Episode 2

3161 Kata
Terlihat Desi dan mahasiswa baru di kumpulkan di lapangan. Mereka sudah lengkap dengan pakaian dan peralatan orientasi yang di perintahkan. Di sana juga terlihat Bara, Raka dan rekan-rekan lainnya. Desi bukannya mendengarkan pengarahan panitia, malah sibuk memperhatikan Bara yang sedang sibuk memberi pengarahan pada panitia lainnya. --- Sore menjelang, terlihat Desi masih di beri pengarahan, dan terlihat Bara masih sibuk. Hingga akhirnya Adel memilih pulang terlebih dahulu. Adel berjalan sendiri masuk gang yang sama sekali tidak pernah ia lewati untuk sampe ke halte bus. Saat sedang berjalan sambil mendengarkan musik lewat hansfree, tiba-tiba saja ada motor lewat dan menyerempet tubuh Adel hingga ia terjatuh ke aspal dan kakinya terluka. Kemudian 2 orang laki-laki yg tadi menyerempet berhenti, dan berjalan menghampiri Adel yang berusaha bangun, tetapi tak mampu untuk berdiri, ia terus mencoba hingga berkali-kali terjatuh lagi. ”Aduh Neng maaf, kami gak sengaja. Apa lukanya parah? Ikut kita saja yuk untuk di obatin.” Seru salah seorang pria yang tadi. ”Tidak usah, makasih bang. Aku tidak apa-apa kok,” jawab Adel berusaha untuk berdiri dengan berpegangan pada lampu jalan. ”Tidak apa-apa gimana? Liat itu kakinya berdarah,” seru pria yang lainnya. “Sudahlah, ayo kita paksa saja, keburu ada orang lewat.” Kedua pria itu langsung menarik tangan Adel, membuat Adel semakin ketakutan. Sekuat tenaga ia menahan dan memberontak walau kakinya terasa sangat sakit. Adel terus berteriak meminta tolong. Tiba-tiba terdengar suara gerungan motor yang menghampiri mereka, dan dengan sigap pemuda dalam motor itu turun. Kemudian menghajar kedua laki-laki itu. Terjadi baku hantam di sana membuat Adel ketakutan. Tetapi dengan keahlian pemuda tadi, kedua preman itu berhasil di kalahkan dan akhirnya mereka kabur dengan menggunakan motornya. Pemuda tadi menoleh ke arah Adel yang ketakutan dan menangis memeluk tubuhnya sendiri. “Lu gak apa-apa, Del?” tanya pemuda itu yang tak lain adalah Raka. Adel secara spontan langsung memeluk sahabatnya itu, yang kini duduk rengkuh di depannya. “Gue takut banget, Ka. Gue takut banget, Hikz...” “Sssstt, mereka udah pergi. Lu jangan nangis lagi.” Adel melepas pelukannya. “Lu kuat berdiri gak?” tanya Raka. “Gue...” Adel berusaha berdiri di bantu Raka yang sudah berdiri terlebih dahulu tetapi ia menjerit kecil dan tak sanggup berdiri. “Kaki lu kayaknya bengkak,” gumam Raka melihat kondisi kaki Adel. Raka langsung menggendong tubuh Adel ala bridal style dan membawanya menuju motor sport keluaran terbaru miliknya. Raka membantu Adel untuk duduk di atas kursi penumpang dan ia segera menaiki motornya dan tanpa menunggu lama lagi menekan stater dan menekan gas motorya menuju rumah sakit AMI. Ꙭ Adel telah melakukan pemeriksaan di AMI Hospital dan kini kakinya di gip. “Laper gak?” tanya Raka saat sudah keluar dari rumah sakit. “Lumayan,” ucap Adel. “Sebelum pulang, kita makan dulu yah,” serunya yang di angguki Adel. Kini mereka sudah duduk berhadapan di sebuah cafe. “Gimana sekarang kaki lu? Masih kerasa sakit?” tanya Raka setelah memesan makanan untuk mereka. “Masih sedikit ngilu,” jawab Adel. “Sesuai kata Dokter tadi, lu harus istirahatin dan jangan melakukan aktivitas apapun.” Adel hanya mengangguk paham. “Ngomong-ngomong tadi gue bersyukur banget lu datang. Kalau gak ada lu, entah gimana nasib gue sekarang.” “Lagian lu sok berani banget jalan sendirian di tempat sepi gitu, emangnya cowok lu kemana?” tanya Raka. “Ya mau gimana lagi, yang lain udah pulang duluan dan Bara masih sibuk dengan kegiatannya.” “Lain kali hubungi gue kalau lu pulang sendirian, bahaya tau.” Adel mengangguk paham. Ꙭ Terlihat tante Rani, Desi, Adel dan Fram sedang menikmati santapan makan malamnya. “Bagaimana MOS hari ini, Des?” tanya tante Rani seraya menyuapkan makanannya. Acara makan malam memang ajang untuk penghuni rumah ini berbincang-bincang santai dan menceritakan kejadian di hari ini. “Aduh Mah, melelahkan sekali. Cape, panas, haus, lapar, ngantuk, pokoknya berbagai macam rasanya. Tapi lumayan menyenangkan juga sih,” kekeh Desi saat membayangkan wajah seseorang dalam pikirannya. “Syukurlah kalau begitu,” ucap tante Rani. “Lagipula kegiatan ini gak akan lama, Des.” Adel ikut berucap. “Aku masuk ke kamar duluan yah,” ucap Adel saat selesai menghabiskan makanannya. “Iya sayang,” ucap Fram. “Selamat malam.” Adel beranjak dengan kaki pincangnya. “Lho, kaki kamu kenapa, Del?” tanya Fram kaget melihat kaki Adel yang di perban. “Kak Adel terluka?” tanya Desi yang juga kaget dan langsung melihat ke arah kaki Adel begitu juga dengan Rani. Mereka tak ada yang menyadari sejak tadi. “Tidak apa-apa, tadi Adel keserempet motor saat pulang kuliah,” jawabnya tak menceritakan kejadian lengkapnya. “Keserempet dimana?” tanya Fram penuh kekhawatiran. “Ini Adel saja yang kurang hati-hati saat berjalan menuju halte bus,” ucap Adel. “Kenapa pulang pake Bus?” “Tadi Bara masih sibuk,” jawab Adel. “Nanti kalau kamu pulang tidak di antar, hubungi Papa. Biar Papa jemput kamu,” seru Fram tampak khawatir. “Aku gak apa-apa kok Pa, Papa tenang saja,” kekeh Adel. “Pokoknya kamu hubungi Papa, atau Papa antar jemput kamu setiap hari!” “Eh?” Ꙭ “Gimana kaki lu?” tanya Raka menghampiri bangku Adel. “Sudah mendingan.” “Kaki lu kenapa, Del?” tanya Mila langsung melihat ke arah kaki Adel yang di perban. “Kemarin ke serempet motor,” jawab Adel. “Kok bisa sih? Gimana ceritanya?” tanya Rinrin. Dan mengalirlah cerita dari Adel. “Aduh ternyata ada seorang pahlawan kesiangan,” ejek Jeta. “Iya dong, sebagai sahabat, gue harus bermanfaat,” seru Raka dengan berbangga diri. “Trus cowok lu, si Bara. Tau gak kejadian ini?” tanya Dendi. “Eh iya, tumben juga pagi ini dia gak datang,” sahut Mila. “Biasanya tiap hari datang tanpa absen yah buat ajakin Adel sarapan,” seru Rinrin. “Tim julid lagi berkomentar,” seru Jeta membuat Adel dan Raka terkekeh. “Kayak lu bukan tim julid aja,” seru Dendi. “Mungkin dia masih sibuk dengan kegiatannya,” seru Adel. “Udah biarin aja, nih gue bawain lu sarapan. Sandwich bikinan nyokap.” Raka menyerahkan tempat bekalnya ke arah Adel. “Wah enak nih,” seru Adel membuka tutup bekalnya. “Adel aja nih yang di bekelin,” sindir Jeta. “Kalau lu mau, ya beli,” seru Raka. “Dih si Raka pilih kasih ah,” seru Rinrin. “Raka pan menganak emaskan Adel, seperti ada sesuatu,” sindir Dendi. “Ah bisa jadi bisa jadi. Jangan jangan ada udang di balik bakwan nih.” Sahut Rinrin. “Netijen yang maha benar,” seru Raka menggelengkan kepalanya membuat yang lain terkekeh. “Bagi dong,” seru Jeta. “Nih nih kita bagi lima, daripada kalian makin julid,” kekeh Adel. “Ya udah gue ke ruang senat dulu yah,” seru Raka dan berlalu pergi. “Sono dah pergi, gak guna lu di sini juga,” usir Dendi membuat Raka mencibir. ꙬLovely CEO" Saat hampir sampai, mobil tiba-tiba berhenti dan terlihat macet cukup panjang di depan sana. Dan waktu sudah menunjukkan pukul 7.45. "Aduh Pak, gak ada jalan lain lagi? Aku sudah terlambat!" ucapku ke pak Hadi, sopir pribadi yang selalu setia mengantarku kemanapun. Aku terus melihat jam tangan yang bertengker di tanganku dengan kegelisahan yang tak menentu tentunya. "Saya gak tau Non, sepertinya ada kecelakaan didepan," ucap pak Hadi membuatku mendesah lesu. "Gimana ini, Nas?" "Masih jauh gak kantornya Key?" tanya Sanas yang ikut merasa cemas. Dia memang selalu begitu, dia seakan latah, apa yang aku rasakan mampu dia rasakan. Tetapi aku senang, karena sahabatku ini sungguh sehati denganku. "300 meteran lagi kayaknya." Akumencoba memperkirakanjarak dari tempat kami berada. "Baiklah kita jalan kaki saja," sahut Sanas tiba-tiba. "Tapi kan lumayan jauh, Nas!" "Ya tidak apa-apa. Lagipulaini macet gak tau bakalan sampe kapan Key," jelas Sanas dan aku terdiam sebentar memikirkan ide Sanas. "Baiklah ayo." Kami berjalan bersama menyusuri jalanan, tetapi baru beberapa langkah, seketika hujan turun dengan derasnya. Karena memang sejak tadi cuaca sangat mendung.Sanas menarikku untuk berlari karena hujan sangat deras sekali. "Aaaarrghhh !!!" Sial!!! sebuah sepeda motor melintas dan melewati kubangan air, membuat air itu mengotori pakaianku. Ah sungguh hari yang sangat sial. "Sialan!!!" "Sudah, jangan di pikirkan. Ayo," Sanas kembali menarikku dan kami sama-sama berlari menuju kantor dengan menembus hujan.Dan akhirnya kami sampai juga di perusahaan Blandino group company. Kantornya sangat besar dan mewah sekali, lebih tinggi dari kantor Papa. "Cepat masuk Key," ucap Sanas menyadarkanku dari kekagumanku pada gedung pencakar langit ini, sampai aku hampir lupa keberadaan Sanas disampingku.Aku sedikit merapihkan pakaianku yang basah dan kotor. Tiba-tiba saja Sanas duduk rengkuh di hadapanku dan membersihkan sepatuku di depan semua orang. "Sanas!" aku memintanya untuk berdiri. "Diamlah," ucap Sanas menepis tanganku dan masih sibuk membersihkan sepatuku yang kotor dengan tissue. "Sudah selesai." Sanas kini kembali berdiri dan merapihkan rambutku yang lepek dan basah. "Sekarang masuklah, loe sudah terlambat." "Loe gimana? Loe pasti kedinginan." Aku khawatir melihatnya yang sudah menggigil. Pasti kedinginan karena pakaiannya juga sangat basah. "Gue tidak apa-apa, gue akan nunggu pak Hadi dicafe sana sambil memesan kopi hangat. Cepet loe masuk, sudah jam 8 lewat," ucapnya. "Baiklah, gue masuk dulu yah." Aku mencium pipinya dan bergegas berlari menyusuri lobby kantor. Aku bertanya pada seorang resepsionist yang terlihat sangat menor dan seksi.Jutek sekali dia. Setelah aku mendapatkan informasinya, aku kembali berlari menuju lift. Dan apa ini ruangan Ceonya di lantai no 30, astaga aku semakin telat saja. Kantor kok tinggi sekali, sudah menyaingi gunung Everest. Ting Akhirnya sampai juga, aku kembali berlari dan menemukan sebuah pintu besar berwarna coklat kayu. Tidak ada sekretaris di sana, apa mungkin acara interview nya telah selesai? tetapi aku coba masuk dulu ke dalam ruangan itu. Sedikit mengatur nafasku dan merapihkan penampilanku yang masih terlihat kacau dan basah. Merasa lebih baik, akupun segera mengetuk pintu ruangan itu. Setelah ada jawaban dari dalam, aku masuk dan melihat seseorang yang sedang duduk dikursi kebesarannya dan fokus dengan laptopnya. Dia sangat tampan, melebihi aktor-aktor di Indonesia, matanya yang setajam elang, hidungnya yang mancung dan bibirnya... Bibirnya sangat seksi dan berwarna merah sepertinya dia bukan perokok. "Ekhem!" Sebuah deheman membuatku tersadar dari khayalan bodohku yang ketahuan tengah mengaguminya. Inget Key, kamu sudah punya tunangan, inget Reno. "Apa kamu hanya akan berdiri disana seperti satpam?" ucapnya terdengar begitu datar dan dingin, dia menatapku dengan sangat tajam seperti hendak menerkamku saja. Aku berusaha menormalkan kembali ekspresi bodohku yang terlihat tengah mengaguminya.Aku segera berjalan mendekati mejanya tanpa duduk karena belum disuruh. "Siapa nama kamu?" tanyanya tetap datar dan dingin. "Saya... Nama saya Keysa Adeeva Myesha." Dia menatapku dari atas hingga bawah dengan mata elangnya yang tajam, dan entah kenapa aku merasa di telanjangi oleh tatapannya itu.Oh God,,, "Apa seperti ini penampilan seseorang yang akan menjalankan interview?" ucapnya menyindirku dengan sarkasis. Ya, aku sadar karena memang penampilanku saat ini sungguh jauh dari kata rapi. Rambut yang sedikit lepek karena kehujanan, baju yang basah, rok dan kakiku terlihat kotor karena cipratan air tadi. Aku menundukkan kepala karena sangat malu. "Maafkan saya Pak, saya tadi menerobos hujan dan terkena cipratan genangan air," ucapku dengan sangat jujur tanpa ada yang disembunyikan. "Duduklah," perintahnya mulai lembut tidak sedingin tadi. Akhirnya aku bisa duduk juga, kakiku sudah pegal dan sedikit sakit karena lecet sehabis berlari menerobos hujan. "Aku sudah baca CV kamu, sebelumnya kamu pernah berkerja dimana?" tanyanya tanpa melirik ke arahku dan fokus pada berkas di depannya. "Saya belum pernah bekerja, tahun lalu saya lulus kuliah dan membantu usaha Papa saya. Tetapi saya akan bekerja sebaik mungkin Pak, saya janji tidak akan mengecewakan Bapak.” "Cih, percaya diri sekali.Apa jaminannya kalau kamu bisa bekerja dengan baik? Pengalaman bekerja saja belum ada," ucapnya datar sekali dan sangat menyebalkan. Sayang sekali wajah tampannya kalau mulutnya kurang bumbu. Bagaikan Steak tanpa saus barbeque, "Setelah saya melihat semua laporan hasil beberapa testmu sebelumnya, aku memutuskan menerimamu untuk bekerja di sini dan besok kamu sudah mulai bekerja menjadi sekretarisku," ucapnya masih sangat datar dan kembali fokus pada dokumen-dokumen dihadapannya dan aku hanya bisa melongo mencerna apa yang barusan dia katakan. "A...apa benar saya diterima bekerja di sini?" aku berusaha meyakinkan diriku sendiri, dan meyakinkan kalau pendengaranku masih baik-baik saja. "Ya," "Terima kasih banyak, terima kasih banyak,Pak." Aku langsung beranjak dari dudukku dan menyodorkan tanganku padanya, aku sungguh sangat bahagia. Prank Aku terpekik kaget saat tidak sengaja menyenggol gelas minum yang ada di sana hingga jatuh dan pecah ke lantai. Dia terlihat memelototiku membuatku semakin takut dan grogi. Ah sial, kenapa aku sangat ceroboh."Maaf,, maafkan sayaPak. Saya akan menbersihkannya," aku bergegas membersihkan pecahan kaca itu, tetapi... Brak Aku semakin takut. Karena tak sengaja menyenggol tumpukan berkas hingga jatuh ke lantai dan berserakan di sana. "Ini yang kamu maksud akan bekerja dengan baik, hah??" pekiknya tampak geram dan emosi. Ya Tuhan Keysa, kenapa kamu begitu ceroboh. "Ma-maafkan saya." Tamat sudah riwayatku sekarang, kesempatan yang sudah ada di depan mata akan langsung lenyap begitu saja karena ketololanku. "Dasar ceroboh!" "Sa-saya akan membersihkannya." Aku masih berusaha bertanggung jawab untuk segala yang aku perbuat. "Tidak perlu,, keluarlah. Mataku semakin sakit melihatmu masih berada disini," ucapnya dengan dingin membuatku semakin menunduk. Tamatlah sudah.... "Tunggu apa lagi !!" "Tapi-" Aku menunjuk ke arah pecahan gelas dan kertas yang berserakan di lantai. "Keluarlah, tidak perlu memikirkannya!" ucapnya terlihat jengkel. Akupun berpamitan dan beranjak menuju pintu, tetapi saat baru akan memegang knop pintu, dia kembali berbicara. "Besok jangan sampai terlambat lagi!" “Apa Pak?” Aku langsung berbalik ke arahnya dengan perasaan was was. “Apa kamu tuli?” “Ma-maksud sa-saya.” “Besok hari pertama kamu bekerja, jadi jangan sampai terlambat dan kotor seperti barusan.” “Bapak gak jadi mecat saya?” “Bagaimana bisa saya memecatmu saat kamu belum bekerja!” aku menunduk mendengar nada jengkel darinya. Dengan segera akupun mengangguk dan berpamitan. Saat berhasil keluar dari ruangan itu, aku menarik nafas dan menghembuskannya berkali-kali. Berhadapan dengan dia sungguh harus menyiapkan mental yang kuat. Tetapi di balik semua perasaan gugup itu, aku lega sekaligus senang karena aku berhasil di terima di perusahaan besar ini dan bisa membanggakan diri pada Papa, kalau aku bisa di andalkan Papa. Aku bukan lagi putri kecilnya yang selalu merepotkannya. Aku melanjutkan langkahku dengan perasaan senang. *** Aku berlari memasuki kantor dan menahan lift yang baru saja akan tertutup. Dan aku segera masuk ke dalam lift, tanpa memperdulikan seseorang yang berada dibelakangku. Aku rasa ada seseorang sih di belakangku, tetapi biarkanlah, sekarang yang penting aku harus sampai ke ruanganku dulu sebelum Ceo galak itu sampai dan memarahiku lagi. Sungguh tatapan elangnya mematikanku "Mudah-mudahan Bos yang super dingin itu belum datang," akuterus melihat jam yang bertengker di pergelangan tanganku. Ting Pintu lift terbuka dan aku langsung berlari ke mejanya."Sepertinya dia belum datang, syukurlah." Aku mengusap dadaku dan bernafas lega. "Menunggu seseorang Nona," bisikan seseorang membuatku memekik dan langsung berbalik. Aku pikir setan, ternyata lebih menakutkan dari setan, tetapi setan di hadapanku sangatlah tampan. Kenapa dia menatapku seperti itu? Tatapannya membuat dadaku berdebar-debar dan membuat fokusku hilang.Ya Tuhan jauhkan setan tampan ini dari hadapanku, eh kenapa dia memotong jarak di antara kami? “Ah!” Aku kehilangan keseimbangan tubuhku hingga mebuatku terduduk ke lantai dan pantatku rasanya sakit sekali, karena membentur lantai dingin. Ya Tuhan apa yang dia lakukan sih? Kenapa menakutiku seperti itu. "Kalau sudah merapihkan diri, masuklah ke dalam ruanganku," ucapnya dengan datar dan langsung berjalan masuk ke dalam ruangannya tanpa membantuku untuk berdiri. "Dasar Bos jahat, sudah bikin jantung gue copot dan jatuh!Bukannya bantu untuk berdiri malah nyelonong begitu saja!" aku bergegas berdiri walau pantatku masih terasa ngilu seraya merapihkan pakaianku."Astaga pantatku sakit sekali," Setelah merasa keadaanku lebih baik, aku berjalan menuju pintu kokoh yang berdiri tak jauh dari depanku. Setelah mendengar seruan dari dalam,akubergegas masuk dan duduk di kursi tepat di hadapan Felix. Ya Mr. Felix Ernest Blandino, CEO dari Blandino Company. "Ini." Dia menyodorkan beberapa tumbukan berkas kepadaku. "Pelajari itu, di dalamnya ada beberapa jobdesk kamu dan jadwalku. Kamu pelajari dan aku harap dokumen-dokumen yang belum diselesaikan oleh sekretaris sebelumnya harus sudah selesai nanti sore," ucapnya membuatkumemekik kaget.Yang benar saja... Aku ingin membuka suara, tetapi dia lebih dulu berbicara."Tak ada bantahan" ucapnya dengan tajam. Akhirnya akuhanya mampu menghela nafas pasrah dan hanya mengangguk saja lalu beranjak keluar. ♥ Pekerjaanku masih banyak dan waktu sudah menunjukkan jam pulang. Ini hari pertamaku bekerja, tetapi langsung diberi pekerjaan yang menumpuk seperti ini. Mana tadi belum sempat beli makan lagi, cuma minum kopi saja. Semoga saja asam lambungku tidak naik.Tiba-tiba handphoneku berbunyi dan menampakan wajah Reno dilayarnya. Aku bergegas menekan tombol hijau di layar handphoneku. "Hallo Sayang," "....." "Aku masih banyak pekerjaan, kamu sudah didepan yah" "......" "Sepertinya aku lembur deh, banyak banget kerjaan aku." "........" "Aku juga gak tau, kamu pulang saja duluan yah nanti aku pulang sendiri saja." "......" "Ya Sayang, aku tidak apa-apa... Kamu juga hati-hati yah, love you too." Aku menutup sambungan telpon.Kasian sekali, Reno sudah mau menjemputku,tetapi karena Bos sialan itu aku jadinya harus lembur. Aku sebaiknya kembali mengerjakan pekerjaanku. Sudah pukul 9 tetapi masih belum selesai, aku kelaperan sekarang. Aku merasa tubuhku sudah sangat lelah, dadaku juga terasa sakit dan sesak. Aku menyandarkan kepalaku ke atas meja hingga deheman seseorang membuatku kembali mengangkat kepalaku. "Ck,, Lamban sekali, aku minta sore, tetapi sampe jam segini masih belum selesai juga." ucapnya dengan datar membuatku kesal. "Saya baru pertama bekerja disini Pak, saya belum tau detail pekerjaan saya. Saya harus mempelajarinya dulu dan mulai mengerjakannya sedikit demi sedikit karena takut ada yang salah. Apalagi saya tidak ada yang membimbing." Aku keluarkan semua kekesalanku padanya, seenaknya dia berbicara seperti itu. Di kira aku ini robot keluaran terbaru. "Kenapa tidak bertanya padaku?" Aku melongo dengan ucapannya barusan dan bingung harus menjawab apa. Bibirku kelu mendadak. Kenapa dia selalu berhasil memojokkanku dan membuat posisiku menjadi tak berkutik? "Saya kira, kamu sudah paham makanya tidak bertanya" ucapnya lagi lagi dengan nada sedatar triplek. "Ya saya sudah memahaminya sebagian," ucapku dengan jujur. "Bereskan barang-barangmu!" "Apa?" "Kau tuli? Cepat bereskan barang-barangmu," ucapnya lagi lebih dingin. Apa dia memecatku? Astaga apa dia ingin memecatku sekarang? Kenapa dia menyuruhku membereskan semua barang-barangku? Apa yang harus aku lakukan sekarang. "Yak! jangan berpikir negative, aku tidak akan memecatmu. Cepat bereskan barang-barangmu, apa kau akan menginap di kantor?" ucapnya membuatku mampu menghembuskan nafas lega. "Saya kira,Bapak mau memecat saya." ucapku dengan cengiran khasku.Dia beranjak meninggalkanku begitu saja tanpa menjawab ucapanku. Huh, kebiasaan sekali, dasar Mister Bossy menyebalkan. Aku segera menyambar tasku dan membereskan dokumen yang ada di atas mejaku.Aku segera berlari menyusul bosku yang sudah berada di dalam lift. Hap! Akhirnya aku berhasil masuk ke dalam lift yang hampir tertutup itu, aku berusaha mengatur nafasku yang ngos-ngosan. "Ini bukan lapangan bola, tapi kantor. Berlari dan menerobos lift sungguh tidak sopan. Benar-benar bukan wanita feminim," ucapnya membuatku mendengus, dia berbicara seenak jidatnya saja.Aku hanya menjawabnya dengan memberikan senyuman kecilku saja. Saat keluar dari lift, aku melihat mobil pak Hadi sudah terparkir di depan kantor."Saya duluan yah Pak, selamat malam," aku membungkukan setengah badanku dan langsung berlari menghampiri pak Hadi.Kebiasaanku memang senang sekali berlari, merasa kalau berjalan aku sangat lambat. ♥
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN