Sinar matahari berhasil menembus masuk ke dalam kamar hotel di lantai enam belas melalui celah tirai gorden yang tidak tertutup rapat. Seberkas sinar menyorot dan sinar tersebut jatuh di atas seprai ranjang yang berwarna putih.
Kondisi kamar yang hening serta udara berhembus sejuk dalam ruangan yang berasal dari mesin pendingin udara, membuat dua manusia yang masih tertidur lelap di atas tempat tidur tidak menyadari bahwa mentari telah beranjak naik.
Semalam dua orang yang berbeda jenis kelamin pada akhirnya tertidur lelap dengan posisi tubuh saling berangkulan.
*****
Mo bergerak gelisah, disebabkan karena kantong kemihnya penuh.
Kebiasaan Mo yang berbeda dari kebiasaan orang kebanyakan yaitu Mo dapat pergi ke kamar mandi dalam posisi mata terpejam.
Mo baru menyadari keanehan kamar tidurnya setelah selesai menuntaskan hajatnya.
"Kenapa aku ada di sini? Ini di mana ya" Mo bertanya pada diri sendiri melalui pantulan cermin.
Maureen melangkah keluar kamar mandi dan matanya menangkap sosok tubuh lain yang tengah terbaring di atas bekas tempat tidurnya semalam.
Maureen yang merasa penasaran melangkah mendekati ranjang. Kondisi kamar yang berpenerangan gelap membuat daya pandang Maureen menjadi terbatas.
"Itu apaan ya," mata Maureen menatap tubuh sosok asing itu yang ternyata dalam keadaan telanjang. Sama seperti dirinya saat ini. Mata Maureen melihat benda asing di pangkal paha teman tidurnya ini.
Grep
"Loh kok keras. Aku kira boneka. Ini seperti kulit tubuh manusia," sembari berbicara pada diri sendiri, jemari tangan Maureen bergerak naik turun.
"Ah ..." Pekik Mo saat tubuhnya ditarik turun.
Tubuh Mo membentur keras tubuh Kings. Benda yang tadi Mo pegang terlepas dari tangan Mo.
"Kamu gila ya, Inggrit Tan. Aku ini calon kakak iparmu," bentak Kings yang baru terbangun dari tidur lelapnya saat jemari Mo memegang "pusaka" milik Kings.
Mo menggelengkan kepala berusaha menarik dirinya bangkit.
Posisi kepala Mo ada di leher Kings.
Hembusan napas Mo didekat leher Kings membuat leher Kings merinding.
"Lepaskan aku. Aku bukan dia," Mo menggigit leher Kings sekali sebelum meloncat bangun dari atas tubuh Kings.
Dengan gerakan gesit, Mo berhasil menjauhkan tubuhnya yang polos dari tubuh polos pria asing itu.
Klik
Ruangan kamar hotel seketika terang benderang karena lampu sudah menyala.
Kings melotot menatap nanar sosok gadis asing yang semalam tidur bersamanya.
#Ternyata bukan Inggrid. Ya Tuhan, apa aku sudah memerkosa gadis dibawah umur# Runtuh sudah batas pengendalian diri Kings.
Reaksi Maureen juga lebih heboh dari Kings.
Maureen berlari menghambur masuk kedalam kamar mandi saat melihat jelas benda asing yang tadi dia pegang.
****
Tok tok tok
Sudah setengah jam lebih, Maureen duduk di atas kloset kamar mandi dengan posisi tubuh terbalut handuk kamar mandi.
Mo sungguh enggan melangkah keluar dan bertemu dengan pria yang rupanya baru Mo sadari mengenal kakak perempuan tertuanya.
"Keluarlah. Mau sampai jam berapa kamu didalam, gadis nakal," ujar Kings berdiri didepan pintu kamar mandi.
Kings sudah memutar ulang memori peristiwa semalam yang terekam dalam kepalanya. Dia bisa bernapas lega karena tidak menyetubuhi gadis muda yang semalam bersamanya.
Dengan santai, Kings memakai kembali kaos hitam dan celana jeans miliknya.
Ekor mata Kings melihat gaun silver yang mirip dengan gaun yang dia pernah berikan pada mantan kekasihnya dulu teronggok di atas lantai.
Kings mengambil gaun itu dan menggenggam benda itu. Menunggu gadis yang tidak dia kenal keluar dari kamar mandi.
Namun yang ditunggu-tunggu tak kunjung menampakkan diri. Hari juga sudah beranjak siang dan perut Kings sudah minta diisi makanan.
Oleh sebab itu, Kings masih berdiri mengetuk pintu kamar mandi guna membujuk gadis muda itu keluar.
"Jangan buat aku sampai mendobrak pintu kamar mandi ini," teriak Kings dengan punggung tangan mengendor pintu di depan wajahnya.
#Waduh, aku harus bagaimana nih# seru Mo cemas meremas jemari tangannya.
"Aku sedang buang air besar. Apa kamu mau ikut masuk menghirup aroma busuk isi perutku?" Mo balas berteriak dari dalam kamar mandi.
Tentu saja Mo hanya berdusta saja. Dia merasa amat malu karena tadi ketahuan memegang tubuh pria itu.
Kings menghela napas lelah ketika menyadari dia telah gagal membujuk gadis muda itu keluar dari kamar mandi.
Daripada menunggu tanpa kepastian, Kings memutuskan untuk turun ke area lobi hotel mencari sarapan pagi.
Dengan langkah kaki lebar, Kings meninggalkan kamar hotel bernomor enam belas.
*****
Jantung Mo masih berdebar-debar saat ini. Setelah tadi dia berhasil kabur dari om m***m yang telah menidurinya. Tapi anehnya Mo tidak merasa marah atau sedih saat menyadari dirinya telah ternoda.
Yang Mo rasakan saat ini hanyalah rasa malu. Teramat malu.
Jovanka, Yolanda, Bella, sudah pernah tidur bersama para kekasih mereka masing-masing. Kini, Mo juga bisa berbangga diri bahwa dia sudah menjadi wanita seutuhnya.
"Non, kita sudah tiba," ujar supir taksi online menegur Maureen yang masih tak bergerak turun padahal mesin mobil sudah dimatikan.
Mo memandangi gedung apartemen Bella dari balik kaca mobil. Mo sudah merancang alasan saat orangtuanya bertanya nanti bahwa dia menginap di apartemen Bella karena acara mereka selesai lepas tengah malam.
Tadinya Mo mau mengendarai mobil dia sendiri yang dia pikir masih terparkir di pelataran parkir klub namun apa daya saat Mo baru mendarat di lantai lobi, dia melihat pria itu. Pada akhirnya Mo berhasil mengendap kabur lewat pintu samping hotel.
"Eh iya Pak. Terima kasih ya," Mo melangkah keluar dari dalam taksi online.
Dengan langkah ringan Mo memasuki lobi apartemen Bella.
*****
"Dasar gadis sialan. Bisa-bisanya dia kabur dariku. Aku hanya ingin memastikan bahwa dia baik-baik saja serta meminta dia untuk merahasiakan kejadian semalam. Apa kamu kenal dengannya? Dia sepertinya teman dekat kekasihmu," Kings berbicara dengan adik bungsunya di lobi hotel.
Nicho yang baru saja meninggalkan apartemen Bella setelah menghabiskan malam panjang bersama mantan kekasihnya itu, kaget saat menerima panggilan telepon dari Kings.
Kakak lelaki tertua Nicho meminta Nicho untuk datang ke hotel yang bersebelahan dengan klub malam.
Dan Nicho yang baru saja tiba berdiri di hadapan Kings, dia langsung diberikan rentetan pertanyaan.
"Maksud Kakak itu gadis yang mana?" Tanya Nicho berpura-pura tak paham.
Padahal dalam hati Nicho bersorak kegirangan. Membayangkan kakak lelakinya yang perjaka pada akhirnya jatuh juga ke dalam lembah kenistaan dunia.
"Teman kekasihmu. Gadis dengan gaun mini berwarna silver," sahut Kings semakin tak sabar mengetahui identitas gadis itu.
"OOO. Dia ... sepertinya gadis itu bukan gadis baik-baik Kak. Dia mungkin sengaja datang ke klub hanya untuk mencari mangsa pria kaya. Apa dia meminta sejumlah uang darimu Kak?" Tanya Nicho mengarang cerita tentang Maureen.
"Dia tidak meminta apa pun dariku," sahut Kings heran.
Merasa aneh dengan ucapan Nicho, Kings enggan membuka rahasia bahwa semalam dia tidak bersetubuh dengan gadis muda itu.
"Berarti gadis itu sama seperti Bella. Dia Mo. Bella memanggilnya Mo. Gadis itu baru kembali dari luar negeri setelah menyelesaikan gelar pascasarjana," Nicho menekuk wajahnya mengetahui bahwa Maureen ternyata tak berbeda dengan Bella.
"Ya sudah. Kakak hanya ingin pastikan bahwa dia tidak menyebarkan gosip bahwa dia telah bermalam bersamaku," ujar Kings menghembus napas gusar.
"Gadis itu tak akan berani. Gadis seperti mereka hanya berniat bersenang-senang saja. Bukan memeras kita," Nicho menenangkan rasa khawatir yang kakak lelakinya rasakan.
Kings mengangguk paham mendengar pengalaman adiknya yang seorang playboy.
Hati kecil Kings perlahan merasa tenang.
"Ayo ikut kakak pulang," ajak Kings menarik lengan Nicho agar mengikuti langkah kakinya.
"Eh santai Kak. Aku tak mau diperlakukan seperti bocah. Lepaskan lenganku," Nicho berusaha menarik tangannya agar lepas dari cengkeraman Kings.
Kings menyentak lengan Nicho hingga lepas lalu berlalu pergi meninggalkan Nicho yang mengekor di belakang punggung Kings.
*****
"Bella ..." Mo menghambur masuk ke dalam pelukan teman SMA -nya itu.
Bella yang baru saja diputuskan tiba-tiba oleh Nicho tentu saja terkejut melihat kegirangan meluap dari seorang Maureen Tan.
"Kamu tampak senang Mo. Apa ada hal yang baik telah terjadi," Bella bertanya dengan suara serak.
Mendengar suara serak Bella, Mauren menjauhkan tubuhnya sejauh sejengkal tangan.
Mo memandangi wajah sahabatnya yang tampak merana.
"Kamu terlihat menyedihkan, Bella. Apa kamu baru saja putus dari Nicho?" Kekeh Maureen menertawakan ekspresi sedih di wajah Bella.
Satu cubitan dilayangkan Bella ke lengan telanjang Maureen. Membuat Mo mengaduh kesakitan.
"Ish, kamu kenapa mencubitku," Mo menggerutu jengkel.
"Kamu sendiri kenapa menertawakan teman yang baru saja ketahuan selingkuh," protes Bella.
Mo mengangkat pundaknya tak acuh.
"Kamu itu seperti remaja puber saja. Setahuku hal ini sudah sering terjadi mengenai perselingkuhan yang kamu lakukan lalu berakhir dengan kamu diputuskan. Apa bedanya dengan Nicho?"
"Tentu saja beda Mo. Dia pria yang paling kaya diantara kekasihku," Bella menghentakkan kakinya yang tak beralas berkali-kali di atas lantai.
Mo mengabaikan sikap berlebihan Bella dan menerobos masuk melalui celah pintu. Bella mendengus sebal melihat kelakuan tak sopan Maureen.
Brak
Bella membanting pintu menutup sebagai ungkapan kejengkelannya.
"Padahal aku datang kemari ingin meminta bantuanmu," ujar Mo tersenyum lebar. Dia sungguh tak mempedulikan drama yang Bella lakoni saat ini.
"Apa? menyuruhku berbohong lagi pada keluargamu?"
"Nah kamu sudah tahu itu. Semalam aku baru saja melewatkan malam panjang bersama pria tua," ujar Mo memamerkan senyum bangganya.
Tak tahan melihat raut wajah pongah Maureen, Bella tertawa terbahak-bahak. Dia menertawakan tingkah Mo yang berbangga diri.
"Pria tua? setua apa? jadi kamu bangga karena telah menaklukkan pria yang sudah tua," Bella melemparkan ejekan ke Mo.
Mo mengatur posisi duduknya, menghela napas panjang sebelum menuturkan sosok pria asing itu.
"Dia bukan pria asing sih. Mungkin kamu mengenalnya. Dia pria yang mengajak Nicho pulang saat semalam kita di klub," Mo membuat pengakuan mengenai sosok pria yang memang asing untuknya.
"Apa?" Bella sampai menjatuhkan gelas yang dia pegang.
Tuk
Gelas plastik berwarna pink itu mendarat di atas lantai lalu tergeletak tak jauh dari kaki Bella.
"Sudah aku duga kalau kamu mengenal pria asing itu."
Mo duduk dengan posisi kaki terbuka lebar. Layaknya para pria duduk. Padahal Mo masih mengenakan gaun silver milik Inggrit.
Bella sampai menatap heran tingkah laku Mo yang tak elegan dan Bella masih tidak percaya kalau Mo berhasil menaklukkan kakak sulung Nicholas.
"Unbelievable, dia itu kakak sulung Nicholas. Kamu dapat tangkapan besar Mo," Bella meloncat kegirangan.
Hilang sudah raut wajah sedih yang tadi Mo lihat saat Bella membuka pintu apartemen.
Sesungguhnya seorang Maureen Tan tak peduli siapa pria itu. Dia hanya sekadar ingin menyombongkan diri.
"Sinting. Kamu kira dia ikan di laut hingga aku harus menangkapnya. Aku memang suka diving tapi aku belum pernah menangkap ikan duyung berjenis pria. Lagipula sepertinya pria itu mengira kalau aku hanya gadis nakal saja," ungkap Maureen.
"Dasar gadis bodoh." Bella menepuk lengan Mo.
Bella menduduki sofa di sebelah Mo.
Mo mengusap pelan lengannya yang menjadi korban pelampiasan kesal Bella.
Tentu saja Mo paham dengan istilah tangkapan besar yang dimaksud Bella tapi Mo enggan bertemu kakak lelaki Nicholas lagi.
"Pria itu merupakan penerus usaha keluarganya. Bahkan kata Nicho, Kings juga punya usaha sendiri. Dia punya usaha jasa kontraktor bangunan. Apa semalam kalian memakai pengaman saat melakukan "itu"? Berapa kali," Bella melontarkan pertanyaan yang membuatnya penasaran.
Mo tak tahu apa maksud dari ucapan Bella dan dia tak ingin tahu juga.
"Aku teler karena kebanyakan minum bir. Aku tak mengingatnya."
Raut wajah Bella berubah masam lalu kepalanya menggeleng.
"Sayang banget Mo. Kamu harusnya nuntut Kings untuk bertanggungjawab."
Melihat gelagat Bella, suasana hati Maureen berubah menjadi buruk. Dia tak mengira kalau Bella malah menyuruhnya untuk minta dinikahi pria yang tak dia kenal itu.
Mo bangkit berdiri dari sofa ruang tamu apartemen. Dia memutuskan untuk pulang ke rumah.
Bella hanya mengamati gerak gerik Mo tapi lebih tepatnya mengamati penampilan acak-acakan Maureen.
Dipandanginya penampilan Mo yang masih tampak perawan. Tak ada bekas tanda di kulit terbuka Mo. Kening Bella bahkan berkerut heran saat Mo masih bisa bergerak gesit. Padahal Bella sendiri bergerak tak nyaman.
"Apa bokongmu sakit?" Tanya Bella melihat Mo bersiap untuk pergi.
"Kamu tahu? bokongku sakit," Mo mengingat bahwa dia duduk di kloset selama hampir satu jam.
"Benarkah? jadi Kings itu homo. Astaga. Pantas saja pria itu belum menikah juga padahal wajahnya tak buruk rupa. Hartanya juga melimpah tak habis lima turunan. Kamu jangan minta pertanggungjawaban pria itu Mo," jerit Bella histeris.
Dahi Mo mengerut. Dia heran dengan daya pikir Bella yang berubah-ubah.
"Jauhi dia Mo," ujar Bella melihat sikap abai Mo.
"Iya iya. Aku juga enggan bertemu Kings kembali," Mo berusaha menenangkan Bella saat dilihatnya Bella mulai histeris.
Bella dan drama-nya.
Bella mengangguk puas saat Mo memahami ucapannya.
"So, aku pamit dulu ya. Ingat, kalau ada yang tanya padamu ..."
"Bilang kalau kamu , aku menginap di rumah Bella," ucap Mo dan Bella secara berbarengan.
Lalu mereka berdua melepas tawa bersama-sama.
Mo bergerak menuju pintu apartemen dan
Bella menatap iba punggung Mo yang menjauh.
#Kasihan sekali Mo. Dia mendapat pria homo# Bella meringis ngeri berharap hal yang menimpa Mo tidak menimpanya juga.
*****