Setelah hengkang dari markas, aku segera ke kelas. Aku harus mencari Melodi dan menanyakan kebenaran video yang melibatkan dirinya itu.
Aku sempat berpapasan dengan Riga dan Vienna ketika keluar dari bagian belakang sekolah, tapi aku tidak memberi atensi pada kehadiran mereka. Aku sudah tidak sabar untuk mendengar langsung penjelasan Melodi.
Sayangnya, saat aku sampai di kelas, Melodi tidak ada di bangkunya. Ke mana cewek itu? Oh, sepertinya dia belum kembali dari ruang clubnya. Haruskah aku menyusul ke sana?
Baru saja aku akan berbalik keluar kelas, bel tanda istirahat telah selesai berbunyi. Aku menghela napas kesal tapi tak punya pilihan selain kembali ke bangkuku.
Guru mata pelajaran sosiologi masuk ke kelas tak lama setelah bel berbunyi. Guru ini sepertinya tipikal guru yang on time.
Aku menoleh ke bangku Melodi. Cewek itu belum kembali. Apa Melodi gemar membolos? Perasaan dia kelihatan seperti cewek baik-baik. Tidak ada tampang anak bandel yang hobi melanggar peraturan.
Aku jadi berpikir jangan-jangan Melodi dalam bahaya. Tadi aku sempat membaca komentar-komentar yang menyertai video itu. Beberapa kakak kelas secara terang-terangan menghujat Melodi. Bagaimana kalau sekarang Melodi sedang berurusan dengan kakak kelas itu?
Ah, s**l. Kenapa aku jadi khawatir pada teman sebangkuku itu? Padahal biasanya aku tidak akan peduli pada hal-hal yang tidak berkaitan denganku.
Aku melirik ke guruku yang tengah mempersiapkan kelas. Beliau sepertinya sedang mengisi daftar absen dan buku kemajuan kelas.
Aku perlahan bangkit dari dudukku dan berjalan ke meja guru. Guru sosiologiku itu mengangkat wajah dan menatapiku dengan heran.
"Permisi, Bu," ucapku lirih agar tidak ada teman-teman kelasku yang mencuri dengar. "Saya sedikit tidak enak badan dan ingin istirahat di UKS. Apakah ibu mengizinkan?"
Guruku itu memperhatikanku dengan saksama. Sepertinya dia curiga aku berbohong. Karena alasan sakit dan akan beristirahat di UKS adalah alasan klasik untuk membolos kelas.
Aku sadar bahwa kebohonganku memang tidak meyakinkan. Makanya daripada bertele-tele, aku segera mengatakan yang sebenarnya saja. "Maaf, sebenarnya saya adalah mantan Ratu SMA ini. Saya tiba-tiba harus mengurus sesuatu," ucapku jujur.
Guru sosiologiku itu kelihatan kaget. Lalu ia segera mengangguk-anggukkan kepala sambil tetap memasang wajahnya yang antara bingung dan tidak menyangka.
Ternyata menggunakan embel-embel Ratu Sekolah lebih efektif ketimbang harus susah payah membuat alasan ingin istirahat di UKS. Aku mengulas senyum lalu melenggang keluar dari kelas.
Aku bisa mendengar beberapa temanku bertanya-tanya kenapa aku keluar dari kelas bahkan sebelum pelajaran ini dimulai. Tapi lalu mereka bungkam saat guru sosiologiku itu membuka jam pelajaran kali ini.
Sedangkan aku dengan santai melanjutkan jalanku. Sejujurnya aku bingung harus ke mana sekarang. Ah, mungkin memang aku harus mengecek ke gedung ekstrakurikuler. Barangkali aku akan menemukan cewek itu di sana.
Aku mempercepat langkah kakiku saat melewati kelas-kelas. Aku merasa menjadi tontonan karena berjalan di koridor sendirian saat jam pelajaran tengah berlangsung. Terlebih, aku tidak mau kena teguran guru yang barangkali tidak mengenalku. Aku malas repot-repot menjelaskan siapa aku ini.
Aku sudah keluar dari gedung yang berisi kelas-kelas itu. Aku beralih ke gedung ekstrakurikuler yang tampak lengang di jam-jam seperti ini. Jadi benarkah Melodi ada di sini?
***
Setelah berputar-putar di gedung ini dan mengecek setiap ruang yang ada, aku masih tidak dapat menemukan Melodi. Jadi aku harus ke mana lagi sekarang?
Ah, kenapa aku tidak mencoba mengecek ke bagian belakang sekolah? Meski di sana ada pintu masuk menuju markas, tetap saja penampakan bagian belakang sekolahku mirip tempat pembuangan barang-barang yang sudah b****k. Bukan kah itu tempat yang cocok untuk mengerjai orang?
Aku segera menuruni tangga dan pergi dari gedung ekstrakurikuler. Aku melangkahkan kaki menuju ke bagian belakang sekolah.
Tak butuh waktu lama dan aku sudah tiba di lokasi. Benar saja, aku bisa melihat Melodi dengan rambut acak-acakan, make up tipisnya yang berantakan, dan ujung bibirnya yang sobek. Dia duduk di lantai dan kelihatan pasrah.
Aku mendekatinya. Melodi langsung mendongak menyadari kehadiranku.
Aku menatapnya tanpa ekspresi. Sementara Melodi malah mengulas senyum.
"Gue nggak papa kok," gumamnya yang mungkin ditujukan untukku. Ia lalu berusaha berdiri.
Aku mengedikkan bahu tak acuh. Aku menyilangkan tanganku di d**a. Aku sama sekali tidak berniat membantunya berdiri.
"Gue balik ke kelas sekarang," ucap Melodi lirih.
Aku menghela napas. Dia itu sepertinya tidak tahu sekacau apa penampilannya.
Aku berdeham, "Sebaiknya lo bersihin make up lo yang berantakan. Penampilan lo persis gembel."
Setelah selesai mengatakan hal itu, aku segera berjalan mendahuluinya keluar dari bagian belakang sekolah.
Aku berjalan sembari sesekali merutuki keterlambatanku mengecek ke bagian belakang sekolah. Seharusnya kalau tadi aku lebih tanggap, aku pasti bisa melihat siapa-siapa saja yang menjadi pelaku perundungan itu. Bahkan aku bisa mengambil gambar sebagai bukti dan mengusut kasus ini. Para pelaku perundungan itu pasti akan dapat hukuman yang setimpal.
"Raya, kok lo di luar kelas?" sapa seseorang yang membuatku lumayan terkejut.
Aku mengulas senyum saat mendapati Kak Agas lah yang bersuara. Aku menunjuk ke arah toilet. Pura-pura barusan berkunjung ke sana.
"Dari toilet, Kak," jawabku dengan berbohong.
Kak Agas mengulas senyum yang hangat, "Gue liat kok kalau lo barusan keluar dari bagian belakang sekolah."
Sial, dia sudah tahu tapi masih tanya? Aku jadi khawatir kalau Kak Agas mulai mencurigaiku dan kini ia hanya mengetes kejujuranku.
Tapi aku tidak ada pembelaan. Jadi kuputuskan untuk tetap mengulas senyum dan berharap Kak Agas mengganti topik pembicaraan.
"Ya udah, sampai ketemu nanti sore ya. Latihan perdana setelah liburan," ujar Kak Agas sembari mengacak rambutku lembut.
Kak Agas berlalu kembali ke kelasnya yang ada di jajaran kelas dua belas. Sementara aku masih terdiam menormalkan detak jantungku yang berlebihan.
Setelah debaran jantungku kembali normal, aku berjalan ke kelasku. Rupanya aku tidak pergi terlalu lama karena sekarang di kelasku sedang berlangsung yang namanya sesi perkenalan. Guru sosiologiku itu langsung mempersilakan aku masuk dan mengikuti jam pelajarannya.
Selama di kelas, aku masih terus memperhatikan ke arah pintu. Aku belum tenang kalau Melodi belum kembali ke kelas.
Berselang lima belas menit setelah kedatanganku di kelas ini, Melodi akhirnya muncul juga. Penampilannya sudah tidak segembel tadi. Meski bekas luka di sudut bibirnya belum tertutupi.
Melodi memasuki ke kelas dan menghampiri guru yang tengah menjelaskan pengantar materi itu. Melodi berbicara sebentar lalu berjalan ke bangkunya yang ada di sebelahku.
Dia tidak berbicara apa-apa dan langsung menundukkan kepala. Sepertinya dia berniat menyibukkan diri agar tidak kutanya-tanyai.
Oke, aku akan menyimpan pertanyaanku untuk nanti. Pokoknya aku tidak akan tinggal diam soal hal ini. Bukannya aku peduli pada Melodi, aku hanya peduli pada misiku.
"Raya," gumam Melodi lirih. Kepalanya masih tertunduk.
Aku menaikkan sebelah alisku dengan heran. Mulutku terbuka dan membalas gumamannya, "Apa?"
"Hati-hati," ujarnya lirih yang membuat dahiku berkerut rapat.
***