Ratu Drama

1089 Kata
Dengan senyum cerah, Nanna memasuki gerbang kampus dengan langkah semangat. Atribut yang melekat di tubuhnya sama sekali tidak membuat si gadis merasa tidak percaya diri. pakaian hitam putih persis t*i cicak. Rambut yang di kepang kecil sesuai usianya—19 tahun. Permen Kopiko yang di rangkai menjadi sebuah kalung, topi kerucut dari karton pink tebal, juga tas dari kardus. Lengkap sudah, gaya orang gila masa kini. Namun, meski sudah selayaknya gembel di jalanan, semua itu tertutupi dengan wajahnya yang cantik. Lagipula semua yang menjadi mahasiswa baru berdandan sepertinya. Berarti bukan hanya dia saja orang gila itu, kan? Langkah kaki yang pelan itu berubah menjadi cepat. Nanna berlari ke arah lapangan kala suara senior laki-laki di atas mimbar berkata : "Bagi mahasiswa baru yang terlambat datang ke lapangan, silahkan berjalan jongkok dari tempatnya!" Nanna tau suara siapa itu— tak lain suara Derin, laki-laki pujaan hatinya. Seketika dia menghentikan lariannya. Sebuah ide cemerlang muncul di kepalanya beserta senyum smirk tercipta di bibirnya. "Aku harus memanfaatkan setiap momen! Yah, inilah saatnya aku menunjukan pesona pada Derin!" Pikirnya dalam hati. Terlihat semua mahasiswa berlari-lari menuju lapangan dengan cepat, memburu waktu 1 menit yang di berikan senior. Berbanding terbalik dengan Nanna yang malah berlari-lari di tempat menunggu waktu semenit itu habis. Padahal dia masih berada di luar lapangan, jaraknya ke tempat perkumpulan sekitar -+ 10 meter. "Yang terlambat jalan jongkok!" Suara Derin kembali terdengar, kali ini nada suaranya bercampur perintah di dalamnya. Senyum Nanna mengembang, akhirnya kini waktunya dia bergerak menuju ke lapangan. Sebelum dia mulai berjalan jongkok kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri untuk memastikan apakah dirinya mempunyai teman terlambat lainnya? Dia tersenyum saat melihat tak ada lagi orang selain dirinya. "It's okey, Nanna. Kamu bisa melakukannya!" Katanya menyemangati dirinya sendiri. Nanna mulai berjongkok dan berjalan ke sana. Kepalanya terangkat melihat ke depan, terlihat semua mahasiswa baru dan para senior menjadikan dirinya tontonan. Nanna tidak peduli, tatapannya hanya tertuju pada sosok Derin yang juga tengah menatapnya lurus. "Ini sesuai rencanaku." Bisiknya. Awalnya semua berjalan normal namun, tidak lagi ketika pengeras suara di tangan Derin di rebut paksa oleh seorang cewek yang sejak tadi berdiri di samping Derin. "Gue pinjam bentar, Der!" Kata Fani pada Derin setelah pengeras suara itu berada di tangannya. "Yang cewek di sana! Udah lambat, jalan kayak siput! Cepat jalannya, bukan Lo yang mau di tungguin!" Seorang senior cewek berambut panjang sepundak memerintah dengan toa di tangannya hingga suara itu terdengar sangat keras. "Kalo dalam hitungan ke 10 Lo belum sampai di sini. Hukuman Lo bakal bertambah, cepat!" Tambahnya memberi ancaman. Nanna mencebik kesal pada cewek bersuara merdu (merusak dunia) itu. Rencananya untuk cari perhatian pada Derin jadi gagal total karenanya. "Hais, kenapa jadi begini, sih!" Gumamnya kecil. "6!!!" Teriak Fani, senior yang sejak tadi mulai menghitung. Matanya yang tajam menatap Nanna yang masih belum bergerak dari tempatnya. Dengan cepat Nanna melangkah dengan posisi berjongkok. Dia memburu waktu sebelum hitungan Fani selesai. Kakinya sakit di paksa untuk berjalan jongkok seperti itu namun, dia boleh buat apa selain mengikuti perintah itu? Dalam hati Nanna hanya bisa terus menerus meruntuki cewek pengganggu dan perusak rencananya itu. Sampai di hadapan Fani, Nanna berdiri dan mengela napas lelah sembari menyeka peluh yang menetes ke pipi dan dagunya. Dia berhasil sampai sebelum hitungan ke 10. Ketika Nanna mengangkat pandangan, tatapannya lebih dulu tertuju pada Derin yang berdiri di samping Fani. Dengan spontan ekspresi wajah gadis itu berubah menjadi wajah kasihan, berharap Derin mau membantu dirinya yang sedang kelelahan itu. Dia melihat Derin hanya menatapnya dengan datar tanpa membuka suara atau mendekatinya sambil menawarkan bantuan. "Hei, nggak usah sok genit Lo!" Lagi-lagi semuanya buyar saat Fani menyentak kesadaran Nanna yang mencoba berbicara batin pada Derin. "Lo udah salah karena terlambat bukannya minta maaf malah centil sama cowok!" "Maaf Kak!" Nanna meminta maaf tidak ikhlas. "Fani, udah! Kita udah telat 5 menit buat kasih arahan ke Maba. Bentar lagi Pak Jordan bakal datang untuk buka kegiatan ini." Derin memperingati Fani. Hal itu membuat Nanna mengulum senyum, senang bukan main. Bukankah itu sebuah perhatian kecil dari Derin untukknya? Ah, betapa senangnya Nanna meski, sedikit kecewa karena Derin tak sekalipun meliriknya. Derin menoleh pada Nanna, "Kenapa Lo masih berdiri di sini? sana masuk ke barisan!" Nanna gelagapan mendapat tatapan Derin. Berbeda dengan jantungnya yang berdebar-debar, "Eh, iya. Terima kasih, Kak!" Gadis itu memutar tubuh dengan senyum yang terus mengembang di wajah cantiknya. Dia tak sadar sedang di perhatikan banyak padang mata oleh para Maba dan para senior yang berkumpul di sana. Terserah mereka mau bilang apa, Nanna tidak peduli. Di tengah-tengah barisan mahasiswa baru lainnya, Nanna menoleh ke sana kemari untuk melihat keadaan. Padahal saat itu, sosok Pak Jordan wakil kemahasiswaan sedang memberikan sambutan untuk mahasiswa baru sejak 5 manit lalu. Entah apa yang Nanna pikirkan saat ini, namun beberapa orang di antaranya sedang memperhatikan gerak geriknya. Brukh! "Aakh! Ada yang pinsang!" Teriak seorang gadis berkulit putih dan bertubuh tinggi. Dia sangat terkejut ketika gadis di hadapannya langsung terjatuh ke samping kanannya. Nanna — dialah gadis yang membuat Selina kaget bukan main. "Kenapa kalian diam saja, cepat bawa adik kalian ke UKS!" Titah pak Jordan pada para anggota BEM yang berkumpul di belakangnya. "Baik, Pak!" Sosok Cakra— wakil ketua BEM langsung bergerak membelah barusan mahasiswa jurusan Ilmu komunikasi ke arah Nanna. Sementara itu, Derin diam di tempat memperhatikan sosok Cakra membawa tubuh Nanna menuju ruang UKS. Sebenarnya dia yang akan bergerak membawa Nanna, namun Cakra lebih dulu mengodenya untuk tetap diam menemani Pak Jordan hingga selesai memberi sambutan. Di ruang UKS, Cakra membaringkan tubuh Nanna di ranjang kecil itu dengan hati-hati. Kemudian perhatiannya tertuju pada Selina di sampingnya, adik juniornya yang juga mengusulkan diri untuk ikut bersamanya ke ruang UKS. "Lo bisa jaga dia sebentar? Gua bakal cari petugas UKS nya dulu." Tanya Cakra. "Oh, bisa kok, Kak. Aku akan jagain dia." Cakra mengangguk setelah mendapat jawaban dari Selina. Kemudian melenggang pergi keluar UKS. "Allahu Akbar!" Jerit Selina untuk kedua kalinya di hari itu. Kali ini dia terkejut saat melihat Nanna membuka matanya dan menyorotinya. "Eh, kamu sudah sadar? Apa yang sakit atau kamu butuh sesuatu, biar aku ambilkan?" "Aku nggak kenapa-kenapa, hanya pura-pura pinsang kok." Jawaban polos dengan nada tak bersalah dari Nanna, membuat mulut Selina menganga. "Se- serius?" Nanna mengangguk ringan tanpa beban, manambah pelototan Selina. "Sebenarnya aku punya tujuan melakukannya. Ketika aku pura-pura pinsang tadi, aku ingin Derin yang menggendongku ke UKS. Tapi ternyata ... " Nanna mendesah kecewa, "Bukan dia." Imbuhnya cemberut. "Astaga, kamu udah buat khawatir banyak orang tau nggak?" Selina menghela napas gemas dengan kelakukan Nanna. Bisa-bisanya dia melakukan itu?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN