bc

In the Middle of the Night

book_age18+
7
IKUTI
1K
BACA
revenge
dark
BE
arrogant
badboy
kickass heroine
heir/heiress
drama
tragedy
bxg
serious
witty
campus
city
enimies to lovers
war
like
intro-logo
Uraian

"Kebebasan dan kesepian itu hampir serupa."

Ah, Nael tidak menyangka hidupnya yang sempurna hancur hanya dalam sepersekian detik karena manusia bodoh macam Junior. Orang itu melibatkannya dalam segala kekacauan, termasuk merusak percintaannya dengan mahasiswi abadi bernama Alexelle Gabriella.

Andai tahu kedatangan Junior hari itu akan membunuhnya, mungkin Nael tidak akan pernah menemuinya lagi seumur hidupnya.

"Rot in hell ... I'll make sure God shows you no mercy."

chap-preview
Pratinjau gratis
Unknown Place
Tempat antah berantah. Tidak terlihat secuilpun pemukiman warga. Entah di kota mana, laki-laki itu terkepung keterasingan, juga terkepung rasa takut yang luar biasa. Sudah berlari berapa lama, entahlah. Sekujur tubuhnya gemetaran hebat. Langkah kaki yang membawanya berlari itu perlahan melambat dan pada akhirnya tidak sanggup lagi untuk terus melangkah. Nael duduk tersandar di dinding, tepat di sebelah tong sampah besar. Napasnya menggebu-gebu dan degup jantungnya melonjak gila-gilaan. Nael gemetaran. Gemetar kesakitan, gemetar ketakutan. Terutama saat kedua telinganya menangkap suara derap langkah di luar sana. Semula hanya satu, namun lama-lama bertambah banyak. Satu, dua, tiga, empat, lima, enam ..., ada enam orang di luar sana. Dan enam orang itu berusaha menangkapnya. Drap. Drap. Drap. Napasnya tercekat saat terdengar suara langkah sepatu mendekat ke tempat persembunyiannya. Nael hanya bisa diam sembari menekan lukanya. Dirasa keberadaannya terancam, Nael mengeluarkan pisau lipat dari saku jaketnya— SRING!! BUKKK! Seseorang dengan kecepatan yang tidak terduga menyambutnya dari titik buta. Pisau di genggaman tangannya terjatuh ke jalan sementara leher Nael dikunci. Jelas Nael berontak. Sempat terjadi pergulatan yang pada akhirnya didominasi oleh Hydra. "s**t ...!" Nael berada di posisi yang paling tidak menguntungkan. Rambutnya dicengkram, pelipisnya ditodong oleh pistol. Dengan kasar Hydra menyeretnya keluar dari gang gelap itu. Semakin Nael memberontak, semakin keras Hydra menyeretnya. "You bastard!" "I know." Nael kembali memberontak. Kali ini jauh lebih keras sampai membuat Hydra terundur dan melepaskan cengkramannya di rambut Nael. Memanfaatkan kesempatan itu, Nael merangkak menjauhi Hydra, namun apalah langit seakan tidak menyetujui kebebasannya. Hydra sudah menghadangnya di depan, kemudian wajahnya ditendang sekeras-kerasnya sampai terjungkal ke belakang. Tanpa ampun Hydra menghajar Nael hingga membuat laki-laki itu pada akhirnya menyerah. Nael diseret masuk ke dalam mobil yang sudah menunggu di depan sana. Hydra mengikat tangan Nael sekuat-kuatnya agar laki-laki itu tidak berontak saat di perjalanan. Tapi, tentu saja ..., —berontak. Buktinya, di tengah jalan Nael bisa mencekik leher pengemudi mobil hingga mobil mereka oleng. Hydra yang berusaha menghentikannya justru ditendang oleh Nael. Dengan brutal Nael menusuk-nusuk leher si pengemudi menggunakan pulpen milik Hydra yang dicurinya saat Hydra mengikat kedua tangannya tadi. Darah menciprat ke mana-mana. Dan si pengemudi mati seketika. Mobil yang mereka tumpangi oleng. Si pengemudi telah meninggal. Kini tersisa Hydra dan satu pengawal yang memegangi bahu Nael. Saat Hydra hendak mengambil alih kemudi, Nael menendangnya sampai kembali ke tempat duduknya. Mobil melaju dengan kecepatan gila-gilaan, oleh pengemudi yang sudah mati. "BANGSATT!! ARGHHHH!!!" Paha Hydra ditusuk pulpen. Sementara Nael tertawa terbahak-bahak. Mati? Dia tidak akan mati sendirian. Setidaknya ... harus mati bersama Hydra. BRUKKKKK!! Naas. Mobil itu terguling-guling usai menabrak pembatas jalan. Keras sekali sampai orang-orang di dalam mobil itu tergeletak. Asap menggumpal di sekitar mobil. Bau bensin menyeruak ke dalam indera penciuman Nael. Dengan sisa-sisa kesadaran yang tertinggal sedikit, Nael merangkak keluar dari mobil. Pecahan kaca menusuk permukaan kulitnya. Nael merintih jatuh usai berhasil berdiri. Pening sekali kepalanya sampai-sampai pandangannya buram. Aroma darah menyeruak. Nael kembali bangkit namun tiba-tiba sebuah tangan menahan kakinya hingga kembali terjatuh mencium aspal. Di belakang sana, Hydra yang ternyata masih sadarkan diri merangkak meraih bahu Nael, mencegahnya kabur. Terjadi pergulangan yang sengit di antara keduanya. Hydra berhasil melempar Nael hingga menubruk mobil. Sedangkan Nael mati-matian menahan kesadarannya agar tetap terjaga disela rasa sakit dan pening yang mendera semakin brutal. Buk! Nael berhasil menendang Hydra sampai terjatuh ke aspal jalan kemudian tergontai-gontai melarikan diri. Tidak tinggal diam, Hydra mengejar. Terjadi aksi kejar-kejaran antara keduanya hingga ke tengah jalan. "NAELLL!!" seru Hydra memanggil-manggil di belakang. "NAEEEELLLLLLL!!!" "NAEELLLL ...!" Buk. Menoleh ke belakang, Nael melihat Hydra sudah ambruk terkapar tidak sadarkan diri di tengah jalan. Akhirnya ... akhirnya ..., Akhirnya Nael bebas— BRUKKKK! Sebuah mobil sport merah dengan kecepatan tinggi menabraknya dari arah berlawanan. Nael terguling ke atas kap mobil hingga ke belakang dan jatuh dengan mengenaskan di atas aspal jalanan. Si pengemudi mobil sport itu turun dengan langkah gontai mendekati Nael. Dia hanya menatap Nael dengan wajah panik sambil berbicara dengan seseorang di dalam telpon. "f**k! Aku nabrak orang!" Perempuan itu berjongkok memeriksa keadaan Nael yang masih setengah sadar. Napas bau alkoholnya menyeruak ke tenggorokan. Haha, sial ... "Jem! Dia masih hidup!" Perempuan itu meracau. Dia sibuk mondar-mandir alih-alih membantu membawanya ke rumah sakit. Perempuan itu menggigit kukunya getir. "Apa aku tinggalin aja?" Jangan ... "... tempatnya sepi, Jem! Ini jalan tol! Jam dua dini hari, nggak ada saksi!" Sesekali perempuan itu melirik ke arah Nael. "Besok aku harus berangkat ke Manila! Aku nggak ada waktu buat ngurus hal kayak beginian! Seriusan, aku nggak sengaja!" "... oh, JEM!!!" "NEVERMIND, JEM! Aku shareloc aja!" Lalu terakhir, perempuan itu meninggalkannya sendirian, tergeletak dengan sekujur tubuh terendam oleh darah, tanpa sedikitpun pertanggungjawaban. Sekujur tubuhnya seakan remuk. Namun Tuhan masih membuatnya sadarkan diri. Sungguh jahat. Bahkan Nael bisa bangkit dan merangkak. Dengan kondisi yang sudah amat sangat mengenaskan, Nael hanya mencoba berjalan sejauh apa dirinya bisa. Dengan posisi tangan masih terikat tali serta darah yang berceceran dan membuat jejak di setiap aspal yang dilewatinya, kesadarannya perlahan memudar. Langkahnya mulai sempoyongan dan akhirnya ambruk. *** Mati? Belum. Sepertinya Tuhan masih tega melihatnya sekarat. Di tengah gelapnya hari menjelang subuh, Nael kembali bangkit dari tempatnya tergeletak. Benar-benar naas sampai rasanya seperti hanya jiwa yang berkelana. Saking naasnya, walaupun sekujur tubuhnya terluka, Nael tetap berjalan mencari tempat untuk mati. Hebat, bukan? Adrenalin bertahan hidupnya luar biasa. Masih sekarat pun masih bisa berdiri. "Kacau banget," ujar seorang perempuan yang berdiri di depan sana. Perempuan itu menatap Nael dengan sorot prihatin. "Jangan natap aku kayak gitu. Aku bukan orang jahat- Bruk. Nael langsung ambruk nggak sadarkan diri tepat di hadapan Anneliese. Anneliese menghela napas. "Penggal kepalanya? Atau bawa jarinya aja?" tanya Anneliese kepada laki-laki di belakangnya yang sigap menyeret tubuh Nael. "Bawa hidup-hidup, Nona." Anneliese tersenyum sumringah. "Kira-kira nominal berapa yang pas buat aku tawarin ke bos?" *** Anneliese bersandar di bingkai pintu sembari mengisap rokok, sibuk sejak tadi memperhatikan Nael yang diikat di dalam sana. Tidak lama, Adam datang setelah itu, membawa informasi untuknya. "Ada tamu nggak diundang di luar," bisik Adam. Anneliese mengembuskan napas seraya mematikan puntung rokoknya. Perempuan itu kemudian menggerutu sembari mengeluarkan pistolnya dari pinggang. "Egret," lanjut Adam membuat pergerakan Anneliese seketika terinterupsi. Perempuan itu menatap Adam dengan tatapan tidak bisa dideskripsikan. Antara terkejut dan terheran-heran. "Sejak kapan dia tahu markas kita?" DOR! DOR! DOR! DOR! Letusan peluru datang secara mendadak dan membabi buta dari arah luar. Tidak lama setelah itu, muncul beberapa orang bersenjata menembaki apa pun yang tampak di dalam ruangan itu. "EGRET SIALAN!!" jerit Anneliese. "Masih hidup rupanya! Terakhir kali lehermu kugorok deh." Terjadi pertumpahan darah yang tidak diinginkan. Anneliese dan Adam selamat, mereka menyeret Nael keluar dari sana usai menumbangkan kawanan Egret sebelum yang lainnya berdatangan lebih banyak. Rupa-rupanya ... di luar markas sudah dihadang oleh kawanan bersenjata yang lain. Adam ditembak mati di tempat, sementara Anneliese dan Nael berhasil melarikan diri. Dor! Anneliese tertembak di kaki. Perempuan itu kemudian menarik Nael bersembunyi di dalam salah satu kontainer. Di luar kacau sekali. Bagaimana mereka bisa datang ke dermaga dan menciduk Anneliese?! "UGHHHHHH SAKIT BANGETTT EGRET SIALAN!" rutuk Anneliese seraya membalut luka tembaknya menggunakan robekan kain bajunya. Klak. Tubuh Anneliese menegang. Dinginnya ujung pistol terasa di pelipis Anneliese. Melirik, rupanya Egret. Tanpa basa-basi, Egret langsung menarik pelatuk, dan DOR! Darah muncrat ke wajah Anneliese. Darah Egret. Melirik ke belakang, ternyata Nael yang menembak. Menembak Egret tepat sebelum Egret menembak Anneliese. Alis Anneliese menyatu menyaksikan itu. Untuk ukuran orang biasa, dia tidak gentar. Nael menjatuhkan pistol di tangannya dan jatuh lemas ke lantai. Tatapannya getir. Dia kembali membunuh tanpa sengaja. Anneliese langsung mendekati Nael dan menatapnya penuh selidik. Tapi jauh sebelum itu, karena kerasnya bunyi tembakan dari tempat Anneliese berada, para pembunuh di luar sana langsung merapat mengepung kontainer tempat Anneliese berdiri sekarang. Dor! Dor! Dor! Anneliese merampas pistol di lantai dan mengecek persediaan peluru. Sial, tersisa satu. Ponsel di saku celana Anneliese bergetar panjang dan tanpa pikir panjang Anneliese langsung mengangkatnya. "Kamu sedang bersamanya sekarang?" Tanpa perlu berpikir siapa yang dimaksud, Anneliese melirik ke arah Nael. "Aku nggak bisa keluar. Para pembunuh mengepung di luar sana." "Dengerin baik-baik perkataanku. Kamu harus secepatnya keluar dari sana." "Aku nggak bisa keluar, Damian!" "Bisa. Aku handle para pembunuh dan kamu harus keluar—tanpa dia." "...?" Damian kembali melanjutkan ucapannya, "kuulangi. Jangan sampai dia tahu. Kamu harus keluar, tanpa dia." "Kenapa ...," ucapan Anneliese terhenti saat menoleh ke arah Nael yang ... sudah berdiri sambil menatapnya dengan tatapan ... entahlah ... sembari mencengkram kuat-kuat patahan kayu tajam di tangannya. CRAT. ***

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

30 Days to Freedom: Abandoned Luna is Secret Shadow King

read
307.5K
bc

Too Late for Regret

read
271.6K
bc

Just One Kiss, before divorcing me

read
1.6M
bc

Alpha's Regret: the Luna is Secret Heiress!

read
1.2M
bc

The Warrior's Broken Mate

read
135.8K
bc

The Lost Pack

read
374.6K
bc

Revenge, served in a black dress

read
144.1K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook