Prolog

1694 Kata
COPY RIGHT: Istri Idaman Sang Duda ©Evathink Cerita ini adalah fiktif. Bila ada kesamaan nama tokoh dan tempat kejadian, itu hanyalah sebuah kebetulan belaka. Penulis tidak ada niat untuk menyinggung siapapun. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun (seperti cetakan, fotokopi, mikrofilm, VCD, CD - Rom, dan rekaman suara) tanpa izin penulis. Hak Cipta dilindungi undang-undang All right reserved ----------------------- ----------------------- PROLOG Malam kian larut. Langit kota Batam diselubungi awan mendung. Guntur bersahut-sahutan seperti hati Sherine yang bergemuruh oleh amarah. Di dalam kamar sebuah rumah mewah, Sherine duduk di depan meja rias dengan pikiran berkecamuk. Ia membenci pria itu. Nicholas King! Pikiran Sherine berkelana ke masa lalu, saat ia bertemu Nicholas untuk kali pertama. Hampir setengah tahun yang lalu, Sherine menemani sang ayah menghadiri pesta ulang tahun pernikahan salah satu relasi ayahnya. Di akhir pesta, saat ia dan ayahnya akan pulang, secara tak sengaja mereka bertemu Nicholas, yang kemudian Sherine ketahui sebagai anak teman lama ayahnya. Ayahnya dan Nicholas mengobrol hangat sementara Sherine hanya diam mengamati pria itu lewat bulu mata tebal nan lentiknya. Seperti tahu sedang diperhatikan, mata gelap itu mengarah ke Sherine. Sesaat mata mereka beradu, terkunci dalam kebisuan sensual. Tiba-tiba seluruh yang ada di sekitar mereka seolah lenyap. Yang ada hanya mereka berdua. Mata itu menatapnya intens, membuat seluruh darah Sherine berdesir dengan jantung berdegup dua kali lebih cepat—Sherine bahkan merasa ia telah jatuh cinta pada pandangan pertama. Nicholas tampan dengan wajah blasteran. Rambut gelap tebalnya yang tersisir rapi dan sepasang alis menawan membingkai mata tajamnya. Hidungnya mancung dengan tulang pipi tegas dan rahang yang kukuh. Serta bibir yang seksi .... Bibir Nicholas berwarna merah kecokelatan. Menurut Sherine, bibir itu adalah bibir paling jantan yang pernah ia lihat dan membuat Sherine langsung membayangkan bagaimana rasanya jika bibir itu menguasai bibir dan sekujur tubuhnya? Sherine tahu ia sudah gila karena membayangkan hal seperti itu pada pertemuan pertamanya dengan seorang pria, tapi daya tarik Nicholas sungguh luar biasa. Sejak itu, seluruh cowok-cowok teman remajanya tersingkirkan oleh Nicholas. Setiap malam, saat akan tidur, Sherine mengkhayalkan Nicholas sebagai pengantar mimpi indahnya. Dan ia masih terus melakukannya, sampai hari itu .… Nicholas datang ke rumahnya tepat di hari ayahnya dikebumikan, lalu ibu tirinya dengan kejam membiarkan pria itu membawanya pergi, dengan alasan ayahnya berutang banyak pada pria itu dan mereka tidak sanggup membayarnya—jadi ia dijadikan alat pembayaran! Pupuslah seluruh khayalan indah Sherine tentang Nicholas. Pria tampan yang sudah mencuri hatinya pada pandangan pertama itu ternyata tidak seperti yang ia bayangkan. Nicholas tak lebih dari pria berengsek yang senang menindas orang lemah. Mentang-mentang ayah Sherine berutang padanya, seenaknya saja pria itu menjadikannya alat pelunasan utang. Saat Sherine dengan berani mengutarakan keberatannya, pengawal Nicholas, tanpa belas kasihan sedikit pun, dengan sigap menggiringnya secara paksa ke mobil mewah pria itu dan membawanya pergi. Respons ibu tirinya yang membiarkan saja kejadian itu makin membuat Sherine terluka. Ia tahu sejak dulu ibu tirinya tak pernah bersikap benar-benar baik dan tulus padanya, tapi ia tidak menyangka, begitu sang ayah pergi, si ibu tiri benar-benar tak memedulikannya lagi. Sekarang, hanya seminggu berselang dari kejadian itu, ia telah menjadi pengantin Nicholas. Sejak kecil Sherine sudah kehilangan sang ibu yang meninggal setelah melahirkannya. Kini, di usianya yang masih sangat muda, yakni sembilan belas tahun, dan baru saja lulus sekolah menengah—Sherine terlambat satu tahun masuk sekolah dasar karena sakit—musibah datang. Masa depannya direnggut dengan paksa. Hancur berantakan. Ia harus menikah dengan Nicholas King dan—mungkin—juga harus melupakan cita-citanya untuk menjadi perancang busana ternama. Entah bagaimana nasibnya di tangan pria itu. Akankah ia mendapatkan kebebasan? Atau ia hanya akan dijadikan alat pemuas nafsu semata? Sejak pertama kali bertemu Nicholas, Sherine sering membayangkan betapa indahnya menjadi pengantin pria itu, tapi tidak sekali pun ia membayangkan jalannya akan seperti ini. Ia dan Nicholas belum saling mengenal lebih jauh—lebih baik—dan pria itu menjadikannya istrinya dengan cara kurang ajar. Sebuah tekad menyusup masuk ke dalam hati Sherine yang gundah. Ia tidak akan memberikan kepuasan pada pria itu. Ia akan membuat Nicholas menyesal telah memaksanya menjadi istrinya! Pintu kamar yang terbuka membuyarkan seluruh pikiran-pikiran Sherine. Sherine yang sedang duduk di depan meja rias, masih dalam balutan gaun pengantin mewah, tidak menoleh sedikit pun. “Bukankah seharusnya kau sudah berganti pakaian, Manis? Atau kau ingin aku membantumu melepaskan gaun itu?” Suaranya berat dan dingin, membuat Sherine mengertak gigi kesal. Namun Sherine bergeming, berniat tidak akan memberi kepuasan sedikit pun pada pria itu dengan menjawab atau balik mengonfrontasi. Derap langkah yang menghampirinya terdengar kasar. Dalam sekejap Nicholas sudah berada di dekatnya, sedikit membungkuk di bahunya. Sherine bisa menghidu aroma parfumnya yang maskulin dan menggelitik hasrat. Sherine menggerutu gusar dalam hati saat dadanya berdebar halus. Ia menggigit bibir dan mengepalkan tangan, menahan diri untuk menjauh pergi atau justru berbalik menghadap pria itu dan menciumnya. Hasrat gila! Ia masih menginginkan pria itu sama besarnya dengan setengah tahun lalu! Nicholas memang tampan dengan tubuh tinggi gagahnya yang berotot, tapi tak seharusnya Sherine masih merasakan getar hasrat terhadapnya setelah apa yang dilakukannya. Nicholas telah merenggut paksa masa depannya. Ia tidak boleh merasakan ketertarikan sekecil apa pun lagi pada pria itu! “Tadinya aku berpikir akan menemukanmu dalam keadaan memakai gaun tidur seksi, Sayang. Tapi tidak apa-apa …, aku akan membantumu melepas gaun pengantin ini,” bisik Nicholas pelan, lalu lidahnya menjilat sekilas belakang telinga Sherine. Darah Sherine bergolak. Pusat dirinya berdenyut. Hasrat terbakar! Tanpa bisa menahan diri, Sherine bangkit, bergerak sedikit menjauh dan menatap pria yang tampak 25-30 senti lebih tinggi darinya itu dengan mata berkilat marah. Nicholas balas menatap. “Ada apa, istriku? Bukankah ini malam pengantin kita? Malam kita akan bercinta penuh gairah?” Sherine benci mendengar suara dingin yang mengolok-oloknya itu. Dulu suara pria itu bagai musik yang mengalun indah dalam khayalannya, tapi sekarang tidak lagi! Ia membencinya! Sherine tahu ia tak lebih dari wanita tanpa harga diri yang menjadi alat pembayaran utang ayahnya, tapi bukan berarti ia tidak punya hati, hingga pria itu bisa memperlakukannya seenaknya seperti ini. “Berapa utang ayahku?” tanya Sherine dengan nada tak bersahabat. Nicholas mengangkat alis, lalu terkekeh dingin. “Kau ingin membayarnya, Sayang? Lima ratus juta.” Mata Sherine membeliak. Lima ratus juta? Napas Sherine tersekat. Lima ratus juta bukan angka yang bisa ia bayar saat ini juga. Sherine bahkan sama sekali tidak memiliki tabungan. Sherine tak perlu bertanya apa yang membuat ayahnya berutang pada Nicholas sebanyak itu, dan bagaimana sekarang, saat ayahnya pergi, ia tidak memiliki apa-apa lagi selain rumah di kawasan perumahan kelas menengah atas itu yang sejak lama menjadi tempat tinggalnya. Toko bangunan ayahnya yang selama ini cukup sukses, telah bangkrut dan ditutup tepat sebulan sebelum ayahnya meninggal. Penyebabnya tentu saja tak perlu ditanya lagi. Sofia, wanita berumur awal empat puluh yang ayahnya nikahi tiga tahun lalulah penyebabnya. Gaya hidup Sofia terlalu mewah. Janda tanpa anak yang menjadi ibu tirinya itu sangat gemar akan barang-barang mewah dan berlibur ke luar negeri hampir setiap bulannya. Sofia sama sekali tidak bisa menghasilkan uang, justru sebaliknya. Sherine sudah pernah mengutarakan pendapatnya tentang hal itu, tapi ayahnya sama sekali tak mengacuhkannya. Dan beginilah jadinya. Setelah ayahnya pergi, Sherine-lah yang harus menanggung akibatnya. Seluruh saraf di tubuh Sherine melemah. Ke mana ia bisa mencari uang sebanyak itu? Ia tidak akan mampu membayarnya! “Cukup bayar dengan tubuhmu dan lahirkan anak-anakku, maka utang itu kuanggap lunas, Sayang.” Mata Sherine melotot menatap Nicholas. Pria ini ingin ia jadi mesin penghasil keturunan untuknya! Sekarang Sherine yakin, Nicholas sinting dan kejam! Apakah hal tersebut juga yang membuatnya menjadi duda di usianya yang baru tiga puluh satu tahun? Sherine mengetahui sedikit tentang pria itu dari celotehan menyebalkan ibu tirinya. Nicholas bergerak maju, Sherine melangkah mundur, dan terhenti karena bokongnya membentur bibir meja rias. Sherine menggigit bibir saat melihat seringai dingin di wajah Nicholas. Seringai serigala lapar! Bagaimana ia bisa membebaskan diri dari pria ini? “Berhenti berpikir untuk kabur, Cantik. Beberapa pengawalku siap menghadangmu jika kau melakukan itu ….” Mata Sherine seketika membesar, kemudian memanas. Tidak ada harapan untuknya, ia tahu itu. Nicholas bergerak semakin mendekat. Dalam sekejap pria itu telah menarik Sherine ke dalam pelukannya. Sherine meronta, tapi tenaganya yang tak seberapa, tak membuahkan hasil sama sekali. Dalam satu kedipan mata, Nicholas sudah memanggulnya, membawanya ke ranjang. “Turunkan aku!” Sherine memukul-mukul punggung Nicholas dengan kepalan tangannya, tapi pria itu bergeming. Sherine semakin kalap. Bukk! Sherine dihempas ke ranjang, Nicholas terkekeh kecil. Sherine bangkit dan duduk di tengah ranjang dengan raut menantang, mengabaikan rasa pusing yang tiba-tiba menderanya. Sherine mengutuki gaun pengantin yang masih melekat di tubuhnya, yang membuat ia tidak leluasa untuk melawan Nicholas. Mata Sherine membesar ketika melihat Nicholas melepas jas, rompi dan dasinya satu demi satu dan melemparnya begitu saja ke lantai. “Aku tidak—“ “Kita akan bercinta!” tegas Nicholas dengan kekehan dingin. Dalam satu kali sentakan, seluruh kancing kemeja pria itu luruh. Nicholas, dengan gaya maskulin, melepas kemejanya yang seketika memamerkan d**a bidang berototnya yang ditumbuhi bulu-bulu menawan. Jantung Sherine berdegup kencang. Dadanya sesak oleh hasrat. Dan sial! Pusat dirinya berdenyut mendamba. Tak tahu diri! Pria ini menawanmu, Sherine, dan kau masih b*******h padanya, dasar wanita jalang! Sherine memarahi dirinya sendiri dalam batin. Nicholas melepas sabuknya. Mata Sherine terseret turun menyusuri bulu-bulu yang membentuk garis lurus melintasi perut sampai ke bawah pusar dan menghilang di balik pinggang celana pria itu. Wajah Sherine memanas. Nicholas tergelak membuat Sherine semakin gusar. Gusar pada Nicholas yang menjengkelkan sekaligus menawan, gusar pada dirinya yang tidak kebal pada maskulinitas pria itu. Bunyi berisik terdengar saat Nicholas melempar sabuknya ke lantai, dan hal itu menyadarkan Sherine apa yang akan terjadi selanjutnya. Sherine beringsut, ingin pergi, tapi terlambat. Nicholas naik, memerangkap dirinya. “Kau tak akan ke mana-mana, Manis. Malam ini milik kita berdua.” Krekkk. Dalam satu tarikan, gaun mahal nan elegan itu sobek. Sherine menjerit kecil. Berusaha mempertahankan diri, tapi percuma. Mata beriris gelap di depannya tampak semakin gelap oleh hasrat …. *** Love, Evathink (IG/Youtube/Play buku/k*********a: evathink) *jangan lupa Follow juga akun Dreame & Innovel saya, ya teman2, agar kalian mendapat notif dari saya. btw, please sentuh love dan komennya, teman2. Love dan komen dari kalian, sangat berarti untuk saya. Terima kasih.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN