17 - Membahas tentang Fey part 2

1075 Kata
"Sebenarnya aku tak berbohong dengan apa yang kukatakan barusan, sedikit berbohong tepatnya." Ia menyahut menjelaskan. Oke, aku harus membahas hal ini dengan meluruskan apa maksudnya. "Sedikit?" ulangku dengan masih tak mengerti mengenai apa yang sebenarnya ia maksud. Ia mengangguk dan memainkan sedotan yang ada pada gelas minumannya, sedotan yang sama sekali tak ada gunanya, ia meneguk secara langsung minuman itu. "Ya, aku sebenarnya tak melihat secara langsung. Tapi banyak anak-anakーbahkan beberapa orang dewasaー yang mengatakan jika mereka melihat makhluk-makhluk aneh seperti peri, tapi tanpa sayap dan ukurannya besar, seukuran manusia. Sama sekali tak mirip peri yang kecil-kecil dan imut." Ia memaparkan panjang lebar, aku mengangguk-angguk paham dengan perkataannya. “Kata mereka, penampilannya tak jauh seperti manusia, hanya saja pakaian mereka aneh dan telinganya panjang. Aku malah membayangkan elf tampan saat mereka menceritakan telinga panjang, oh andaikan aku melihat elf tampan.” Ia memperagakan bentuk telinga dengan menarik telinganya sendiri. Mendengar dari keterangan yang dijelaskan oleh Liza, aku jadi berpikir dan curiga terhadap sesuatu. Apa mungkin para fey hanya dapat dilihat oleh orang-orang tertentu saja? Atau mungkin fey yang dilihat orang-orang adalah fey yang tak sengaja menampakkan diri pada publik? Atau mungkin itu adalah fey yang tak sadar jika keberadaannya tak sengaja dilihat oleh manusia? Apa pun itu, yang jelas ini menjawab semua dan menambah bukti jika fey itu benar-benar ada dan wanita di dalam tubuhku juga benar-benar ada. Semua bukan imajinasi semata, dan itu membuatku sangat ketakutan. Ini sungguhan, aku memang benar-benar takut dan ngeri, apalagi aku sudah melihat dengan kepalaku sendiri jika para fey mampu melakukan hal-hal yang di luar nalar dan logika. Mendengar jika Liza tak melihat secara langsung, ia hanya mendengar dari berita yang didapat entah dari mana, aku menghela napas lega, setidaknya ia tak mengalami kengerian yang kualami. Hanya saja, aku terkejut karena para fey itu benar-benar menampakkan diri di depan manusia lain, tentu itu akan menjadi bukti lain, sehingga bukan hanya aku saja yang ternyata telah menyaksikan wujud asli mereka. Dengan kata lain, beberapa waktu lalu saat aku menemukan pistol kosong yang tak memiliki isi peluru sama sekali, dan kabar tentang desas-desus yang terjadi di sana adalah kenyataan, bukan cerita bualan yang konyol dan tak masuk akal. Hal ini dipertegas dengan apa yang Liza ceritakan saat ini. s**l sekali, sejak kapan dunia ini jadi dipenuhi dengan segala makhluk yang terlalu fantasi dan tak logis seperti ini? “Jadi kamu mendengar cerita-cerita semacam itu dari lingkungan sekitar?” Aku mengulang kalimat hal ini, sekadar untuk meminta kepastian dan kejelasan jika dia tak mengalami apa yang selama ini telah aku alami bersama dengan para fey. “Begitulah.” Ia menjawab dengan singkat. “Kamu percaya?” tanyaku lagi. Ia mengangkat bahu dengan ekspresi acuh tak acuh. “Entah, itu terdengar tak masuk akal dan konyol. Aku mesti melihatnya sendiri agar aku yakin dan percaya. Menurut kamu bagaimana?” Ia balik bertanya, aku tak langsung memberikan jawaban, sejenak kupikir-pikir dahulu. “Aku percaya, apalagi banyak yang bersaksi seperti itu. Oh iya, memangnya dari mana kamu dapat info itu?” tanyaku lagi, jujur saja aku agak penasaran di mana tepatnya dia mendapat informasi tentang para fey ini. “Lingkungan sekolah adikku, tetangga dan banyak orang lagi. Meski begitu, karena kurangnya bukti, hal seperti ini tak sampai dimasukkan ke dalam berita.” Aku mengangguk-angguk paham sebagai tanggapan atas perkataannya, jadi tak sedikit yang membahas tentang para peri ini. Ini malah membuatku benar-benar curiga. Apa mereka sengaja atau tidak menampakkan diri pada manusia? Jika iya, apa tujuannya? Jika tidak, kenapa mereka begitu ceroboh sehingga banyak sekali manusia yang menyadari keberadaan mereka? Apalagi saat aku pertama kali bertemu mereka. Bahkan aku sama sekali tak dapat melihat wujud mereka, jika saja sosok wanita yang ada di dalam diriku tak menyuruhku melakukan meditasi dan menenangkan diri untuk membuka potensi yang kumiliki. Di luar, hujan deras tiba-tiba saja mengguyur kota. Ya, sejak tadi langit mulai mendung, wajar saja turun hujan. Meski sebenarnya aku agak tak percaya karena harusnya ini memasuki musim panas, tak akan ada hujan yang akan turun jika memperkirakan keadaan musim. “Mungkin saja itu hanya cerita buatan untuk cari sensasi atau kehebohan publik, siapa yang tahu akan itu.” Ia memikirkan selogis mungkin. Jika ia berada di posisiku saat ini, aku berani taruhan demi segala yang kumiliki, Liza tak akan mengatakan kalimat itu. Dia benar-benar tak percaya akan adanya fey, itu adalah hal yang menjadikanku alasan untuk tetap bungkam. Mungkin saja dia akan menganggap ceritaku adalah salah satu bualan yang ia dapat, sama seperti cerita yang tersebar di lingkungan sekitarnya. Kami sama-sama memandang ke arah luar jendela, menyaksikan hujan yang turun dengan derasnya membasahi bumi. Aku bahkan sampai menyangga dagu tatkala memperhatikan tetes demi tetes yang jumlahnya tak terhitung turun dengan cepat ke permukaan. “Jika menurut kamu seperti itu, aku juga tak akan mengatakan lebih. Toh, aku juga tak memiliki bukti apa-apa untuk meyakinkanmu. Lagi pula tak ada manfaatnya sama sekali.” “Yup, tepat sekali.” Sesaat semua hening, tak ada percakapan di antara kami, obrolan tentang fey tentu sudah selesai. Aku dan Liza tampak sudah tak akan membahas itu lagi. “Hmmm, aneh ya. Padahal ini memasuki musim panas, bahkan tadi cuaca kering dan hangat, tapi kok sekarang malah turun hujan,” ujar Liza pelan, ia menoleh ke arah jendela di mana hujan turun dengan derasnya. Aku mengangguk singkat mengiyakan karena memang itu yang kupikirkan juga sebelumnya. “Siapa yang tahu tentang cuaca? Bisa saja yang turun bukan hujan, tapi salju.” Aku membalas, sama seperti dia, berupa gumaman juga. Agak aneh memang karena pada musim yang seharusnya kering, malah turun hujan, apalagi hujan yang turun malah sederas ini. “Mungkin juga bukan salju, tapi hujan ikan atau hujan hewan lainnya.” Ia berkata dan langsung kusetujui perkataannya. “Bisa jadi, mungkin saja hujan binatang seperti itu tak akan hanya muncul di berita, tapi akan muncul sungguhan di kota ini dan kita sendiri yang mengalami.” “Mau ke luar dan hujan-hujanan?” tawar Liza, ia menoleh ke arahku. Aku sejenak memandang wajahnya. Apa dia bercanda atau serius ya? Ah, sayang sekali aku bukan tipe orang yang dapat membaca kejujuran dan kebohongan seseorang. “Serius?” tanyaku. “Hmmm, pasti akan asyik.” Ia mengangguk sebagai respons, ekspresinya tampak tertarik untuk main air sungguhan. Yang benar saja? Usianya bukan balita lagi, apa benar-benar dia tertarik untuk main air? “Menurutku sih, tidak ya. Itu pasti hanya akan membuat kami demam saja.” “Demam? Aku belum pernah dengar kamu mengalami demam ketika terkena hujan.” Ia menggumam, tampak tak memercayai dan meragukan apa yang baru saja kukatakan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN