“Kurang ke kiri, Man!” “Udah?” “Dikit lagi.” Arman mendesah kesal, tapi tangannya tetap bergerak sesuai perintah Ghea. “Ya ampon. Tangan gue mau patah ini. Masa enggak pas-pas posisinya?” “Dikiiiiit lagiiii. Nah, iya, sekarang udah pas!” Ghea mengacungkan jempol, tersenyum puas. Sedang Arman mengelap keringatnya dengan ujung jari dan segera turun dari tangga besi. “Alhamdulillah. Akhirnya derita aing selesai juga.” Ghea terkekeh kecil, meninju pundak Arman main-main. “Apaan sih lo lebay banget.” Arman menyeringai. “Ya abisnya Bos Ghea-ku ini jadi perfeksionis banget. Apa-apa kudu sempurna. Kan aing capek, butuh liburan.” Ghea memutar bola mata. “Halah. Bilang aja lo mau minta jatah pulang kampung.” “Nah bener. Itu peka.” Arman tertawa lebar, mengacungkan kedua jempolnya. “Gue mint

