Bab 4

1621 Kata
Malam ini aku dan Flora diundang oleh salah satu teman kampus ke pesta ulang tahunnya. Sebenarnya, aku paling malas kalau ke acara semacam ini. Tapi Flora memaksaku untuk menemaninya. Yah, maklum lah, anak itu suka sekali mencari santapan untuk matanya alias cogan. Dan akhirnya, di sinilah aku sekarang, di rumah Pauline, temanku yang sedang berulang tahun itu. “Wow look at this, the birthday girl! Happy birthday, Pauline.” ucapku sambil bercipika-cipiki dengan Pauline yang selanjutnya bergantian melakukannya dengan Flora. “Thanks, Aretha Flora, enjoy the party ok.” balasnya sambil mempersilahkanku dan Flora untuk masuk ke rumahnya. “Keliling yuk, Ret. Katanya Pauline ngundang anak-anak hitz Cambridge, lho.” ajak Flora dengan semangat. Aku hanya bisa menggelengkan kepala sambil mengikuti tarikan tangan Flora dengan pasrah. Seperti pesta pada umumnya, orang-orang tampak berjoged dengan asik sambil membawa gelas berisi minuman beraneka macam. Sebenarnya aku haus, tapi takut kalau salah ambil, you know the alcohol things. Setelah Flora puas mengajakku berkeliling dan melihat lumayan banyak cogan, kami memutuskan untuk duduk di sofa bagian outdoor. “Gila si Pauline, sampe bisa ngundang trio menawan itu.” ujar Flora yang masih saja menelusurkan pandangannya kepada para tamu di sekeliling kami. “Tapi kok gue nggak liat Dafa ya.” tambah Flora yang membuatku ikut-ikutan menatap sekitar. “Iya juga ya.” “Yeee, kalo nama Dafa aja baru lo nyaut.” balas Flora sengit, aku pun hanya bisa nyengir dan kembali memandangi tamu-tamu. “Gue aus nih, Flo. Mau cari minum yang aman dulu deh.” ucapku sambil berdiri. “Oke oke, sekalian gue juga ya.” aku pun mengacungkan jempol lalu berbalik dan berjalan menuju bagian dalam rumah. Sesampainya di meja minuman, aku menggaruk pelipisku yang tidak gatal. Banyak sekali jenis minumannya dan itu membuatku bingung, mana yang terbebas dari alkohol. “Yang aman yang gelasnya warna merah.” ucap sebuah suara yang tiba-tiba saja terdengar di sebelahku. Aku langsung menengok ke samping dan melihat Dafa yang sedang membawa minuman bergelas merah. Aku mengangguk lalu mengambil dua minuman yang terbebas dari alkohol itu. “Lo baru dateng?” tanyaku kepada Dafa yang sedang menyesap minumannya. “Udah dari tadi.” “Kok nggak bareng ama temen temen lo?” tanyaku yang membuat Dafa tersenyum kecil lalu membalasku dengan berbisik, “Nyariin ciee. Gue nyepi di balkon atas tadi.” “Mau liat? Bagus tempatnya, nggak sumpek juga kayak disini.” “Ciee yang ngajakin gue.” balasku yang membuat Dafa memutar bola matanya. Aku pun mengangguk dan selanjutnya mengikuti langkah Dafa menuju tangga di tengah ruangan. Sesampainya di lantai atas, suara berisik pesta memudar dan rasa sumpek di bawah tadi hilang seketika. Aku masih mengikuti Dafa sampai akhirnya berhenti di sebuah pintu yang terbuka. “Lo nggak sopan banget sih masuk masuk ke ruangannya rumah orang.” ucapku ke Dafa yang membuatnya tertawa. “Ketahuan banget anak baru di sini. Orang barat ma santai, tadi gue juga udah ijin ke Pauline.” Akhirnya Dafa berhenti di depan pintu kaca lalu membukanya dan menampilkan balkon yang dia sebutkan tadi. Aku berjalan mendekati Dafa yang sudah berada di balkon dan terkejut untuk sesaat begitu melihat pemandangan yang tersaji. “Pantes betah.” ucapku yang hanya dibalas dengan senyuman kecil Dafa. “Dari dulu gue paling males kalo di undang ke party party ginian. Gue pasti bakal nyari spot yang sepi dan diem di tempat itu sampe Gala atau Bara telfon gue buat pulang.” cerita Dafa yang sudah menyenderkan badannya ke pintu balkon yang tertutup. “Kayaknya kita setipe Daf. Ini aja kalo nggak dipaksa sama Flora, gue nggak bakal dateng.” “Nah, pas dong kalo gitu, lo bisa niru kebiasaan gue kalo misal kepaksa dateng.” “Tumben lo ada benernya gini.” “Bah, gue ma selalu bener, lo aja yang nangkepnya beda.” balas Dafa yang langsung aku balas dengan dengusan dan wajah sengit. ~~~~~~~~~~ Gue tertawa kecil melihat balasan dari Aretha yang super duper nggak setuju banget sama ucapan gue barusan. Ternyata enak juga ngejahilin ni bocah. Lumayan lah, dia bisa jadi gantinya adek gue kalo di sini. “Btw Daf, lo bisa kenal Pauline dari mana?” tanya Aretha tiba-tiba. Pertanyaannya itu membuat gue terdiam sesaat. Iya juga ya, kok gue bisa kenal sama Pauline. “Setelah denger pertanyaan lo barusan, gue baru nyadar kalo gue nggak kenal sama Pauline.” Aretha ternganga saat mendengar jawaban gue barusan dan itu membuat gue terkekeh kembali lalu memukul mulutnya pelan dengan punggung tangan. “Mulut bukanya jangan lebar lebar, ntar dinosaurus bisa masuk.” “Wait wait, terus kok lo bisa diundang sih ke pestanya?” tanya Aretha yang memilih untuk tidak menanggapi pertanyaan gue barusan. “Hmm, kayaknya kalo nggak salah ya, yang kenal itu si Gala. Gue sama Bara cuma sebatas tuker nama sama Pauline. Jadi modal tahu nama doang kayaknya gue diundang.” “Wah, luar biasa. Emang ya, trio hitz ma beda.” “Hah apaan? Trio hitz?” “Lah lo nggak tahu ya? Jadi lo sama dua temen lo itu hitz banget di Cambridge. Nggak tahu dah kenapa, mungkin karena mereka pada nggak tahu kali ya kelakuan asli kalian kayak gimana. Coba pada tahu, beuuh gue jamin pada ogah.” jelas Aretha panjang lebar yang berhasil membuat gue lagi lagi tertawa. “Hahahaha karet karet. Gue nggak tahu deh, nyebut lo beruntung atau  sial bisa tahu aslinya gue kayak gimana. Yah, tapi gue rasa mereka tahu pun pasti bakal tetep ngefans sama gue. Kan yang penting adalah kegantengan gue.” balas gue santai yang langsung dibalas dengan tatapan tidak percaya dari Aretha. “Wow, tingkat percaya diri Anda luar biasa sekali ya.” “Lah memang kenyataan, ya harus pd dong.” “Cih ganteng apanya, masih cakep juga senior Dave.” balas Aretha yang memalingkan wajahnya ke arah depan. “Ck, Dave ma menang kaya doang. Otaknya cetek.” “Biarin yang penting cakep.” “Terus gue nggak cakep gitu?” “Nggak.” Aretha langsung menyahut cepat dan membuat ide jahil tiba-tiba terlintas di kepala gue. “Beneran?” tanya gue sambil mendekat ke arah Aretha. “Super duper beneran.” “Coba balik badan.” Aretha membalikan badannya dengan cepat dan terkaget begitu melihat gue yang berada begitu dekat di depannya. “Perhatiin wajah gue bener bener.” ucap gue seraya mendekatkan wajah kami perlahan. “Jelek.” kata Aretha sambil memalingkan wajahnya ke samping. Gue tersenyum kecil lalu semakin mengikis jarak antara kami dengan memenjarakannya dengan kedua tangan gue yang memegang pagar balkon. “Yakin? Coba dilihat lagi, deh. Kayaknya tadi kurang deket.” tanya gue lagi dengan menahan senyum. “IYA IYA CAKEP, PUAS?!” teriak Aretha yang membuat gue seketika tertawa. “Nah, kalo dari tadi jujur kan enak.” “Ya udah, tangan lo.” ucap Aretha sambil memukul tangan kanan gue. Namun, bukannya mengikuti perintah Aretha, gue malah makin mengencangkan pegangan gue ke pagar balkon dan memperhatikan wajah Aretha yang berada di hadapan gue ini. “Kalo diliat liat, lo lumayan cakep juga.” ucap gue yang membuat Aretha membelalakan matanya sesaat. Gue hendak menggodanya lagi tapi hp di kantong celana gue berbunyi, telepon dari Bara. ‘Woi bro, dimana lo? Yok balik, bahaya ntar kalo si Gala nyicip nyicip.’ ‘Ok ok, lo tunggu di depan pintu aja, gue ke sana.’ Gue langsung mematikan sambungan telepon dan menengok ke Aretha yang masih terdiam di posisinya tadi. “Karet, gue duluan ya. Balik jangan malem malem, ntar digigit nyamuk.” “What the, seriously digigit nyamuk?” balas Aretha sengit yang membuat gue tertawa dan mengacak-acak rambutnya. “Duluan ya.” pamit gue yang dibalas dengan anggukan oleh Aretha. Setelahnya, gue pun berbalik dan segera berjalan menuju lantai bawah. ~~~~~~~~~~ “Hoaam, gue ke kamar ya, Ret. Ngantuk gue.” pamit Flora yang memang sudah beberapa kali menguap dalam semenit. Aku pun mengangguk sambil mengambil secangkir coklat panas yang ada di meja. Aku menyesap sedikit coklat panasku sambil melihat layar televisi yang menyala. Spongebob dan Patrick sedang asik menangkap ubur-ubur, tapi aku tidak memperhatikanya. Shit, kenapa kejadian tadi selalu berputar-putar di kepalaku. Kenapa Dafa harus sedekat itu tadi? Mungkin dia cuma iseng? Aah, pasti karena dia ingin mendengar aku memuji dia ganteng tadi, ya ya pasti itu alasannya. “Kalo diliat liat, lo lumayan cakep juga.” Aaaargggh, kenapa kalimat itu selalu muncul lagi dan lagi di pikiranku. That’s it, kenapa dia harus mengucapkan itu? Kenapa dia harus memujiku? Apakah dia tidak berpikir kalau itu bisa membuatku berhenti bernapas tadi. Dan yang terakhir, kenapa Dafa harus mengacak-acak rambutku tadi, sambil ketawa lagi, kan jadi tambah ganteng. Apa sebagai laki-laki dia tidak tahu kalau tindakan itu membuat perempuan baper? Oh my God, aku bisa gila lama lama. “Ret, ngapain lo senyam senyum kayak orang gila? Tidur aja dah mending, kayaknya lo butuh istirahat.” ucap Flora yang tiba-tiba muncul di depanku sambil membawa sebotol air mineral. “Lah lo kapan keluar? Nggak jadi tidur?” tanyaku kaget. “Mau tidur tapi tiba-tiba aus. Udah ayo buruan tidur, jadi gila beneran lo lama lama.” ajak Flora yang menggeret tanganku. Aku pun hanya bisa pasrah mengikuti arahan Flora yang akhirnya sampai ke kamarku. Lalu, Flora langsung berbalik dan masuk ke kamarnya. Setelah menutup pintu, aku segera naik ke kasur dan menutupi tubuhku dengan selimut. Namun, baru beberapa detik berbaring, lagi lagi kejadian tadi muncul lagi di pikiranku. Dan tunggu, kalau tidak salah tadi Flora bilang kalau aku tersenyum. Oh my God, sepertinya aku memang sudah gila. Aku tersenyum saat memikirkan kejadian bersama Dafa tadi? Haha yang benar saja. Damn. Dasar Dafa sialan! Memang sebaiknya aku segera tidur. Tidak baik kalau aku terjaga dan terus memikirkan hal tadi. ~~~~~~~~~~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN