Anggun melepas seatbelt nya ketika mobil Devan sudah memasuki pelataran rumahnya. Setelah perdebatan kecil dengan Anggun dan teman temannya tadi, akhirnya Devan mau tak mau harus membawa Anggun pulang.
Merepotkan memang!
Anggun dengan cepat keluar dari mobil Devan dan langsung membanting pintu mobil dengan sangat keras. Berjalan masuk ke dalam rumahnya dengan langkah tergopoh gopoh. Dia bahkan tak mempedulikan Devan yang masih berada di dalam mobil.
Uh, Anggun sangat kesal sekali jika mengingat nama lelaki itu. Bodo amatlah jika Devan berpikir jika Anggun tak tau terimakasih. Salah dia sendiri, Anggun 'kan memang tidak berniat di antar dia sama sekali. Jadi, buat apa Anggun mengucapkan terimakasih. Mending, terima gaji sajalah yang lebih enak.
Eh....
Devan menyusul Anggun, memastikan jika Anggun kali ini benar benar pulang. Jangan sampai dia merasa bersalah lagi pada Ririn karena tak berhasil menjaga Anggun. Sial, kenapa Devan jadi harus repot begini sih?
Anggun berjalan dengan cepat, namun belum sempat kakinya menginjak anak tangga pertama, Ririn sudah menyambutnya lebih dulu.
"Anggun,kamu baik baik aja 'kan sayang? Kamu darimana aja? Mama khawatir loh sama kamu. " Ririn mencerca Anggun dengan pertanyaan seraya memegang kedua bahu Anggun. Meneliti setiap bagian tubuh Anggun. Ririn bertanya dengan penuh khawatir. Karena tidak biasanya Anggun pergi tanpa sepengetahuan nya. Kalaupun hanya sekedar main ke club, Anggun pasti akan selalu meminta ijinnya lebih dulu. Walau harus mendapat omelan bertubi tubi sebelumnya. Tapi yang namanya Anggun, tak akan mempan walau sudah di ceramahi berulang kali. Bagi Anggun, omelan Ririn dia ibaratkan seperti radio soak yang kehilangan sinyal.
Bukan main....
Anggun memutar bola matanya malas. Kenapa sih Ririn harus selebay itu.
"Iya, Anggun baik baik aja kok Ma. " Balasnya ogah ogahan .
Ririn bernafas lega. Akhirnya bisa melihat Anggun baik baik saja. Dia mungkin terlalu khawatir pada Anggun hingga berpikiran buruk dan terjadi sesuatu pada Anggun.
"Alhamdulillah, Mama bisa tenang kalo gitu. " Ucapnya seraya mengusap d**a.
"Hmmm... " Balas Anggun malas. Rencananya untuk menghilangkan stres malam ini jadi gagal karena Devan lagi. Devan Devan Devan.....
Satu nama yang selalu membuat Anggun stres. Niat ingin menghilangkan stres, justru dibuat tambah stres.
"Oh, ada Devan juga ya. " Cicit Ririn ketika menyadari seonggok daging yang tengah berdiri memperhatikan interaksi mereka.
Devan tersenyum.
"Iya tante, tadi saya nggak sengaja ketemu sama Anggun. Jadi saya antarkan saja dia pulang. " Ujar Devan ramah.
"Aduuh....Makasi ya Devan, tante jadi nggak enak ngerepotin Devan terus. " Balas Ririn. Sedangkan Anggun yang mendengar dan melihat tingkah Mamanya yang selalu bertingkah manis pada Devan menirukan ucapan Ririn dengan bibir menye menye tanpa suara. Kesal sekali melihatnya!
"Nggak apa apa kok tante. Kalo gitu saya permisi dulu ya tante. Udah malem soalnya. " Devan berujar pamit. Dia tidak ingin berlama lama juga disana.
"Iya iya, Hati-hati ya Devan. " Balas Ririn.
Anggun memanyunkan bibirnya seraya bersidekap.
"Dasar genit! Giliran liat cowok ganteng pasti langsung lupa sama anak sendiri! Anak kandung serasa anak tiri " Sungutnya mencibir.
"Siapa yang lupa sama anak sendiri? " Suara bariton dari arah dapur membuat Anggun sontak menoleh.
"Papa! " Serunya dan langsung berhambur memeluk sang Papa yang sudah cukup lama tidak bertemu dengannya.
"Papa kapan pulang? Anggun kangen banget sama Papa. " Tanya Anggun seraya mengurai pelukannya.
Pratama_nama Papa Anggun, tersenyum kearah Anggun.
"Tadi sore. Tapi kamunya belum pulang." Jawabnya seraya mengelus surai panjang Anggun yang tergerai lurus.
"Pasti anak Papa yang cantik ini main ke club malam lagi? " Tanyanya lembut. Pratama memang audah hafal betul kelakuan bar bar anak semata wayangnya itu.
Anggun cengengesan, Papanya memang tidak pernah melarang dirinya untuk ke club. Namun, jika orang lain tau kelakuannya, maka reputasi Papanya yang menjadi seorang mentri bisa saja rusak karena kelakuannya.
"Hehehe....,kok Papa tau? " Ujarnya seraya garuk garuk kepala.
"Tau dong, Papa nya siapa dulu? "
"Papanya princes Anggun donk! " Balas Anggun sombong.
"Eh...eh...., ini ada apa main peluk peluk? " Ririn datang sambil misuh misuh.
"Anggun bilang, dia kangen sama Papa Ma. " Terang Pratama.
"Terus Mama dilupain, gitu? " Cibir Ririn seraya bersidekap.
Anggun melengos dengan bibir mengerucut.
"Mama sendiri udah nggak sayang lagi sama Anggun. Jadi, buat apa Anggun peluk Mama. Mama sama Devan aja sana! " Usir Anggun pada Ririn. Dia masih sangat kes dengan Mamanya.
"Ciyeee, yang cemburu kalo Mamanya deket deket sama pacarnya nih yeeee?? " Bukannya kesal, Ririn justru semakin menggoda Anggun.
"Apaan sih? Siapa yang cemburu? Siapa juga yang mau pacaran sama es balok yang super ngeselin kaya dia. Sorry dorry strobery! " Balas Anggun mentah mentah. Jelas saja, mana mau dia pacaran sama Devan. Berharap dekat dengan dia saja Anggun sudah bergidik ngeri. Apalagi jadi pacarnya? Jangan sampai!
"Kalo cemburu bilang aja, nggak apa apa. Mama malah seneng kok. "
"Ih..., udah dibilangin nggak ada yang cemburu juga. Mama terlalu percaya ndiri banget deh. " Anggun dan Ririn masih terus berdebat layaknya adik dan kakak.
" Pacar? Bukannya Anggun emang sudah pacaran Ma? Siapa tuh namanya, Di Dion,ya Dion." Pratama berceletuk. Karena seingatnya, Anggun hanya oernah memperkenalkan dirinya dengan Dion yang sudah berstatus mantan sekarang.
"Bukan Pa, yang ini cowoknya beda. Lebih gerrrr dari Dion. " Ririn berujar jemawa.
"Mama! " Tegur Anggun. Kenapa juga sih Ririn harus membeda bedakan Devan dengan Dion? Ckk... Anggun kesal sekali setiap mendengar dua nama itu. Mengingatkan bagaimana kelakuan b******k Dion dan sifat menyebalkan dari Devan. Kenapa dia harus di kelilingi dua orang itu sih?
Pratama mangut mangut.
"Oh,jadi anak Papa sekarang udah ganti pacar nih ceritanya? " Tambahnya lagi menggoda. Seakan menjadi keseruan untuknya dan juga Ririn menggoda anak gadisnya itu.
Anggun segera menggeleng dengan cepat.
"Nggak Pa, Papa jangan percaya sama Mama. Mama itu banyak hoaxnya. " Sanggah Anggun seraya menunjuk Ririn.
"Anggun tuh yang malu malu tai meong Pa. Masa cowok setampan Devan nggak mau dipacarin? Kan sayang, terlalu menyia nyiakan ciptaan Tuhan namanya. "
"Tuh kan Pa. Mama itu sekarang jadi genit. "
"Mama bukannya genit Gun. Mama cuma kasi tau Papa aja. Kalo calon mantu Mama itu tampan Gun. "
"Amit amit, cowok nyebelin kaya gitu dibilang tampan. Dan apa tadi, calon mantu? Ogah deh, Anggun nggak bakalan tertarik sama cowok dingin macem Devan. "
"Jadi namanya Devan? "
"Iya Pa. "
"Kok nggak di kenalin sama Papa. "
"Kapan kapan aja deh Pa. Mama rencananya juga mau ngundang dia makan malam. Gimana? "
"Nggak! Nggak boleh, dan nggak akan ada kapan kapan atau lain kali lagi. Anggun nggak mau berurusan sama es balok itu lagi. Udahlah, Anggun ngantuk. Mau istirahat dulu. "
"Iya udah. Mimpi indahnya sayang. "
"Iya."
_________
Matahari mulai memancarkan sinarnya dengan malu malu. Sedangkan sosok gadis bab bar masih terbaring berbalut selimut sedang terlelap di alam mimpinya. Anggun menggeliat pelan, ketika mendengar suara kokokan ayam yang ntah siapa pemiliknya. Membuka matanya perlahan. Kali ini dia tidak bangun kesiangan lagi. Karena tadi malam dia tidur tidak terlalu larut. Pantas kah dia berterimakasih pada Devan sekarang? Mungkin jika lelaki itu tidak menyeretnya untuk pulang, dia pasti masih tertidur sekarang.
Tuh kan, kenapa lagi lagi dia jadi ingat Devan.
Anggun beringsut dari baringnya sambil menguap lebar. Dia bersandar dan kembali menggeliat. Setelah nya dia bergegas untuk membersihkan diri. Semoga hari ini cerah tanpa ada embel embel Devan lagi.