Part 15 - Kejanggalan

1840 Kata
Pada saat melewati gudang, gudang itu masih terbuka. Chan melirik ke dalam gudang itu. Ia melihat sekilas ke dalam gudang dan menemukan sesuatu yang aneh. Entahlah, ia tidak yakin dengan apa yang ia lihat, namun, menurutnya ada sesuatu yang mencurigakan. Ia sempat menghentikan langkahnya beberapa saat. Saat hendak ingin masuk ke dalam gudang itu, suara oranglain membuat Chan menghentikan langkahnya. “Hei, Chan! Kenapa kau berhenti?” tanya Samuel. Samuel yang sebelumnya sudah berjalan mendahului Chan pun ia berballik dan mendekat ke arah Chan. Chan hendak mengatakan pada Samuel. Namun, ia mengurungkan niatnya. Chan merasa jika teman-temannya saat ini sudah sangat lelah setelah perjalanan panjang yang mereka tempuh. Chan tidak ingin menambah beban pikiran mereka dengan sesuatu yang belum jelas. “Tidak. Gudangnya terbuka,” jawab Chan. Ia terpaksa berbohong kali ini. Samuel terdiam beberapa saat. Ia mengingat kejadian tempo hari. “Ya…aku ingat. Waktu itu, aku dan Thomas lupa untuk menutup pintu gudang.” “Oh, begitu rupanya.” “Ya, sudah, kita langsung ke masuk ke rumah Kim saja. Aku sangat letih.” Sebelum berjalan meninggalkan gudang, Chan tak lupa menutup pintu gudang. Ia masih penasaran dengan apa yang ia lihat. ‘Seperti ada yang aneh. Kenapa tikarnya tergeletak di lantai? Bukankah Kim bilang tikarnya ada di atas gudang?’ batin Chan. Chan berusaha untuk menghiraukan pikiran-pikiran buruk dalam dirinya. Ia yakin, jika tidak ada yang aneh dengan semua ini. Mungkin, hanya kebetulan saja tikar itu bisa berada di lantai. Setelah menutup pintu, Chan kemudian menyusul teman-temannya yang sudah berjalan mendahului dirinya.   *** Mereka kini sudah membersihkan diri mereka dan makan malam. Rasanya, sangatlah segar mandi malam hari setelah berhari-hari tidak mandi. Dan bisa makan sepuasnya. Sehari ini, mereka menahan rasa lapar mereka karena cadangan makanan yang mereka bawa menipis. Thomas yang telah selesai mandi merasa sangat bahagia sekali, meskipun rasa sakit hadir saat lukanya terkena air. “Akhirnya, aku bisa mandi juga. Badanku rasanya bau sekali dan lengket.” “Bukankah setiap hari kau bau?” Chan mengatakan itu sambil tertawa. Thomas nampak kesal dengan Chan. “Tidak mungkin aku bau. Kalaupun aku bau, pasti aku tidak mempunyai kekasih.” Dylan yang sedang makan di atas kursi ruang tamu pun melirik tajam ke arah Thomas. “Bukankah kau tidak mempunyai pacar?” Thomas terdiam. Sedangkan, teman-temannya menertawai dirinya. Ia baru sadar jika beberapa bulan yang lalu ia sempat menjalin hubungan dengan seseorang yang satu kampus denganya. Sayangnya, hubungan mereka kandas karena perempuan itu lebih memilih lelaki lain yang lebih tampan dan kaya dari Thomas. Padahal, Thomas termasuk orang yang memiliki paras yang lumayan. Ia berasal dari keluarga yang berada. Namun, Thomas tidak pernah menunjukkan hal itu. Ia tidak ingin merasa sombong. Bahkan, ia membiayai kuliah dan biaya hidup dirniya dengan uang hasil kerja kerasnya. Beberapa minggu terakhir merupakan minggu-minggu yang berat yang pernah ia jalani. Ia ingin lari dari rasa patah hatinya karena telah berpisah dengan seorang perempuan yang mewarnai hidupnya beberapa tahun ini. Beruntung saja, teman-temannya mengadakan acara berkemah. Setidaknya, ada waktu satu hari untuk tidak memikirkan perempuan itu. Setelah tiga hari hidup di hutan, ia sampai lupa mengenai permasalahan hatinya “Sudah, jangan bersedih seperti itu. Kau harus bisa melupakan wanita seperti dia. Dia tidak pantas memilikimu,” Samuel tidak ingin temannya itu bersedih hanya karena seorang wanita yang tidak benar-benar mencintai Thomas. “Benar apa yang dikatakan Sam. Kau mencintainya, tapi apakah seperti ini balasan dari rasa cintamu? Demi harta dan rupa dia berani meninggalkan lelaki yang tulus mencintainya,” Kimberly ikut menimbrung percakapan ini. “Sudahlah. Lupakan semuanya. Mari kita tidur saja,” Chan mulai merebahkan dirinya di atas kasur lipat yang sudah mereka tata sedemikian rupa. Badan Chan rasanya sudah tidak karuan. Ia ingin tertidur lelap malam ini. Melihat Chan yang sudah mengenakan selimutnya, mereka semua ikut-ikutan untuk merebahkan diri mereka di atas kasur lipat. Mereka ingin tidur dengan nyenyak malam ini. Besok mungkin akan menjadi hari yang berat bagi mereka. Karena mereka akan berhadapan langsung dengan keluarga Nicholas. Mereka harus menyiapkan tenaga dan mental mereka. “Selamat tidur, semuanya!” “Selamat tidur juga, Sam.” “Night, Sam.” Malam ini, mereka tidur bersama di ruang tamu milik Kimberly. Mereka sering tidur bersama seperti ini. Biasanya, lelaki akan tidur satu kasur yang sama, dan perempuan juga tidur sesama perempuan. Sayangnya, malam ini tidak ada Nicholas yang sering berbuat usil kepada teman-temannya yang sedang tertidur. Mereka sering menginap sambil menonton film horror. Nicholas yang selalu jadi penakut saat menonton film berhantu. Sedangkan yang lain, sibuk menyaksikan film sambil menikmati camilan yang sudah disiapkan sebelumnya. Malam ini berbeda. Mereka tidur bersama karena mereka sedang mencari Nicholas. Chan sedari tadi belum bisa tidur. Ia melihat sekelilingnya. Gelap dan sunyi. Teman-temannya pasti sudah tertidur semua. Hanya dirinya saja yang belum bisa memejamkan matanya. Ia merubah posisinya yang awalnya miring ke kanan menjadi terlentang menatap ke langit-langit ruang tamu. Ia masih memikirkan kejadian saat ia melewati gudang tadi. Pasalnya, saat ia melewati gudang tadi, ia merasakan sesuatu yang aneh. Kimberly sebelumnya mengatakan jika tikar berada di atas almari. Namun, ia melihat tikar itu tergeletak begitu saja di lantai. Mungkin bagi teman-temannya ini bukan masalah. Sedangkan, bagi Chan ini masalah. Ia berhipotesis jika sesuatu yang tergeletak begitu saja pasti ada tujuan atau penyebabnya. Entah ada hal-hal yang mendesak atau hal lain. Chan seringkali menonton film detektif. Dugaan seperti ini seringkali para detektif lakukan. Ia ingin sekali mendatangi gudang saat sekarang untuk melihat lebih lanjut. Namun, ia mengurungkan niat itu. Jika ada salah satu dari temannya terbangun dari tidurnya, pastinya mereka akan khawatir dan bingung ke mana perginya Chan. Ia tidak ingin mereka khawatir setelah apa yang menimpa Nicholas. Chan berpikir, jika dirinya pergi ke gudang itu lalu bagaimana jika seandainya dirinya ikut menghilang seperti Nicholas? Chan segera membuang jauh-jauh niatannya untuk pergi ke gudang. Ia harus tetap berpikir jika di sana tidak terjadi apa-apa. Lagipula, Samuel dan Thomas sudah memeriksa kondisi gudang sebelumnya. Pasti tidak ada sesuatu di dalam gudang itu. Chan mulai memejamkan matanya. Ia harus tertidur malam ini.   *** Matahari sudah mengeluarkan sinarnya sejak beberapa jam yang lalu. Mereka bangun terlalu siang hari ini. Mereka merasa jika tidurnya kali ini sangat nyaman, tenang, dan nyenyak. Memang seperti itu. Saat seseorang terlalu letih dengan kegiatan yang baru saja mereka lakukan, pasti saat tertidur mereka akan sangat nyenyak hingga akhirnya bangun terlalu siang. “Astaga! Sudah jam sebelas?” Samuel yang baru saja terbangun langsung memeriksa ponsel yang berada di sampingnya. Ia sangat terkejut saat melihat jam di ponselnya menunjukkan pukul sebelas siang. Mereka yang semula tidak menyadari jika sekarang sudah siang hari langsung membuka gorden dan jendela yang ada. Mereka terkejut. Matahari hari ini terik sekali. “Astaga, Ya Tuhan! Kita akan ke rumah Nick pukul sepuluh. Sekarang sudah pukul sebelas.” Dylan membuka ponselnya yang sudah lama tidak ia mainkan. Terdapat beberapa riwayat panggilan dari ayah dan ibunya. Ia juga mengecek riwayat pesan, ayah, ibu, dan adiknya mengirimkan berpuluh-puluh pesan kepadanya. Namun, Dylan tidak menyadari jika mereka mengirimkan pesan dan menelepon Dylan terus menerus. Dylan yakin jika orangtuanya saat ini sangat khawatir pada Dylan. Terlebih lagi sekarang sudah empat hari mereka belum pulang ke rumah. Dylan berinisiatif untuk menghubungi keluarganya. Berdering.  Dylan terus menunggu hingga akhirnya panggilan suara itu dijawab oleh nomor yang ia tuju. “Dylan?” Terdapat suara dari seberang sana. “Ibu? “Astaga, Ya Tuhan! Kemana saja kau beberapa hari ini, sayang? Ayah, ibu, dan adikmu mencemaskan dirimu. Ibu dan ayah kemarin datang ke rumah temanmu. Keluarganya mengatakan jika temanmu belum pulang juga.” Dylan penasaran. Rumah siapa yang didatangi oleh ayah ibunya. “Ibu datang ke rumah siapa?” “Ibu dan ayah datang ke rumah temanmu, Nicholas. Orangtuanya mengatakan jika Nicholas belum pulang juga. Maka dari itu, ibu tidak terlalu khawatir karena kalian sama-sama belum kembali ke rumah. Ibu akan lebih khawatir jika temanmu sudah ada di rumah sedangkan kau belum. Kenapa lama sekali kau pulang, Dylan? Apa ada masalah?” Ia memikirkan suatu hal. Nicholas belum pulang ke rumah. Itu artinya, Nicholas benar-benar menghilang ke suatu tempat. Dylan masih memikirkan kemana perginya Nicholas. Tidak mungkin ia akan sembunyi di rumahnya sendiri. Mendengar tidak ada jawaban dari Dylan, ibunya pun menanyakan hal yang sama. “Dylan…apa sedang ada masalah di antara kalian?” Dylan ingin jujur kepada ibunya. Namun, ia belum siap mengatakan yang sebenarnya kepada ibunya itu. “Tidak…tidak ada masalah, bu. Maaf jika Dylan sudah membuat ibu khawatir.” “Tidak apa-apa, sayang. Bagaimana kabarmu? Kau baik-baik saja? Sekarang kau ada di mana, Dylan?” tanya ibunya. Ibunya itu memiliki sifat yang lembut. Hal itu membat Dylan tidak tega jika harus membohongi ibunya. Namun, tidak ada cara lain selain berbohong pada ibunya. Ia tidka ingin membuat ibunya khawatir setelah mengetahui mengapa dirinya hingga saat ini belum pulang ke rumah. “Dylan baik-baik saja. Dylan ada di rumah Kimberly bersama teman-teman yang lain. Dylan akan menginap di sini dalam beberapa hari. Maafkan Dylan karena tidak menghubungi ibu sebelumnya. Karena…” Dylan menggantungkan ucapannya. Ia ingin sekali juju, tetapi sulit untuk ia lakukan. Dengan terpaksa, ia berbohong pada ibunya lagi. “Karena…keluarga Kimberly sedang berada di luar kota. Dan kami, diberi amanah untuk menemani Kimberly di sini.” “Baiklah, Dylan. Tidak apa-apa. Jaga dirimu ya, nak. Kabari ibu jika ada sesuatu hal yang terjadi di antara kalian. Ibu tutup teleponnya, ya? Ibu ada urusan lain. Love you.” Tanpa mendengar balsan dari Dylan, wanita empat puluh lima tahun itu langsung menutup teleponnya begitu saja. “Love you too. Maafkan Dylan karena sudah berbohong,” ucap Dylan setelah ibunya memutuskan panggilan dengannya. Setelah menutup ponselnya, ia bergegas menghampiri teman-temannya yang nampak sibuk dengan aktivitas masing-masing. Samuel dan Chan sedang membereskan kasur yang mereka gunakan untuk tidur, sedangkan Kimberly, Gabriella, dan Elizabeth menyiapkan sarapan sekaligus makan siang bagi teman-temannya. Dan Thomas, ia sedang membersihkan dirinya di kamar mandi. “Dari mana saja kau?” tanya Chan yang masih sibuk dengan aktivitasnya. “Aku tadi sedang menghubungi ibuku.” Chan meninggalkan aktivitasnya sementara dan terfokus kepada Dylan. “Apakah kau mengatakan yang sebenarnya kepada ibumu tentang masalah ini?” “Tidak…terpaksa aku berbohong padanya. Kau tahu jika ibuku suka memiliki sifat khawatir yang berlebih. Dan aku tidak ingin ibuku khawatir.” Chan hanya merespon dengan anggukan. “Chan, kemarin ibuku mendatangi rumah Nick.” Chan yang mendengar hal itu langsung terkejut. “Kenapa? Lalu, bagaimana?” “Ibuku khawatir denganku. Karena aku tidak menghubunginya selama tiga hari. Akhirnya, orangtuaku mendatangi rumah Nick.” “Lalu, apa yang dikatakan kelaurga Nick?” “Ya…mereka mengatakan jika Nick juga belum pulang. Bahkan, ponsel Nick tidak dapat dihubungi. Mereka berpikir jika kita masih bersama-sama dengan Nick.” Perbincangan mereka terputus karena suara teriakan dari Thomas. “Siapa yang ingin mandi? Kamar mandinya sudah kosong.” Mendengar ucapan Thomas, Samuel menghampiri Chan yang sedang berbincang dengan Dylan. “Chan, kau mandi dahulu saja. Biar aku dan Dylan yang akan menyelesaikan ini.” “Baik, Sam.” Chan beranjak dari tempatnya dan menuju ke kamar mandi. Sedangkan Samuel dan Dylan kini yang membereskan ruang tamu supaya kembali tertata seperti semula.   ***   To be continued
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN