28 – Sosok Orangtua?

1109 Kata
“Oh, dan siapa namanya?” tanya mama dengan penasaran. Aku juga sama. “Ya, siapa namanya? Aku juga penasaran, pasti Ely ya. Itu aku pastinya.” Aku berjalan berkeliling dengan antusias dan penasaran. Aku berhenti di depan mereka lagi dan menunggu jawaban, sama seperti mama yang menunggu jawaban. “Namanya adalah Eldeiverra Aethelwyne Nhaelvarre.” Oke, itu nama sulit lagi, dan itu sama sekali bukanlah namaku. Aku tak percaya dengan nama itu, jelas tak ada namaku entah dari anak kecil itu atau si janin. “Nama macam apa itu? Apa kalian benar-benar orangtuaku atau bukan, sih? Sifat dan penampilan kalian sama persis, tapi bagaimana semua nama sangat berbeda dari yang kutahu!” Aku marah dan berteriak kesal, apa yang sebenarnya terjadi? Semua yang kuingat tentang mereka jelas tergambar saat ini, hanya saja semua nama ini sangat asing dan tak pernah kudengar sama sekali. Ini membuatku gila, sebenarnya aku ada di mana? Apakah mereka benar-benar orangtuaku atau bukan? “Nama yang sangat cantik, tapi kenapa hanya ada namaku di sana?” Suara wanita itu tampak senang dan lembut. Aku malas mengatakan dia mamaku lagi, ini sangat menyebalkan dan mengesalkan. “Karena aku harap, dia bisa tumbuh lebih cantik dan lebih baik darimu.” “Kenapa putriku harus lebih cantik dariku?” tanyanya dengan sebal. Apa mungkin mayoritas wanita tak mau kalah cantik dari wanita lain? Termasuk itu adalah putrinya sendiri? Aku mendengar kalimat itu bernada ketikdasetujuan dan komplain yang tegas. Suatu pertanda jika dia tak mau disaingi siapa pun. Yang benar saja. “Tentu saja, itu akan menjadi kebanggaan terbesarku, pokoknya anakku harus lebih unggul dua kali lipat dari ibunya dalam segala hal.” Pria itu menyahut dengan nada yang amat bangga dan menyanjung tinggi. “Oh, aku tak mau ada saingan, apalagi putriku sendiri.” “Kau iri dan dengki. Bahkan si kecil belum lahir?” Sebelah alisnya terangkat, tampak heran dengan perkataan sang istri. Oh iya aku suka dengan orang yang mengangkat sebelah alis, karena aku tak mampu melakukannya. “Aku hanya bercanda, bodoh.” “Aku tahu.” Maka percakapan selesai, tapi sepertinya masih ada percakapan lain. “Tapi aku benar-benar masih penasaran, kenapa tak ada namamu dalam namanya?” Wanita yang ... aku lupa dengan namanya, dia mengganti topik percakapan, topik yang pastinya simpang-siur dan tak akan memberi kepuasan terhadap rasa penasaranku. “Ya, katakan saja mengenai garis darah dengan benar. Entah siapa pun kalian aku masih tetap penasaran dengan itu, apa sih yang dimaksud dengan garis darah?” Aku melontarkan pertanyaan yang jelas tak akan dapat mereka dengar. “Itu jauh lebih baik. Aku tak ingin anak-anakku memiliki namaku, garis darahku akan membahayakannya. Cita-citaku untuk memiliki selusin anak tak akan terjadi dan terwujud jika ada namaku pada anak-anakku,” balasnya dengan muram dan agak sedih. Tapi pada kalimat terakhir dia tampak menyengir dan pastinya itu candaan lainnya. “Berengsek, kau pikir aku mesin penghasil anak apa? Banyak sekali jumlah permintaanmu!” Wanita itu memprotes dan memukul bahunya. Aku juga setuju, meski belum pernah mengalaminya, tapi melahirkan itu adalah sesuatu yang tak mudah dilakukan, apalagi selama mengandung adalah masa-masa paling susah dan sulit untuk menjalani aktivitas karena si wanita harus hati-hati, menjaga diri dan kandungan. “Aku tak akan memaksamu, jika kau tak sanggup, aku akan minta bantuan wanita lain.” Candaan yang keterlaluan. “Kok berengsek ya.” Aku bergumam. “s****n, aku akan membunuhmu. Kau mengatakan sebelumnya jika aku hanya satu-satunya, itu berarti seluruh jiwamu untukku.” “Tentu saja, jiwa dan hatiku seluruhnya untukmu. Tapi tubuhku tidak, semua wanita cantik berhak memilikinya.” “Kata-kata macam apa itu? Dasar lelaki.” Aku mendengus sebal. Bukannya membela atau apa, tapi aku juga kan wanita, tahu seperti apa juga ada lelaki semacam ini. “Ada permintaan terakhir? Kau bisa memesan bagaimana caranya kau ingin mati.” Ia melontarkan pertanyaan dengan ekspresi horor, sepertinya telah bersiap mencabut nyawa sungguhan. “Setuju, bunuh saja lelaki seperti ini.” Aku seperti suporter yang mendukung keributan. “Seram. Sayang, aku hanya bercanda. Jangan menakutkan seperti itu.” Keluarga yang indah. Aku mundur dan menjauh, memandangi candaan dan guyonan mereka. “Apakah mereka benar-benar orangtuaku? Lalu apa tujuanku masuk ke tempat ini? Bahkan terlalu banyak hal yang tak jelas dan tak rinci. Garis darah, dua anak, nama-nama yang asing, perjalanan. Ini sama sekali tak dapat kupecahkan. Aku lebih suka melakukan perhitungan matematika, kimia dan fisika daripada harus memikirkan dan memecah semua ini. Jujur saja semua materi lebih mudah daripada ini. “Berani mengatakan itu lagi, aku tak akan mengampunimu.” “Aku minta maaf, oke. Itu hanya candaan.” Aku menggeleng-gelengkan kepala tak setuju, pasti itu bukan candaan. “Yang benar saja, harusnya ....” Belum sempat aku menyelesaikan ucapanku, tiba-tiba saja ada sesuatu yang menarikku, aku seperti tertarik dan terisap oleh lubang hitam yang memiliki kekuatan gaya tarik yang luar biasa besar. “Oh, astaga. Apa lagi kali ini!” keadaan sekitar tampak mulai bercahaya, percakapan antar dua orang itu mulai kabur dan tak bisa kudengar. Apa yang terjadi? Beberapa detik berlalu setelah cahaya menyilaukan itu menguasai seluruh pandanganku, secara perlahan cahaya putih itu mulai memudar dan keadaan sekitar mulai dapat kulihat dengan baik. Saat ini aku berada di sebuah tempat yang kupikir ... ini adalah lahan kosong yang tampak indah. Di sana adalah daerah luas dengan banyak pepohonan tinggi yang tumbuh, dari kejauhan sana adalah daerah pegunungan yang tampak berwarna biru. “Kenapa aku harus mengikutimu ke sini? Aku punya banyak pekerjaan, kau tahu.” Suara wanita yang memiliki wajah sama persis seperti ibuku terdengar dari arah belakangku. Maka dari itu aku segera membalikkan badan lalu mendapati jika kali ini mereka berdua sedang berjalan-jalan bersama di daerah sini. “Sudah kubilang bukan? Aku akan mengajakmu bertemu seseorang.” Si pria membalas dengan nada ramah seperti sudah mengulang kalimat yang sama secara berulang kali. “Dan kenapa harus? Apa yang membuatnya istimewa?” “Dia memiliki mana berlimpah dan bakat dalam sihir yang luar biasa.” “Dan?” “Dan aku ingin meminta pendapatmu apakah dia cocok menjadi istriku berikutnya.” “Dasar b******n! Apakah kau tak punya rasa malu mengatakan itu pada istrimu sendiri?!” “Sayang, kenapa kau menanggapinya dengan serius? Apa kau cemburu? Aku tahu aku memang sangat tampan, sepertinya kau benar-benar takut kehilanganku.” Pria itu bicara dengan angkuh dan menurutku terlalu narsis. Maka tiba-tiba saja si wanita segera menendang pantatnya kuat-kuat. “Menjijikkan. Kau terlalu percaya diri.” “Aku tahu kau sangat mencintaiku.” “Jadi, siapa yang kau maksud sebagai penyihir berbakat ini?” “Dia gadis muda, namanya adalah Cyliannstry. Sebentar lagi kita akan bertemu ... oh, itu dia.” “Mantra sihirnya ... kekacauan?” tanya si wanita. Aku sendiri melihat jika wanita muda yang tampak sebaya denganku itu sedang mempraktikkan sihir, dan keadaan di sekitarnya benar-benar hancur lebur. “Ya. Dia luar biasa bukan?” “Aku ....” Belum selesai wanita itu berbicara, tiba-tiba saja kepalaku pusing, aku merasa sangat lemas sekarang. Aku merasa jika tubuhku tak bertenaga, kakiku terasa lemas dan tiba-tiba saja aku kehilangan pijakanku tubuhku jatuh ke lantai saat itu juga. Tunggu dulu, lantai? ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN