Prolog
Kayla Maharani.
Siapa sih yang tidak akan terpesona dengan gadis secantik dan sepintar dia?
Sudah diberkahi dengan paras yang cantik, penerima beasiswa kuliah yang tahun ini sudah mulai mengerjakan skripsi, dan seorang pebisnis muda.
Namun, sayangnya gadis yang akrab disapa dengan Kayla tersebut tidak lagi dapat diperjuangkan cintanya. Kayla sudah menjadi tunangan orang. Siapa yang beruntung mendapatkannya? Tentu saja seorang pemuda yang memiliki derajat yang sama, namanya Bara Putra Pradipta.
Seorang arsitek muda yang memulai bisnisnya dalam bidang properti, kebanyakan hasil karya miliknya adalah sebuah rumah penginapan modern. Selain tampan, mapan, Bara juga memiliki garis keturunan dari keluarga yang baik dan konglomerat. Bukankah pasangan muda tersebut sangat sempurna?
“Mas!” Seru Kayla ketika melihat pemuda bertubuh jangkung dengan potongan rambut pendek namun tidak klimis tersebut.
Begitu melihat lambaian tangan Kayla pemuda itu langsung mendekati tunangannya, ia memeluk sebentar sebelum berakhir duduk di sampingnya.
Di sana tak hanya ada Kayla, ada seorang perempuan berpakaian formal dengan kacamata persegi yang menggantung di hidungnya.
“Mbak Nada, kenalin ini Mas Bara!” kata Kayla memperkenalkan.
Perempuan yang di panggil Mbak Nada oleh Kayla tersebut mengulurkan tangannya pada Bara, dengan senyuman tipis menghiasi bibir tebalnya.
“Bara, tunangan Kayla.”
“Gue Nada, Wedding Organizer sekaligus mantan katingnya Kay.”
Kayla terkekeh kecil, Bara selalu saja kaku ketika bertemu dengan orang baru. Apalagi Nada tidak berbicara formal ketika berkenalan dengannya.
“Gimana, Dek? Udah dapat tema yang kamu mau?”
Kayla mengangguk antusias dan menunjukkan gambar dekorasi bertema putih dan soft blue, dengan mawar-mawar biru. Bara mengangguk singkat, sepertinya dia setuju dengan pilihan Kayla.
“Bagus, cocok sama karakter kamu,” kata Bara kemudian mengacak puncak rambut Kayla.
Kayla berdecak kesal, selalu saja Bara mengacaukan tatanan rambutnya. Namun, tak urung membuat Kayla tersenyum karena ia juga menyukai dekorasi yang ia pilih.
“Oke Mbak, aku pilih yang ini. Tapi nanti mawarnya pakai yang putih aja mbak, agak susah kayaknya kalau pakai mawar biru.”
Nada mengangguk dan menuliskan keinginan Kayla di note tab nya. Setelahnya Nada langsung berpamitan untuk segera mempersiapkan perlengkapan dekorasi untuk pernikahan Kayla yang akan di adakan dua minggu lagi.
“Makasih ya Mbak, maaf harus nyuruh mbak kesini. Soalnya kerjaan lagi nggak bisa di tinggal!”
“Santai aja deh, Kay. Gue balik dulu ya!”
Nada menarik pintu, menimbulkan bunyi lonceng yang terletak di atas pintu. Kayla sempat menoleh sebentar, melihat Nada telah keluar dari Coffee shop miliknya.
Hanya tinggal sepasang kekasih yang beberapa hari lagi akan resmi menjadi pasangan hidup, Kayla menjatuhkan kepalanya di bahu keras dan lebar milik Bara.
“Mas, lusa aku jadi berangkat ke Jogja loh. Ada perencanaan bisnis sama Mas Alfa, sekitar satu mingguan.”
Bara mengerutkan keningnya, seakan tidak setuju. Yah, siapa sih yang akan setuju kalau calon istrinya harus berlama-lama berada jauh. Apalagi akan kembali tiga hari sebelum acara pernikahan mereka.
Bara menghela napasnya dengan berat, ia tetap setuju dengan permintaan Kayla yang sudah ia bahas berkali-kali dengannya.
“Mas bisa apa coba, kamu nya maksa terus dari kemarin!”
Kayla nyengir kuda, memang benar yang dikatakan Bara. Bisnis Coffee shop nya akan melebarkan sayapnya hingga ke kota Jogjakarta, dengan bantuan kakak tertuanya Kayla yang begitu memimpikan kesuksesan dari bisnisnya tidak ingin melewatkan kesempatan.
“Maaf ya Mas, tapi ini cita-cita aku loh. Kesempatan tidak datang dua kali.”
Bara mengecup kening Kayla dengan lembut dan singkat, apapun keinginan Kayla sudah pasti Bara akan mencoba memenuhinya.
“Tapi Mas, nggak bisa anter kamu besok. Nanti malam mas harus ikut papa ke Bandung, ada meeting penting jam tujuh pagi.”
“It’s oke mas, aku bisa minta anter ayah atau Kak Mey.”
Bara menghembuskan napasnya menyesal, seharusnya ia bisa mengantarkan calon istrinya tersebut sampai tujuan jika saja tidak ada rapat mendadak dengan kolega bisnis ayahnya.
“Tapi, kamu harus janji sama mas jaga diri baik-baik. Sampai Jogja langsung kabarin mas, dan yang paling penting jaga mata!”
Kayla terkekeh mendengar ada sedikit nada kecemburuan dari Bara, toh Kayla juga tidak berpikiran untuk melirik siapapun. Bara sudah sangat sempurna untuknya, jadi Kayla tak harus nakal mencari yang lebih sempurna.
“Iya ih, mas bawel deh!”
.
Pagi buta Kayla sudah terbangun dan bersiap untuk segera berangkat ke Jogjakarta. Ia membawa sebuah koper kecil untuk keperluannya selama satu minggu, Kayla sudah bersiap dengan sweater abu-abu dan jeans belel. Ia segera meraih sepatu sneaker putihnya, menyeret koper kecilnya menuju lantai satu.
“Early morning, Yah!” sapa Kayla yang sudah melihat ayahnya tengah menghabiskan kopi hitamnya.
Kayla duduk di samping ayahnya sembari menunggu Meyla yang akan mengantarkannya, ia cukup peka untuk merasakan bahwa ada aura khawatir dari kedua orang tuanya. Yah, orang tua seperti mereka masih percaya dengan takhalul yang mengatakan pamali calon pengantin bepergian jauh-jauh.
Namun, itu semua adalah salah satu impian Kayla yang memiliki bisnis hingga ke seluruh Indonesia. Tidak ada yang dapat menghentikannya.
“Ini kamu beneran mau ke Jogja, Dek?” Tanya Bunda Nisa memastikan.
Dari semua orang, yang paling tidak setuju dengan keinginan Kayla pergi ke Jogjakarta adalah bundanya. Selain, karena alasan sebentar lagi Kayla akan menikah bundanya juga tidak bisa berjauhan dengan putri bungsunya. Meskipun, akan ada Alfa yang menjaganya selama di Jogjakarta.
“Bunda deh, Kay di Jogja juga ngikut Mas Alfa kok. Jadi jangan khawatir ya Bunda, nanti Kay sering-sering video call pokoknya!”
“Iya kamu nih Dek, kan Mas Alfa juga bisa bantu kamu urus bisnisnya. Nggak perlu kamu yang kesana,” kata Meyla yang sudah siap dengan setelan rok dan juga jaket yang sangat cocok melekat pada lekuk tubuhnya yang indah nan tinggi.
Kayla memeluk bundanya dengan erat, lalu mencium tangannya dengan sayang. Begitu pula dengan ayahnya. Ia segera berangkat bersama dengan Meyla. Kayla sengaja mengambil tiket pesawat yang paling pagi, alasannya Alfa kalau siang sudah mulai bekerja jadi tidak bisa menjemputnya di bandara.
Selama perjalanan Meyla terus mengoceh seperti karakternya yang cerewet, berbeda dengan Kayla yang cenderung pendiam. Meyla seorang Desainer muda yang telah merintis karirnya sejak masih kuliah meski hingga saat ini ia masih belum memiliki sebuah butik sendiri, ia lebih senang bekerja ikut dengan orang daripada harus membangun bisnis sendiri.
“Jaga diri ya Dek, jangan lupa kabarin kalau sudah sampai. Salam juga buat Mas Alfa dan Mbak Caca.”
“Siap bos!”
Bandara Internasional Jogjakarta, yang terletak di Kulon Progo sungguh memanjakan mata Kayla. Bandara baru yang sungguh sangat disayangkan untuk tidak dinikmati pemandangannya. Pemandangan pantai berpasir putih dengan air yang jernih membuatnya semakin terpesona, ia menunggu Alfa di kursi tunggu. Kedua matanya sungguh berat, ia masih mengantuk.
Udara Jogjakarta di pagi hari lebih dingin daripada Jakarta, membuat Kayla semakin mengeratkan sweaternya.
Sekitar dua jam Kayla menunggu, Alfa baru saja datang. Namun, mood Kayla sungguh memburuk. Ia merengut kesal pada kakak tertuanya tersebut.
“Mas! Nyebelin banget, aku nungguin hampir dua jam loh!” seru Kayla begitu kakaknya telah duduk di kursi kosong depannya.
“Maaf, Dek! Mas kesiangan bangunnya, Mbak kamu juga nggak bangunin!”
“Nggak usah nyalahin Mbak Caca deh, harusnya aku nggak percaya sih sama omongan mas!”
Alfa terkekeh, ia segera membawa koper kecil Kayla dan berjalan menuju tempat parkir mobilnya.
Kayla yang masih kesal terus menggerutu sepanjang perjalanan menuju mobil, Alfa hanya nyengir tak merasa bersalah. Yah, karena memang jarak rumahnya dengan Bandara sangat jauh. Perjalanan menuju bandara saja menghabiskan waktu dua jam perjalanan, dan Alfa memang sudah berangkat cukup pagi dari tempat tinggalnya.
Mobil Pajero sport berwarna putih telah menunggu Kayla, Alfa membunyikan kontaknya membuat Kayla segera mendudukkan tubuh kecil di jok mobil.
“Ya ampun Kay, Mas udah minta maaf lho dari tadi. Masih kecut banget mukanya!”
Kayla mengalihkan pandangannya ke luar jendela, memperhatikan jalanan yang masih terasa lengang.
“Mas fokus nyetir aja, aku mau tidur. Ngantuk dari Jakarta tadi pagi-pagi!”
Alfa lagi-lagi hanya terkekeh, ia lupa memasang alarm untuk membangunkannya lebih pagi. Dan, sangat kebetulan sekali ia belum memberitahu kepada istrinya bahwa Kayla akan berangkat ke Jogjakarta pagi-pagi buta.
Meskipun, begitu ia terlihat tidak merasa bersalah. Apalagi mendengar hampir dua jam Kayla menunggunya, ia geli sendiri membayangkan Kayla menunggunya sambil mengomel sendirian.
Alfa tinggal di ibukota Jogjakarta, dekat dengan Malioboro membuat Kayla mungkin akan senang. Ia bisa mencari souvenir untuk pernikahannya dua minggu lagi, apalagi Kayla adalah pecinta barang-barang mini yang terbuat dari kayu.
Selama perjalanan ke rumah Alfa, Kayla benar-benar tertidur dengan lelap. Ia bahkan tak terganggu dengan suara kendaraan yang sudah mulai ramai, memenuhi jalanan.