30 – Mengajukan Beberapa Pertanyaan

1005 Kata
30 – Mengajukan Beberapa Pertanyaan Sampai di depan universitas, aku melihat jika Xendar sudah berdiri di depan gerbang, gelagatnya seperti petugas keamanan yang siap memakan siapa saja yang menjadi korbannya, tidak sampai seperti itu juga, sih. Tapi tetap saja auranya sangat kuat dan wajahnya sangat tampan ketika dia sedang serius, oh astaga, apa yang kupikirkan? Kakiku tanpa sadar berhenti melangkah saat dia menatapku, sudah terlambat untuk melarikan diri atau pura-pura tak melihatnya kemudian menjauh secepat mungkin. Aku memandang ke arahnya, tampak jika tangannya terjulur ke depan, ia menunjuk ke arahku. Aku pura-pura tak peka dan segera saja mengedarkan pandangan ke sekitarku, kanan kiri, belakang, tapi tak ada siapa-siapa, hanya ada diriku saat ini, di sini. Setelah memastikan jika hanya aku saja, maka aku kemudian menunjuk diri sendiri, mengisyaratkan apakah aku adalah orang yang dia tunjuk. Maka ia mengangguk dan memutar tangan, menggerakkan jari telunjuknya sebagai tanda agar aku mendekat padanya. Oke, aku tak bisa menghindar dari ini, maka setelah menarik napas dan membuangnya, dengan menguatkan tekad, aku segera mendekat ke arahnya. “Hai, selamat pagi.” Kusapa dia saat kakiku berhenti tepat dua langkah di depannya. Aku tersenyum seadanya seperti hari-hari normal sebelum semua ini terjadi. “Pagi, Ely.” Dia membalas sapaanku, dan senyumnya itu ... wah dia memang seksi. “Sedang menunggu seseorang, ya? Kalau begitu aku pergi.” Aku segera bertanya dan melangkah hendak meninggalkannya. Tapi dia menahan diriku dengan cara menghalangi langkahku, berdiri tepat di hadapanku. Baiklah, sepertinya aku gagal melarikan diri, aku memejamkan mata dan merasa tertangkap basah. “Aku sedang menunggumu.” Ia berkata langsung to the point. Aku mengurungkan niat untuk pergi. Oke, usahaku sia-sia. Kualihkan tatapanku ke arah wajahnya. “Senior. Aku ....” “Kita harus bicara, ayo ikuti aku.” Dia buru-buru menyela perkataanku dan langsung saja pergi. Ah ini pasti mengenai Meghan dan yang lainnya bukan? Aku tahu dia akan menanyakan hal semacam ini padaku, oh yang benar saja. Aku tak suka jika harus membahas mengenai mereka. Aku yakin tentang itu. Siapa yang tidak akan bertanya-tanya dan merasa bingung jika tiba-tiba ada empat wanita yang pingsan dengan beberapa luka pada tubuh mereka? Mungkin akan lebih terkejut lagi jika melihat kejadian ketika belum kubersihkan. Wajar jika Xendar ingin mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai itu, tapi sayangnya aku tak ingin memberi tahu apa-apa tentangnya. Apa pun yang terjadi dan alasannya, sebisa mungkin semua yang kuketahui tak akan bocor dan diketahui oleh orang lain. Aku mengikutinya dari belakang, seperti biasanya aku akan menundukkan kepalaku untuk menghindari setiap pasang tatapan mata yang memandangku penuh kebencian, meski saat ini aku tak tahu berapa jumlah orang yang memperhatikanku, tapi aku memiliki perasaan yang tak nyaman dan merasa terancam. Selalu seperti ini, ketika dia membawaku atau aku berada di dekatnya, akan ada sensasi semacam ini yang kurasakan, senangnya sedikit, takut dan terancamnya banyak. Aku selalu merasa jika yang mengelilingiku bukan manusia, tapi binatang buas yang sedang mengincar mangsa, hal itu membuatku selalu merasa akan kehilangan nyawa setiap saat. Terus saja kutundukkan kepalaku ke lantai, memperhatikan kaki Xendar agar aku tak kehilangan jejaknya, memang berjalan seperti ini rasanya tak enak dan tak nyaman, tapi apa yang bisa kuperbuat? Ada bagusnya dia tak menggandeng tanganku, itu akan membuat keadaanku jauh lebih terancam lagi. Beberapa detik lamanya, akhirnya kami sampai di sebuah ruangan, aku mengangkat wajah dan ternyata kami memasuki ruangan olahraga yang sepi tanpa ada seseorang. Kami berhenti di lapangan basket dan Xendar berbalik memandangku. “Sepertinya sudah aman di sini, tak akan ada yang akan mendengar.” Dia menengok ke sana-sini. Apa pun yang akan dia katakan padaku, aku yakin menyatakan cinta bukanlah salah satu di antaranya. “Kenapa kita ke sini?” Aku mengajukan pertanyaan itu, kenapa harus ruang olahraga? Salah satu tempat yang selalu kuhindari. Tentu aku selalu menghindari ruang olahraga, aku tak suka dengan olahraga dan banyak aktivitas fisik yang melelahkan. Menjalani hidup saja sudah terasa melelahkan, aku tak mau bergerak dalam bidang fisik dan olahraga. Xendar sejenak diam, lalu kemudian berdehem. “Apa ada yang ingin kau katakan padaku?” Ia langsung pada intinya. Sudah jelas dia ingin membahas soal kemarinーyaitu mengenai hal yang menimpa Meghan dan yang lainnya. “Tentang apa?” tanyaku pura-pura tak tahu menahu tentang topik apa yang ingin dia dengar dariku. Omong-omong Xendar tak memiliki nomor ponselku, aku selalu menggantinya ketika ia berhasil menghubungiku, entah berapa kali kejadian itu terjadi, akhirnya dia menyerah dan akan selalu menyeretku pergi ketika hendak ingin mengobrol denganku. Rasanya aku menyesal tak membiarkan dia menyimpan nomorku, setidaknya jika itu terjadi, mungkin aku akan lebih jarang berjalan di belakangnya, aku akan lebih jarang mendapat tatapan menusuk dan membunuh dari para penggemar gila Xendar. “Kau tahu sendiri topik apa yang ingin kudengar,” jawabnya dengan sabar. Seketika saja aku menggeleng pura-pura polos dan tak tahu apa-apa, seperti bayi yang baru lahir kemarin sore yang hanya tahu caranya menyusu. Tak sampai seperti itu juga sih, karena rasanya menjijikkan jika aku berekspresi seperti itu. Dia segera memasang wajah gemas ingin mencekik seseorangーkurang lebih seperti ekspresinya saat memandangku. Maka aku segera menebak dan menerka-nerka. “Kau memiliki banyak penggemar dan aku semakin banyak yang benci?” Kumulai saja menebak dengan sekenanya. Ia menggeleng. “Emm, aku melarikan diri darimu lagi karena banyak pekerjaan dan itu hanya bualan?” “Bualan apa? Oke, itu yang ingin kutahu tapi sekarang yang lebih penting lagi.” Ia tampak terkejut, lalu menggeleng lagi. “Sepedaku hancur?” tanyaku dan dibalas dengan gelengan lagi. “Kau akan ulang tahun dan aku harus datang?” Aku sengaja menyinggung soal ini karena itulah yang terjadi, ketika ulang tahunnya tiba, aku akan diteror olehnya karena aku tak bersedia datang pada acara mewah itu. Biasanya dia akan terus-menerus memintaku datang dan bila aku bersikukuh tak datang, maka esok harinya dia akan terus meledek dan mengeluh berusaha membuatku berdosa karena tak datang. “Bahkan ulang tahunku sudah berlalu sangat lama, dan kau datang tak lebih dari lima menit sebelum kabur begitu saja.” Ia berucap dengan nada yang sedih dan tersakiti. Sepertinya apa yang kuperbuat waktu itu benar-benar menusuknya. Aku sendiri tak memikirkan mengenai apa yang akan dirinya rasakan ketika tiba-tiba aku melarikan diri ketika malam itu terjadi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN