangan saya. Lagian hari ini dan besok 'kan saya libur. Jadi bisa istirahat sepuasnya." Luna sampai lupa kalau besok hari minggu. Ia kira hari ini adalah hari minggu karena Gama tidak bekerja. Senang sekali dalam sepekan Gama libur kerja dua hari. "Om, besok mau ke mana? Pengen jalan-jalan lagi sama Om Gama." "Tadi udah ke mall kan?" "Kurang puas, Om. Pengen jalan-jalan lagi." "Besok saya pengen istirahat di rumah. Pengen nyantai." "Om Gama nggak asik." "Capek, Lun. Katanya kasihan sama saya?" "Iya sih, tapi Luna itu berniat baik. Dengan kita jalan-jalan pasti capeknya Om Gama ilang." Gama menggeleng. Pria itu kembali menyamankan dirinya, memejamkan kedua matanya untuk merasakan pijatan Luna. "Yaudah deh kalo besok Om Gama mau di rumah aja. Tapi besok Om Gama mau 'kan temenin Luna renang di halaman belakang?" "Kalo cuma renang di halaman belakang nggak masalah. Quality time aja di rumah lebih asik, Lun." Selesai memijat Gama, Luna turun dari atas tubuh Gama. Pria itu juga membenarkan letak tidurnya. Dan Luna kembali asik dengan ponselnya. Sampai-sampai Gama curiga pada Luna. Karena tidak biasanya Luna asik sendiri dengan ponsel saat malam seperti ini. "Luna, saya tanya sekali lagi. Ada apa di HP? Kamu nggak seperti biasanya, loh. Kalo malem kamu biasa cas HP kamu." Luna langsung meletakkan ponselnya lagi. Gadis itu mendekati Gama dan memeluk Gama untuk mengalihkan perhatian pria itu. "Nggak ada apa-apa, kok, Om." "Pasti bohong?" "Beneran nggak ada apa-apa." "Yaudah sekarang tidur tanpa harus mainan HP lagi. Kesehatan mata kamu itu juga penting." "Iya. Tapi besok renang ya, Om?" "Iya cerewet." "Awas Om Gama ingkar janji." "Astaga iya, Luna. Iya." "Selamat malam, Om Gama." Kecupan singkat di kening Luna sebagai balasan Gama. - To be continue -
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN