Just Marry Me

There’s only one person in my heart, that’s you The one smiling from your smile, that’s me The one that loses his tears in front of you There’s no second or third, you’re my love (Teen Top – Baby You) Alfon tersenyum sembari berjalan menghampiri teman-temannya yang duduk di satu meja. Ken, Arisa, Dio, Yura, Rey dan Aira. Ken dan Arisa terlihat bahagia di hari pernikahan mereka. Yura tampak menggoda mereka. Namun, Aira kemudian malah ganti menggoda Yura. Seperti biasa, Dio lantas merangkul Yura dan membela wanita itu. Ketika Rey menanyakan sesuatu pada Aira, Alfon tidak terkejut melihat tampang galak Aira ketika menjawab Rey. Pasti mereka meributkan rencana pernikahan yang selalu diulur-ulur Aira. Alfon tak dapat menahan senyum geli melihat bagaimana teman-temannya tergelak kemudian. Mereka benar-benar tampak bahagia. “Kalian memang sama aja,” komentar Alfon begitu tiba di meja mereka. Seketika, keenam orang itu menoleh bersamaan ke arahnya. “Aku pikir kamu nggak bakal datang,” cibir Ken kesal. Yah, salah Alfon memang. Ia datang terlambat di pesta pernikahan Ken. Alfon melemparkan senyum penyesalan. “Kamu nggak lihat sih, aku kemarin lari-lari kayak orang dikejar setan gara-gara ngejar pesawat biar bisa datang hari ini,” ia beralasan. Ken tersenyum geli. “Lagian, kamu sibuk terus, sih. Dari kemarin dihubungin juga nggak bisa. Aku udah pasrah aja kalau kamu nggak bisa datang hari ini.” “Aku dua puluh jam lebih di pesawat demi datang ke acaramu hari ini. Kamu pikir aku bakal ada di sini kalau kemarin bisa angkat teleponmu?” Alfon mencibir. “Thanks, Al,” ucap Ken tulus seraya berdiri dan memeluk Alfon singkat. “Kalian kelihatan serasi banget,” Alfon berkata pada Ken dan Arisa, membuat pasangan itu tersenyum. “Eh, tapi kalau ngomongin first kiss, ceritanya Alfon yang paling seru, tuh,” celetuk Aira bahkan sebelum Alfon sempat duduk. Mulai lagi wanita usil tukang ikut campur itu. Alfon mendesis kesal ke arahnya. “Mau main game di sini? Kalau kamu kalah, kamu harus nyium Rey di depan semua tamu undangan pesta ini,” tantangnya. Atau mungkin Alfon menantangnya langsung menikah dengan Rey saja besok? “Dan kalau kamu kalah, kamu harus nyium cewek single pertama yang datang ke meja ini,” balas Aira. “Kalau yang datang staf yang nyiapin acara gimana? Kamu pengen ngelihat aku digampar di depan orang banyak atau apa?” sinis Alfon. Terkadang Aira agak terlalu gila dalam memberikan tantangan. Aira tergelak. “Oke, pengecualian buat staf.” Alfon menyipitkan mata curiga. Ini Aira. Apa yang ia rencanakan? Aira selalu punya rencana iblis yang membuat seseorang mengutuknya. Alfon agak trauma dengan itu. Namun, ia kemudian menjawab, “Oke.” Tepat setelah Alfon mengatakan itu, seseorang menghampiri meja mereka. Seorang wanita cantik dengan gaun putih selutut yang cantik dan anggun. Ia berdiri di belakang Alfon dan berbicara pada Ken. “Maaf, aku baru bisa datang sekarang,” ucap gadis itu sarat penyesalan. “Aku udah naik penerbangan pertama hari ini tapi tetap aja, aku terlambat. Anyway, congratulation, kalian berdua. Kalian kelihatan serasi banget.” Suara itu …. “We’ve just heard that,” balas Ken geli. Alfon melihat Aira tersenyum lebar melihat siapa pun wanita yang berdiri di belakang Alfon ini. Wanita di belakangnya ini juga mengatakan hal yang sama dengan yang Alfon katakan pada Ken. Entah kenapa, Alfon merasa … seolah mengenal siapa pun wanita di belakangnya ini. “Because that’s the truth,” ucap wanita itu lagi. Ken tertawa kecil. “Duduk dulu, El,” ucapnya. Alfon mengerutkan kening mendengar cara Ken memanggil wanita itu. El? Alfon menoleh ketika wanita itu mengambil tempat di sebelahnya. Hanya dengan sekali tatap, ia langsung bisa mengenali wanita itu. Ia memang lebih cantik, lebih dewasa, tapi Alfon tak mungkin tidak mengenalinya. Bahkan meski nada suaranya sudah tidak sedingin dulu, tapi ini adalah orang yang sama. “Elsa?” Panggilan Alfon membuat wanita itu menoleh ke arahnya. Wanita itu tampak sangat terkejut hingga nyaris terjungkal dari kursinya jika saja Alfon tidak sigap menahan kursinya. “Alfon?” Wanita itu menatapnya seolah melihat hantu. Alfon meringis. Ia melirik Aira, mendadak teringat apa yang barusan disetujuinya dengan wanita penggila game bodoh itu. “Tanganmu …” Suara Elsa membuat Alfon kembali fokus pada wanita itu sepenuhnya. Oh, Elsa bahkan tak perlu berusaha untuk itu. Sepertinya, sepuluh tahun tak mengubah apa pun tentang reaksinya akan wanita itu. Alfon berdehem pelan seraya menarik tangan dari sandaran kursi Elsa. “Aku nggak tahu kalau kamu masih hubungan sama mereka,” ucap Alfon sesantai mungkin. “Dua minggu lalu, aku habis tanda tangan kontrak kerjasama sama perusahaannya Ken,” urai Elsa. “Dia nggak bilang ke kamu?” Alfon menoleh untuk melemparkan tatapan penuh dendam pada Ken. “Maaf, aku lupa,” Ken beralasan. “Aku sibuk ngurusin persiapan hari ini.” Mereka semua memang sama saja. Alfon memutuskan untuk menahan u*****n karena ini hari pernikahan Ken. Namun, Alfon akan membuat perhitungan dengan Ken nanti. Masalahnya, jika ia kalah dalam game melawan Aira kali ini, ia harus mencium Elsa di sini, setelah sepuluh tahun mereka tidak bertemu. Namun, jika Elsa sudah … “Elsa masih single, kan?” Tiba-tiba Aira melemparkan pertanyaan pada Elsa, seolah bisa membaca pikiran Alfon. Alfon menoleh untuk menatap Elsa. Bahkan meskipun ia berharap Elsa menjawab tidak, tapi sebagian besar dirinya berharap wanita itu menjawab iya. Tidak, ia tidak ingin melibatkan Elsa dalam permainan bodoh Aira ini, lagi. Namun memikirkan wanita itu sudah memiliki seseorang … “Iya.” Jawaban Elsa memberikan campuran perasaan yang berlawanan di d**a Alfon. “Bagus, deh. Alfon tadi nantangin aku main game. Kalau aku kalah, aku harus nyium Rey di depan semua orang, yang bakal jadi first kiss kami juga,” terang Aira. “Oh.” Elsa terdengar terkejut. Entah karena tantangannya atau karena kenyataan bahwa ini adalah first kiss bagi Aira dan Rey. “Tapi, kalau Alfon kalah, dia harus nyium cewek pertama yang datang ke meja ini. Dengan aturan, cewek itu masih single,” lanjut Aira. “Apa?” Alfon bisa merasakan tatapan membunuh Elsa tertuju padanya. Alfon menarik napas dalam sebelum menghadapi wanita itu. “Mana aku tahu kalau kamu yang bakal datang?” Ia mengedikkan bahu. Elsa menatap Alfon seolah ia sudah gila. Yah, Alfon sendiri berpikir bahwa ia sepertinya memang sudah gila. “Jadi, bisa kita mulai game-nya?” Suara Aira terdengar seperti ketukan palu iblis. “Ini … nggak serius, kan?” tanya Elsa canggung. “Maaf, El. Alfon yang mulai ini,” balas Aira, tak sedikit pun terdengar menyesal. Elsa menatap Alfon tak percaya. “Kalau sampai kamu kalah …” “Nggak akan,” potong Alfon mantap. Seolah hubungan buruknya dengan Elsa sepuluh tahun lalu belum cukup saja. “Ini bukan game yang bisa kamu tentuin siapa pemenangnya,” Aira berkata. Alfon menyipitkan mata waspada ketika wanita itu mengambil beberapa sendok dan sebuah garpu. “Di game ini, pemenangnya ditentuin sama luck, atau kamu bisa nyebut ini fate.” Aira tersenyum puas saat menatap Alfon. Alfon bersumpah, ia akan membalas Aira untuk ini. *** Kini hanya tinggal dua sendok dan satu garpu yang ada di genggaman Ken. Alfon sudah melakukannya dengan baik sejauh ini. Jika kali ini ia memilih garpu, maka ia benar-benar akan mati. Lebih tepatnya, Elsa akan memastikan itu untuknya. “Kalau sampai kamu kalah …” “Aku juga tahu, Elsa,” desis Alfon kesal, menghentikan ancaman Elsa. “Aku nggak butuh tambahan dukungan lagi dari kamu,” sarkasnya. Elsa hanya membalas dengan deheman kecil. “Jangan yang itu,” ucap Aira tiba-tiba saat Alfon sudah memilih. Alfon menyipitkan mata curiga. “Kamu pikir kamu bisa bohongin aku?” “Terserah sih, kalau nggak percaya,” balas Aira santai. “Toh aku juga masih mikirin Elsa. Soalnya kalau kamu kalah …” “Ambil yang sebelah kanannya aja,” panik Elsa. “Aira bohong kali, El. Jangan percaya sama dia,” tolak Alfon. “Tapi, dia udah sering main game kayak gini,” Elsa berkeras. “Dia pasti tahu mana yang garpu dan mana yang sendok.” “Justru karena dia udah tahu makanya kamu jangan percaya sama dia,” desis Alfon kesal. “Kalau kamu sampai kalah, bakal habis kamu di tanganku,” ancam Elsa sungguh-sungguh. Alfon berdehem. Ia pun akhirnya melepaskan pilihannya dan menuruti pilihan Elsa. Ia menatap Elsa, berharap wanita itu berubah pikiran, tapi wanita itu mengangguk mantap. “Feeling-ku nggak enak, deh,” aku Alfon. “Feeling-ku juga nggak enak pas aku datang tadi. Ternyata ada kamu di sini,” sinis Elsa. Dan begitulah, Alfon akhirnya menyerah untuk mendebat Elsa. Ia menentukan pilihan. Saat Ken membuka kepalan kedua tangannya, Alfon lemas seketika sementara Aira sudah bersorak senang. “Aku bilang juga apa, jangan percaya sama Aira,” gerutu Alfon kesal. “Aku nggak bohong, lho,” Aira membela diri. “Aku cuma bilang, jangan yang itu, soalnya aku mau ambil yang itu. Mana aku tahu kalau Elsa milihin garpunya buat kamu.” Alfon menghela napas berat. Suasana di meja itu berubah menjadi lebih meriah seketika, kecuali bagi Alfon dan Elsa. “Kiss her, kiss her …” ucap Aira berulang-ulang, membuat Alfon nervous. Elsa menggigit bibir cemas kini. “Maaf,” ucap Alfon sungguh-sungguh. Elsa menggeleng. “Aku yang milih garpu s****n itu tadi,” balasnya. “Udah … jangan nyalahin satu sama lain gitu. Toh Alfon udah kalah. Jadi, tinggal penalty-nya aja, kan?” lerai Aira. Alfon menatap wanita itu penuh dendam, tapi ia tak bisa berbuat apa-apa saat ini. Ia harus menghadapi hukumannya, mau atau tidak. Alfon kembali menatap Elsa. Ia benar-benar merasa bersalah kini. Lagi, ia membiarkan wanita itu terlibat dalam permainan bodoh seperti ini. “Kiss her, kiss her …” Aira melanjutkan sorakan, kali ini bahkan Arisa dan Yura bergabung dengannya. Alfon menarik napas dalam. Di depannya, Elsa tampak sama gugupnya. Wanita itu terus memainkan tangan karena gugup. Dengan lembut Alfon meraup tangan Elsa dan menggenggamnya. Wanita itu agaknya terkejut saat menatap Alfon. “Let’s do it fast, and end it fast,” Alfon berkata. Elsa hanya menjawab dengan anggukan. “Di bawah lima detik harus diulangi, lho,” Aira mengingatkan. “Kapan ada peraturan kayak gitu?” Alfon menatap Aira dengan geram. “Barusan. Atau jangan-jangan, kamu sama sekali nggak tahu tentang kissing? Kamu belum pernah kissing selain sama Elsa waktu itu?” serang Aira. “Kamu …” Genggaman erat Elsa di tangannya kemudian menghentikan protes Alfon. “Lakuin aja, deh. Ini toh bakal jadi yang terakhir,” ucap wanita itu saat Alfon kembali menatapnya. Meskipun Alfon tidak terlalu suka mendengar itu, tapi ia mengangguk juga. Alfon menarik napas dalam, begitu pun Elsa. Dengan sorakan Aira dan yang lain, Alfon mendekatkan wajah pada Elsa. Saat wanita itu memejamkan mata, Alfon merasakan sentakan kecil di dadanya. Wanita ini benar-benar cantik. Alfon berusaha memfokuskan pikiran pada hukuman yang harus ia lakukan. Ia merasakan genggaman erat Elsa di tangannya. s**l. Setelah sepuluh tahun tidak bertemu dengan wanita ini, kenapa mereka harus bertemu lagi dalam situasi seperti ini? Di tengah kekalutannya, sebuah pertanyaan melintas di kepala Alfon. Ia sendiri terkejut mendapati dirinya memikirkan pertanyaan itu. “Will you marry me?” Alfon segera mengusir suara-suara dalam kepalanya. Ia pasti sudah gila. Apa yang ia pikirkan? Pertanyaan gila apa itu? Terlebih, di depan Elsa seperti ini. Alfon pasti sudah gila. Ugh, ini benar-benar membuatnya gila. Satu-satunya orang yang bisa membuatnya seperti ini hanyalah gadis ini. Sang Ice Princess-nya. ***