Bab. 1 - Dikira Tukang Bubur

1842 Kata
Sebuah permulaan mungkin terjadi dari kesalahpahaman Tapi, tidak menutup kemungkinan Permulaan itu akan menjadi sebuah cerita yang manis... *** Minggu pagi, Adrian selesai olahraga lari di alun-alun. Ia mampir beli bubur ayam langganan di pinggir jalan. Ia memang baru dipindah tugas ke Malang, sebelumnya di cabang Surabaya. Tapi, tiap akhir pekan selalu pulang ke rumah keluarganya di Malang. Dan selalu menyempatkan diri untuk membeli bubur di sini. Pakaiannya sederhana saja, hanya memakai kaus oblong warna biru navi polos dipadu celana pendek olahraga warna putih. Ditambah topi bertuliskan Balenciaga. Ia sudah ganti sandal jepit swalow tadi, karena kakinya gerah pakai sepatu. "Udah Pak, nggak usah aja," tukas Adrian melihat Pak Marno kebingungan mencari uang pecahan di laci gerobaknya. "Jangan, Mas. Saya carikan tukar dulu. Bisa tolong jaga gerobak saya sebentar, Mas Adrian?" "Yasudah kalau gitu, biar saya jagain Pak." Pak Marno tak punya kembalian uang besar. Ia pun meminta Adrian menunggu selagi dirinya menukar uang. Mereka sudah saling kenal, jadi tak enak hati Adrian menolak atau memaksa tak perlu mengembalikan kembalian uang. Pak Marno orangnya sangat enggan menerima kelebihan uang. Katanya, daripada nanti jadi kebiasaan memanfaatkan sisa uang orang, lebih baik ia berusaha dulu. Dua orang gadis berjalan mendekat. Mereka langsung memesan bubur ayam pada Adrian. "Mas, bubur ayam dua ya? Yang satu nggak pakai kacang," seloroh Siti. "Punyaku ayamnya yang banyak, yang nggak pakai kacang. Nanti bayarnya double nggak apa," imbuh Naya sembari membenarkan ikatan rambutnya. Mereka pikir Adrian adalah penjualnya. Adrian bingung, mau menolak tak enak, kasihan Pak Marno nanti kehilangan pelanggan kalau ia bilang pedagangnya sedang tidak di tempat. Bila diminta menunggu belum tentu pembeli mau bersabar. Alhasil, mau tak mau ia terpaksa melayani dengan setengah bingung. "Inget ya Mas, jangan sampai ada sebiji kacang pun di pesananku. Aku alergi kacang, musuh bebuyutan karena bikin jerawat merajalela di mana-mana. Oh ya satu lagi, nggak pakai lama. Makasih!" Ocehan Naya terdengar cerewet sekali. Gadis itu berdiri sambil bermain ponsel. Selagi meracik bubur, Adrian tampak linglung. Naya mendumel terlalu lama menunggu. "Aduh, lama amat sih Mas? Masa bikin bubur aja hampir lima belas menit?" "Sabar Nay," Siti berusaha menenangkan temannya yang kelaparan. "Masa tukang bubur nggak paham sih? Itu kacang, ayam, seledri, dan lain-lain dimasukin dulu, baru kuahnya," keluh Naya memperhatikan sikap Adrian yang seperti orang tak tahu apa-apa. "Eh ya ngomong-ngomong, bukannya biasanya Pak Marno ya yang jualan?" Siti hafal karena sudah langganan hampir tiap hari. Ia mengira Adrian anak Pak Marno. "Oh, anaknya Pak Marno ya, Mas? Wih, kalau tahu beliau punya anak seganteng ini, udah kumintain nomor hape, Mas!" "Ganteng? Perasaan biasa aja," seloroh Naya cuek. Baginya, di dunia ini cuma ada satu pria tampan di matanya, yaitu Shinici Kudo alias sosok cowok ganteng di serial anime Detective Conan yang punya kadar kharismatik melebihi kapasitas wajar menurut Naya. Ia bahkan sudah mempredikatkan dirinya sebagai kekasih virtual Shinici, menjadi sosok khayal seorang Ran Mouri. Siti menyengenggol lengan temannya, agar lebih sopan saat bicara. Entah kenapa, Naya memang paling anti dengan pria tampan kecuali si detektif dari dunia maya itu mungkin. Ia pernah ditolak mentah-mentah oleh senior fenomenal dulu semasa di bangku sekolah menengah atas. Rasa malu itu menjadikannya tanpa sadar menumbuhkan trauma aneh dalam pikirannya. Terlebih alasan penolakan tersebut yang sampai kini berakar menjadi momok antisipasi dalam diri Naya. Katanya, sang senior mengatakan karena bau badan, Naya tak diterima cintanya. Sungguh malang sekali. Itu sebabnya sekarang gadis ini selalu koleksi parfum mini dan bawa deodorant dalam tas ke mana-mana. Ia bahkan akan rela pulang ke rumah bila dua benda tersebut sampai tertinggal. Baru kali ini harga diri Adrian sebagai makhluk dengan predikat wajah rupawan tingkat dewa luntur seketika. Sudah dikira tukang bubur, masih dibilang tidak ganteng. Jiwa playboynya meronta-ronta tak terima. Tapi ia diam saja. Meski dibilang penjual bubur, asalkan pekerjaan tersebut halal dan bermanfaat tak ada bedanya dengan eksekutif hebat sekali pun. Malah dirinya bangga bisa membaur dalam situasi serta kondisi apapun. Tak tahan terlalu lama menunggu, Siti mengambil alih pekerjaan yang dilakukan Adrian. Ia membantu menyiapkan bubur. Bahkan melayani beberapa pelanggan lain. Sementara Naya sudah duduk santai di kursi plastik biru sambil sarapan bubur. Sesekali ia meneguk air mineral yang ia bawa. Adrian memandangnya dengan tatapan tak percaya. Di muka bumi, masih ada gadis yang mengabaikannya. Di saat banyak gadis antri ingin mendapatkan perhatian seorang Adrian. Ingatannya memaksa kembali pada sosok seseorang yang hingga detik ini masih terpatri dalam relung hatinya. Seorang gadis yang juga tak memandang Adrian hanya dari paras menawan semata. Bayangan wajah gadis berjilbab biru masih terlukis nyata dalam angannya yang dilema. Lamunan itu tak bisa bertahan lama. Lihat saja antrian pemesan bubur yang makin ramai. Sembilan puluh delapan persen para gadis. Sisanya pria tapi lemah gemulai. Beberapa ada yang memotret diam-diam. Beberapa ada yang menggoda terang-terangan. Untung saja Siti cekatan bisa menghalau para gadis bar-bar yang mencoba mengambil hati Adrian. "Pak Marno ke mana ya, Mas?" "Lagi nukar uang." "Owalah. Aku baru ingat Pak Marno pernah cerita, anaknya jadi TKI di Hongkong. Ternyata sudah balik tah." "Hah? TKI? Siapa? Saya?" Adrian linglung. "Iya lah siapa lagi? Kan anaknya sampean. Apa Pak Marno punya anak lain? Setahu saya beliau bilang anaknya cuma satu deh kalau nggak salah." Adrian menarik napas panjang. Membuangnya perlahan. Dalam hati ia menimbang gundah, mungkin kah tampang bosnya tidak cocok sama sekali? Seorang Store Manager salah satu perusahaan retail terbesar yang baru dipindah ke Malang, harus menerima kenyataan macam ini. Ia pun memilih untuk berbesar hati saja. Beberapa saat berlalu. Pak Marno datang, meminta maaf sekaligus berterimakasih pada Adrian karena sudah menjaga gerobaknya. Pria berkumis putih itu menyerahkan kembalian pada Adrian. Sementara Siti keheranan. "Loh Pak, kok sama anak sendiri bilang makasih segala? Kayak sama orang asing aja, Pak." "Anak yang mana, Neng?" "Lhah si mas ini?" "Owalah. Mas Adrian ini langganan bubur ayam saya. Tadi saya nggak ada kembalian. Nyari dulu di sana, terus minta tolong Mas Adrian buat jagain sebentar." "Hah? Jadi, mas ini bukan anak Pak Marno?" "Bukan, Neng. Anak saya perempuan." Siti tepuk jidat sambil mesem-mesem. Adrian hanya tersenyum ramah. Lalu pamit pergi. Naya menghentikan. "Berapa jadinya?" Siti menarik lengan Naya. "Heh! Bukan dia tukang buburnya!" "Maksudnya?" "Maaf ya Mas..." "Nggak apa-apa. Mungkin tampang saya terlalu cocok jadi tukang bubur. Cukup membanggakan bagi saya." Kemudian Adrian berbalik ketika sebuah mobil Fortuner berhenti. Seseorang turun menghampiri. "Sorry Bos, tadi nganter bebeb pulang dulu," katanya sambil garuk kepala. Pria itu membukakan pintu mobil untuk Adrian. Dan mereka pun pergi. Meninggalkan Naya dan Siti yang masih terbengong tak percaya. "Seriusan Nay, jangan sampai kita ketemu si mas ganteng itu lagi, malu setengah mati!" celoteh Siti. "Bayangin aja kalau misal dia ternyata bos kita? Aku mungkin bakal langsung didepak dari kantor kan?" "Nggak mungkin lah. Memangnya hidup kita drama Secret Garden apa? Imajinasimu terlalu halu." "Bener. Nggak mungkin dunia sesempit itu. Ketemu bos di pinggir jalan, salah paham, terus jatuh cinta. Mustahil sekali. Kecuali ini FTV di tipi." Naya menimbang. Mengingat-ingat salah satu drama yang sering ia tonton. Mainstream sekali. Sementara itu, di dalam mobil Adrian duduk memandang jalanan di luar sana. "Besok perkenalan, Bos. Perlu siapin pidato?" "Nggak perlu. Memangnya mau acara agustusan apa?" "Siapa tahu." "Gil, tampang gue terlalu biasa banget ya?" Ragil meneliti sesaat. Ia kembali fokus menyetir. "Keren kok Bos!" "Seriusan?" "Iya keren! Yang bilang biasa aja mungkin nggak normal tuh." Adrian mengangguk-angguk. Ia menyentuh rambut, dan seketika teringat sesuatu. "Topi gue mana?!" pekiknya bingung. "Lah, tadi ditaruh mana Bos?" "Balik ke tempat tadi! Ketinggalan di gerobak kayaknya! Topi kesayangan gue itu!" "Yaelah, mentang-mentang hadiah dari mantan calon istri idaman ye Bos? Eh ralat, mantan gebetan yang tak kesampain maksudnya," sindir Ragil. Adrian mendelik kesal. Mereka pun kembali ke lokasi. Siti masih asik makan, tadi ia belum sempat makan karena terlalu sibuk membantu melayani pelanggan. Naya duduk di pinggiran terotoar jalan sambil mainan ponsel. Adrian berlari tergopoh menghampiri Pak Marno. "Pak, ada topi saya ketinggalan?" "Warna putih, Mas?" "Iya bener." "Oh itu dipakai si mbaknya duduk." "Hah?" Adrian menoleh ke arah Naya. Ia langsung menarik tubuh gadis itu agar bangkit. Benar saja, topinya sudah kotor dan agak kelihatan kumal. "Apaan sih?! Nggak sopan main tarik-tarik!" seru Naya kesal. "Kamu yang apa-apaan! Ini topi saya ngapain kamu dudukin! Itu buat kepala tahu! Bukan buat b****g!" "Idih! Kok malah ngegas sih, Mas?! Mana saya tahu itu topi punyamu. Saya kira nggak kepakai. Orang dari tadi udah ngejogrok di bawah gerobak kok." "Kamu tahu merek nggak sih? Memangnya ada orang normal buang topi kayak gini tanpa sebab?!" "Apa hubungannya sama merek? Intinya kan itu topi terbuang di bawah sana. Yaudah saya ambil. Berapa sih harganya?! Sini biar saya ganti! Daripada marah-marah nggak jelas." Naya mengeluarkan selembar lima puluh ribu dari tas selempang kecil yang ia pakai. Disodorkannya uang warna biru ke Adrian. "Simpan aja uangmu. Harusnya minta maaf lebih saya terima daripada cuma materi yang nggak sebanding sama topi ini." Wajah Naya merah padam. Ia bersungut dan meniup poni. Mengembuskan napas kuat-kuat, berharap emosinya lekas mereda. "Iya iya, maaf," katanya mengalah karena ia memang salah. Sudah cukup bagi Adrian mendengarnya. Ia berbalik, tapi sempat mengatakan sesuatu. "Oh ya, kalau mau tahu harga topi ini bisa cek di Google, cari harga topi Balenciaga ori berapa!" ujarnya sebal. Usai pria itu masuk mobil, Naya menghentak kaki. Ia menekan layar di ponsel untuk mencari tahu. Spontan matanya membelalak tak percaya. "Kenapa Nay? Masalah topi aja sampai diributin gitu kalian nih," Siti menepuk pundak temannya. "Harga topinya..." "Harga topinya kenapa? Di atas seratus ribuan ya?" Naya menggeleng shock. "Di atas lima jutaan..." "What?!" Siti terperanjat. "Semoga aku nggak ketemu orang itu lagi!" pekik Naya frustrasi. Gajinya sebulan saja mana cukup untuk mengganti topi semahal itu. Ia merutuki diri sendiri. Di mobil Adrian menghela napas panjang. Membersihkan debu-debu yang bertengger di topi keramatnya. "Mampir dulu ke laundry," celetuknya frustrasi. "Yaelah topi doang mesti di-laundry segala Bos?" "Lumayan kalau gue sekalian bisa modusin doi kan?" Ragil tampak berpikir sejenak. Kemudian ia baru paham maksud terselubung sepupu sekaligus atasannya di tempat kerja ini. "Memang dasar raja buaya darat. Pinter banget modusnya," sindirnya. "Memanfaatkan kesempatan sebaik mungkin itu perlu." "Sebelum janur kuning melengkung gitu?" "Gue masih belom mau nyerah." "Tapi Bos..." "Kalau dia jodoh gue, pasti bakal ada jalannya." "Kalau bukan?" "Hmm... mungkin jodoh gue masih nyangkut di pohon." "Ses kunti dong?!" Ragil berseru seraya tertawa. "Bukan." "Terus? Monyet?" "Sialan lo! Bukan lah." "Lhah apa dong?" "Bidadari surga jatuh ke bumi, mungkin mendarat di tempat yang salah. Jadi nyangkut di pohon kan." "Halu!" "Halu itu wajar. Yang nggak wajar itu kalau ngehaluin jodoh orang!" "Lhah ngomongin diri sendiri nih, Bos?" "Kan dia belum jadi jodoh orang. Masih boleh dong gue haluin." "Bucin parah! Inget Bos, si doi habis dilamar orang. Udah hampir jadi milik orang. Mana bisa dihaluin lagi. Ntar malah jadi penyakit hati, Bos." "Kadang cinta memang bikin otak susah diajak kompromi." Ragil hanya geleng kepala. "Kasian amat lo Bos. Berkelana dengan banyak cewek, tapi sekalinya pengen serius eh kagak direstuin... tabahkan hatimu Bos..." ujarnya setengah memelas. =====♡ Special Love ♡=====
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN