Memulai Pendekatan

2311 Kata
"Restoran pizza yang kemarin. Saya yang traktir, atau makanan apapun yang dia suka. Rumah saya dan kamu deketan jadi kita bener-bener searah, restonya juga deket ..." Pak Oscar malah ngajak El makan, kenapa? "Pak gak usah saya bukannya gak sopan. Tapi saya gak mau ngerepotin..." "Saya gak ngerasa direpotkan. Telepon El, bilang kita mau makan pizza sekarang. Saya cuma seneng denger dia ngomong. Stress saya ilang kalo denger dia ngomong." Gue kayanya gak bisa nolak ya. Sama sekali gak punya kesempatan nolak. Terpaksa mencet nomor telepon rumah. "El, mungkin sekitar sejam lagi mama nyampe mau ngajak makan pizza." "Makan pizza mah?!" Yang disana gue udah bisa bayangin ekspresi girangnya. Tiba-tiba pak Oscar ambil ponsel gue dan di loudspeaker sama dia. "El, ini Om Oscar, makan pizza yuk. Kamu belum makan sore kan." "Om Oscar?! Pizza beneran, Mau Om... Hore Bibi, mamah mau ngajak makan Pizza." "Sekarang Om?!" "Iya ganti baju dulu ya. Mungkin jam enaman Om sampe, nanti mamah telepon kamu nunggu di Lobby langsung." Bahkan dia tahu gue tinggal di apartment di Jakarta Pusat? Dia ngakses data karyawan? "Iya Om." Langsung iya aja kalo makan. Memang bener-bener gak bisa nerima sogokan makanan dia. Telepon ditutup kemudian dengan senyum lebar di wajah Pak Oscar. Beruang ini lagi berubah jadi panda. Dan gue gak tahu mau ngomong apa. "Suaranya seneng banget tuh anak. Kaliatan banget..." Dia ketawa. Gue ikutan senyum ditahan. "Kenapa? Kamu gak seneng saya ngajak dia makan ya?" "Engga, ga pa pa. Cuma aneh aja? Kenapa bapak repot sekali ngajak dia." "Ya anggap aja nyenengin anak kecil. Minta doanya aja nanti, dia kalo doa makan lancar banget." Dia malah ngakak. Gue jadi spechless, ngapain dia repot begitu. Apa dia kasian sama kita disangkanya mungkin kita bisa makan pizza cuma setaon sekali gara-gara omongan Elina gak boleh minta jajan banyak-banyak mungkin. "Saya sering ngajak dia makan kok pak. Elina dulu pas dia kecil sebelum saya mencapai posisi sekarang memang saya ketat pengeluaran. Tapi sekarang udah lega. Bapak jangan kasian sama saya, gaji saya cukup..." Dia diem sekarang. "Ini buat nyenengin El dan ini juga kesenangan bagi saya. Bukan soal kasian sama kamu. Saya kagum sama kamu, bukan kasian. Itu beda..." "Kenapa gak punya keluarga sendiri kalau Bapak suka anak-anak." Astaga mulut gue. Kenapa gue mesti nanya hal pribadinya. "Anggap saja saya gak pernah nanya pak. Sorry pak, gak usah jawab..." Cepet-cepet ngeralat perkataan gue. "Mungkin nanti kamu akan tahu..." Dia mengerling ke gue dan senyum di tahan. Cuma dia yang tahu apa artinya. "Saya gak berniat tahu." Langsung ngakak, karena jawaban gue cepet banget setelah dia ngomong. "Julukan kamu memang bukan omong kosong ternyata." Dia langsung nimpalin. "Julukan apa?" "Ratu Es." Sampe boss gue aja tahu julukan gue?! "Oh itu emang julukan kebesaran saya." "Seneng ya dikasih julukan begitu." Dia naikkin alis ngeliat gue. "Banget." "Belum ada yang berhasil ngajak kamu keluar ya?" "Belum." "Semacam unreachable** gitu ya..." **tidak terjangkau "No chance to reach me..." ** **tidak ada kesempatan menjangkau saya "Saya pinter juga ya bisa berhasil?" Gue natap dia dengan pandangan gak percaya apa yang gue denger. "Turunin saya disini saja." Dia langsung ngakak lagi. Dia gila ya, sehari-hari aja mukanya manyun mulu. Sekarang malah ngakak gak punya adat. "Gitu aja tersinggung..." Masih ngakak. Gue diem aja. Pak Oscar masih nyengir. Kayanya ini pembicaraan yang diarahkan sama dia. "Dulu saya punya gelar di kampus yang berhubungan dengan Ratu Es?" "Apa?" "Penakluk Ratu Es." "Kemana Ratu Esnya sekarang." "Udah merried sama yang lain." "I'm so sorry to hear that." Sarkas. Terlalu berani dan nunggu dipecat ama beruang ini kalo dia lagi mood jelek. "Gak usah berduka buat saya. Saya hidup bahagia dan baik-baik saja." Tapi dia gak marah. Malah senyumnya nambah lebar. "Di kantor bapak senyum aja jarang kok sekarang malah demen ngakak. Punya kelainan bipolar pak?" Malah dia nambah ngakak lagi. Ishhh nih boss emang gak beres. Anehnya kok dia gak marah ya. "Biar dapet julukan Raja Es, sayangnya yang dapet malah si Ratu Es." Kayanya yang disamping gue bukan boss gue. Masa boss gue bisa becanda gini miring. Bener-bener salah makan obat kayanya nih. "Mau tahu gosip soal Bapak?" "Wahhh boleh, coba apa gosipnya?" "Digosipin punya simpanan. Plus gay." Dia angkat bahu. "Menurut kamu gimana?" Malah nanya ke gue. "No comment tentang kehidupan pribadi orang. Urusan masing-masing. Yang penting yang menjadi pimpinan saya bisa berfungsi sesuai dengan jabatannya..." Langsung aja gue bilang no comment . Gak mau gue nerka-nerka ginian. "Hmm... " Banyak hal yang berlangsung di pikirannya mungkin tapi dia gak ngomong, memang tipe analyst sejati. "Itu benar. Kita punya lebih banyak prioritas yang penting daripada dengarkan omongan orang." "Bener sekali." "Ya sudahlah...Kita lakukan apa yang jadi tujuan hidup kita saja." Dia menerawang. Bagi pria single gak merried gini tujuan hidupnya apa ya. Sekarang gue jadi menerka-nerka sendiri. Seneng sama anak kecil tapi gak mau merried. Penasaran asli. Tapi nanya gituan mengerikan, ntar dibilang punya ketertarikan sama kehidupan dia lagi. Jauh-jauh deh. Lain kali gue gak boleh kejebak lagi kaya gini. Reputasi Ratu Es gue bisa tercoreng. Hanya pengen hidup damai sama El. Gak mau cari masalah lagi. Jangan kasih gue cobaan dengan mahluk namanya pria lagi ya Tuhan. Sudah cukup.. "Ma, kayanya punya papa itu enak ya. Ada yang bayarin, ada yang ngajak kita jalan-jalan. Kaya sama Om Oscar..." Sebuah kata dari El membuat d**a sesak dan mata gue tiba-tiba memanas. Apa gue aja gak cukup buat dia. Apa waktu gue kurang buat dia. "Mama sering ninggalin kamu kerja ya. Maafin Mama, tapi mama janji Sabtu Minggu kita pasti punya waktu jalan-jalan atau masak-masak berdua." "Engga Ma, kalo kita punya Papa, mama gak perlu kerja sampai malem...." Gue sering kerja di kamar kalo ada kerjaan yang belum selesai, sekalian nemenin dia juga. Mungkin lain kali gue harus kerja di tempat lain gak keliatan dia. "Mama kerja emang udah kerjaan Mama, biar kita punya uang jajan. Mama gak cape, karena Mama seneng sama kerjaan Mama." "Iya Mah?" "Iyah sama kaya kamu main sama bibi Siti tiap hari. Cape tidur, ilang capenya. Kaya gitu. Kamu anak baik, makasih udah mikirin mama ya..." "El sayang Mama." Gue peluk penawar hati gue itu. Secape apapun pas pulang liat senyum dia rasanya cape gue terbayar. "Mama juga sayang El. Sayang banget ...Udah malem, El tidur ya. Besok Mama libur lhoo kita bisa masak bedua, sorenya bisa jalan-jalan lagi. Atau kita kerumah Oma besok main." "Iya El tidur." "Ayo kita doa dulu sebelum tidur." El mengucapkan doanya. Dan gue mengaminkan. Dia anak yang pintar, dan ini cukup buat gue. Tuhan adil, dia ngirim malaikat kecil penghibur ini ke gue. Apalagi yang harus gue minta. Cuma penyertaan Tuhan, tidak ada yang lain. Ada sebuah pesan masuk ponsel gue. Dari Pak Oscar. 'El sudah tidur, dia seneng kan?' 'Sudah Pak, makasih buat waktunya.' 'Sama-sama. Mungkin lain kali kita bisa pergi sama-sama lagi.' Gue cuma bisa senyum kecil. Gue gak ngebales pesan itu. Handphone gue gue silent dan off karena udah jam 11 malem. Soal Pak Oscar, seperti yang lain. Jikapun dia berniat lain dia gak akan dapetin apapun dari gue. Dia akan mundur karena lelah mencoba seperti yang lain. Karena Ratu Es itu bukan gelar omong kosong. ----------- Selasanya, siang-siang kepala sakit dan perut gue gak enak. Astaga maag gue pasti kambuh. Kemarin gue lupa minum kopi belum makan. Kalau udah sibuk sering lupa jam makan. Ngambil tablet maag langsung tenggak aja. Mesti makan dijaga dulu ini. "Ira, boleh minta OB beliin bubur. Saya lagi kena maag lagi kayanya. Jangan kasih buatin kopi dulu bilang OB." Biasanya jam makan siang gini udah ngopi yang kedua. Masih megang dokumen di tangan mau diskusi ke staff karena bentar lagi jam makan siang. "Iya Bu, ..." Gue denger Ira sekertaris gue ngejawab pertanyaan gue. Tapi saking seriusnya gue melototin dokumen gue gak sadar Pak Oscar didepan gue dan hampir aja gue tabrak dia di koridor penghubung depan cluster ruangan gue. Kaget gue tiba-tiba sadar ada yang berdiri depan gue. "Kena maag? Pesen bubur, hentikan kopi?" Suara baritonnya langsung bikin gue mundur dua langkah. "Pak Oscar? Sorry pak hampir aja ketabrak." Gue harus nenangin napas dulu karena kaget. "Ada apa cari saya?" "Kamu sakit? Udah ke dokter?" "Engga cuma maag doang karena telat makan." Maag gak usah heboh ke dokter please. "Cuma?" "Iya udah minum obat. Ada apa pak?" "Oh, tadinya mau ngajak kamu makan doang." Makan siang.Sejak kapan gue jadi temen makan siang dia? Dia lagi coba pdkt? Aihhh... kabur ah. "Lagi bisa makan bubur doang pak. Sorry ud pesen beli makan." "Itu gak perlu kedokter." "Engga, saya ke ruangan staf pak Itu anak-anak perlu dikasih kerjaan dulu biar mereka bisa kerjain setelah selesai makan siang segera. Sorry gak bisa nemenin makan ." Wushh gue berhasil kabur dari dia dengan alasan pekerjaan segera. Hehehe..gue licik kan. Gue jelasin kerjaan ke staff dan balik ke ruangan gue dua puluh menit kamudian. Masih dengan melototi kerjaan dan bawa bubur gue yang rupanya udah ada di meja. Tapi kok dua? "Kenapa buburnya dua, saya cuma pesan satu?" "Pak Oscar minta dipesenin juga Bu..." "Terus kenapa disini buburnya?" "Orangnya ada di ruangan Ibu..." "Ha?" Ira ngangkat bahu. Lahhh kok diruangan gue? Terpaksalah gue masuk sambil nenteng bubur. "Pak Oscar? Makan disini?" Dia masih mainin handphonenya dan duduk di kursi depan meja gue. Gue naro buburnya di meja. "Iya ga pa pa." Determined banget ya. Padahal gue udah tinggal pergi tadi. Kupikir dia nyerah. Gue binggung duduknya kaya gue bossnya. Sementara di ruangan gue emang gak ada sofa. "Kenapa kamu? Ayo makan?" Dia udah ngeluarin buburnya. "Duduknya tukeran aja pak, kaya saya yang jadi boss nya." Dia langsung nyengir. "Emang tuh kursi ada semacam crown-nya?" Terpaksa duduk dengan gak enak. Hari ini sebenernya gue gak ada laporan apapun. Gue berharap gak ketemu sama dia dalam beberapa hari kedepan kecuali ada laporan lagi yang harus gue kasih per Kamis. "Ayo makan..." Karena perut gak enak. Gue gak napsu liat makanan gue. Males makan bubur kecuali terpaksa. Akhirnya cuma nyuap dua suapan. "Bapak kok ngikut saya makan bubur?" "Ini makanan juga, kenapa dengan bubur?" Astaga dia punya banyak cara ya buat tetep stay. Padahal gue udah tinggalin. Pengen ngehela napas panjang tapi ntar gak sopan. "Ini makanan orang sakit Pak..." Gue ngeliat cup bubur itu dengan gak napsu. "Kalo sakit ke dokter. Mau ke dokter?" Gue ngeliat dia dan dia ngeliat gue. Dan akhirnya gue ngehela napas panjang. "Ada yang salah, kenapa kamu sampe ngehela napas panjang gitu. Mau pulang? Suruh sopir kantor anter?" Gue nyengir lucu. Rasanya lama sekali ada orang yang meratiin gue gini. Kenapa Beruang Panda ini datang ke sini. Gue sama sekali gak tahu mau ngomong apa dan gimana nanggepinnya. "Gak, saya baik-baik saja. Makasih." Masih nyengir. "Makan, kenapa gak makan?" "Saya gak bisa makan banyak karena belum bener maagnya. Bapak gak salah makan disini." "Engga, gak ada yang salah." Dia gak memperdulikan tanda-tanda gue terganggu. Padahal gue udah ngomong tersirat sebelumnya. "Gak nelepon El, jam segini dia udah pulang sekolah." "Dia pulang jam 1an." "Dia selalu dapet peringkat ya." "Iya, dia anak yang tahu dia harus belajar sendiri. Abis pulang sekolah dia makan istirahat bentar kata Bibinya, ntar jam tigaan dia buka buku sendiri. Kalau dia ada yang gak tahu dia nanya ke saya malem pas saya pulang." Gue ngomong panjangnya kalo ngomongnya El doang. Pak Oscar jadi senyum kecil denger gue ngomong. Boss dingin jarang senyum ini senyum denger gue ngomong soal El. "Bapak gak boleh makan disini lagi. Ntar julukan Ratu Es saya ternoda." Dia ngakak sekarang. Dia ganteng sebenernya, tapi mukanya kalo lagi diem serem. Dia jarang pake nada tinggi, tapi sindirannya cukup bikin orang mimpi buruk. Hari ini dia pake kemeja putih yang pas badan. Badannya bagus, kayanya dia semacam tipe-tipe yang ikut martial art gitu. Dia beruang yang s*x*y buat dibayangkan. Empuk ya kalo dipeluk? Kenapa pikiran gue malah ngebayangin yang enggak-enggak sekarang. Sial! Gue mikirin apa coba. Badan kekar nya terlalu menawan buat dibayangkan. "Buburnya enak. Saya gak tahu ada bubur enak disekitar sini. Biasanya cuma tahu di Mangga Besar..." Dan dia mengalihkan pembicaraan. "El, suka bubur? Anak kecil pasti suka." "Hmm... dia suka." Dia nyoba nyari pembicaraan remeh kemudian. Gue gak ngerti kenapa dia nyoba hal seperti ini. Kenapa dia coba ngedekatin gue. Gue bukan siapa-siapa, gue punya anak, complicated. Dia keluarga Wu, dia bisa dapetin siapa aja kenapa dia nyoba hal seperti ini. Gue ngeliat dia dengan heran, apa yang sedang dia coba dengan gue, wanita yang punya banyak masalah. "Kamu ga dengerin saya ngomong ya..." mata gue kadang ke dia dan kadang gue coba pura-pura menyibukkan diri tapi pikiran gue kemana-mana. "Eh apa pak...denger kok." Perhatian gue kembali ke dia, setelah melayang kemana-mana. Dia menghela napas. Gawat dia merasa diacuhkan. Boss nih. Aduh kenapa kau ribet banget boss. "Sorry saya gak konsen. Kepala saya pusing." Gue langsung nyari alasan biar dia gak tersinggung. "Pulang aja sana, kerjaan kan bisa dihandle staff." "Gak pa pa. Nanti saya pulang jam lima aja." "Oke, saya ada meeting. Jam lima langsung pulang." "Iya pak." Dia pergi gak lama kemudian dan gue lega akhirnya Pak Oscar pergi. Gue bisa konsen lagi. Kupikir udahan gak ketemu dia lagi. Udah jam enam dikit lagi kerjaan gue selesai. Ada orang yang masuk ke ruangan kaca kantor gue. Bukannya tadi Ira udah pulang ya. "Ira belum pulang?" Mata gue masih dikompi. Gak dijawab? Gue terpaksa ngeliat ke pintu. Ada beruang panda disitu, sambil ngelipet tangan depan d**a. Mukanya kaku. "Pak Oscar? Kenapa Pak..." Kaget gue! "Katanya mau pulang jam lima, kenapa belum pulang sekarang." Kenapa dia yang kepo?! "Kerjaan saya belum selesai Pak." "Pulang sekarang sama saya." "Saya bisa pulang sendiri pak. Bentar lagi selesai, lagi nanggung." Gak mau pulang sama dia lagi. "Fine. Nanggung kan? Saya tungguin nanggungnya..." Dia masuk dan duduk depan gue. Sekarang gue yang speechless. Dia selalu punya cara buat maksa orang ngikutin cara dia ya? &&&&&&&&&&&& CERITA INI UDAH TAMAT di No-velto*n/MT di Book I Hate My Boss ( Ini Book 3) IG : margaretraegis
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN