Siapa Melanie?

1308 Kata
Ruben duduk berdua di dalam mobil bersama Melanie. Tadi Ben sempat memberi pesan pada Tomi untuk Melanie. Katanya Ben menunggunya di parkiran sepulang sekolah, ada hal penting yang ingin dibicarakan. Tapi keduanya masih diam tak bersuara, akhirnya Ruben mengawali pembicaraan. "Gue minta maaf, soal tadi. Seharusnya gue nggak bentak lo kaya' gitu!" katanya menyesal, lalu ia melanjutkan kalimatnya, "Gue nggak tahu gimana harus bersikap. Lo tahu kan gue nggak bisa kehilangan lo. Lo itu berarti banget buat gue, Mel!" jelasnya memandang gadis itu. "Ben, kamu nggak harus menggantungkan hidup kamu hanya pada satu orang. Kamu harus bisa berdiri di atas kaki kamu sendiri!" "Tapi Mel, sejak kita ketemu, hidup gue berubah. Gue merasa punya arti, gue nunda sekolah ke Wina karena gue pingin selalu deket sama lo!" "Sebesar apa arti aku buat kamu?" tuntut Melanie, "Segalanya, segalanya Mel!" "Ben," mata Melanie memanas, "Buat saat ini ... gue nggak bisa kehilangan lo. Gue nggak siap!" aku Ben, Melanie tahu itu, saat ini Ben memang masih membutuhkan dirinya. Tapi mungkin nanti, jika Ben sudah menemukan tambatan hatinya, ia bisa pergi! "Jika memang itu mau kamu, nggak apa-apa. Apa pun yang terjadi aku bakal tetep di samping kamu, selama kamu masih mau aku ada buat kamu!" "Apa ada sesuatu?" terka Ben, ia merasa Melanie menyembunyikan sesuatu. "Nggak ada kok, kalau gitu urusan kita kelar kan. Gue mau pulang!" katanya mengalihkan pandangan ke depan, Saat Ruben menstater mobilnya, Vera menghampiri dan mengetuk kaca mobilnya. Ben membuka kaca mobilnya tapi dia tidak keluar. "Ada apa, Ver?" "Bisa kita ngomong?" "Ntar aja ya, gue buru-buru." "Tapi Ben, ini penting! " pinta Ruben. Tapi Ruben tidak menggubrisnya ia malah menjalankan mobilnya pergi. "Ben, siapa tahu Vera mau ngomong penting!" bujuk Melanie, "Nggak penting-penting amat kok!" jawabnya acuh, Melanie menggelengkan kepala. "Kamu selalu kek gitu, kalau kamu emang udah mutusin buat suka sama Tika, kamu harus tetep kasih status yang jelas dong buat Vera, kasihan dia!" "Nggak perlu khawatir, gue tahu apa yang gue lakuin!" Sebenarnya Ben kesal dengan Vera, gadis itu pasti cerita yang berlebih-lebihan sehingga papanya Vera menghubungi papanya dan mereka sepakat menjodohkan keduanya. "Ntar malem loe ngafffe?" tanya Ruben. "Iya!" "Gue jemput ya, kalau gue belum dateng jangan pulang. Ntar loe diculik lagi!" "Nggak ada yang mau culik aku kok!" "Tempo hari!" "Mereka cuma preman iseng!" "Itu apalagi, nurut aja deh!" Setelah mengantar Melanie pulang Ruben malah ke kampus Tika, ia tahu jam berapa Tika akan pulang. Ia menunggunya di parkiran. Begitu melihat wanita itu, ia langsung berseri dan menghampirinya. "Kamu masih di sini?" "Nggak, gue baru datang!" "Jangan bohong!" selidik Tika, "Swear!" katanya mengacungkan kedua jarinya. "Dan kenapa kamu ke sini lagi?" "Nganterin lo pulang!" "Aku dijemput sopir!" "Bilang aja ada janji mendadak!" "Kamu selalu memaksa!" "Kalau lo nggak mau gue bakal ngikutin lo sampai masuk ke rumah lo " "Jangan konyol!" serunya dengan cepat. Kalau Ruben ke rumahnya bisa gawat. Mamanya akan marah besar, Ruben kan orangnya nekat. Tika pikir dari pada jadi masalah maka ia bersedia saja diantar Ruben. Ia pun menelpon sopirnya memberitahukan bahwa ia akan pulang dengan temannya. Dan saat ini masih ada tugas kuliah. Tika masuk ke dalam mobil Ruben. "Kamu selalu memaksakan kehendakmu?" "Nggak juga!" "Itu terjadi padaku." "Maaf, itu karena lo mencoba menghindar!" "Ya Tuhan!" keluh Tika, "Aku tak percaya sedang jalan dengan anak ingusan!" Ruben melihat kaca dan mengusap hidungnya. Tika memerhatikan, "Kamu kenapa?" tanya Tika. "Gue rasa gue nggak ingusan!" candanya, Tika tersenyum dengan tawa kecil, "Nah gitu dong ketawa, kan lebih cantik!" pujinya. Di lampu merah tentu mereka berhenti menunggu lampu berwarna hijau, saat itu banyak anak-anak yang ngamen mendatangi mobil dan motor yang berhenti. Seorang anak bernyanyi sambil memainkan gitar kecilnya di pinggir mobil Ruben. Awalnya Tika pikir Ben akan mengusir atau mendiamkannya, tapi Ben membuka kaca mobil dan .... "Deo!" panggilnya. "Ei, Kak Ruben. Ke mana aja Kak? Lama nggak mampir?" tanya anak itu. "Belakangan sibuk! Mana temen-temen lo?" "Lagi nyebar!" "Sorry ya, gue nggak bisa lama. Ntar kapan-kapan gue mampir deh!" katanya mengambil uang dari dompetnya, ia melolos beberapa lembar seratus ribuan. Dan menyodorkannya untuk anak itu. "Nih, buat jajan, dibagi sama yang lain ya!" suruhnya. Anak itu mengambil uang dari tangan Ruben, "Rajin belajarnya!" tambah Ruben lagi. Tika hanya diam memperhatikan. "Terima kasih, Kak!" seru bocah itu lalu berlari ke trotoar, "Kamu akrab sekali dengan mereka?" tanyanya setelah kembali melaju. "Ooo ... cuma temen main!" jawabnya tenang. "Kamu menasehati anak itu buat rajin belajar, kamu sendiri bolos!" "Itu urusan lain!" "Lain apanya?" "Udah ah bahas yang lain ya!" hindarnya. "Mereka sekolah?" "Ya, di Master! Mereka pintar!" puji Ruben, "Kamu sering bermain dengan mereka? Kupikir kamu anak orang kaya yang sombong dan angkuh!" "Apa tampang gue kek gitu?" "Sedikit!" guraunya. Tika sedikit tersentuh dengan sikap Ruben, ia tak menyangkan anak seperti Ruben suka bermain dengan anak jalanan, bahkan terkesan memperhatikan mereka. Tika jadi ingin tahu lebih benyak tentang pemuda yang ada di sampingnya itu. "Boleh lain kali kamu ajak aku bermain ke sana?" "Kalau lo nggak keberatan!" "Tentu nggak!" Ruben tak langsung mengantar Tika pulang ia mengajaknya makan dulu sambil ngobrol, saat di restoran hp Ruben berbunyi beberapa kali tapi Ben tak pernah mengangkatnya. Saat Ben di toilet hp yang diletakkan di atas meja itu berbunyi lagi. Tika penasaran dan melihatnya. Ada nama cewe tertera di layar ponselnya yang sedang menghubunginya. Vera. Sudah ada puluhan kali misscall. Saat Ruben kembali Tika menaruh hpnya lagi. Ben duduk. "Siapa Vera?" tanya Tika. Ben tak langsung menjawab, ia melirik hpnya. Pasti Vera baru menelpon lagi, pikirnya. "Teman sekolah!" "Hanya teman, kenapa dia menelponmu puluhan kali?" "Lo cemburu!" pancing Ruben. "Cemburu, mana mungkin!" Tika sedikit melempar pandang ke lain arah, "Kalau begitu nggak usah dibahas, dia nggak penting!" hindar Ruben. *** Melanie hendak pergi ke caffe, di perjalanan ia di hadang seseorang yang membuatnya tercekat. "Kak Dennis!" desisnya. Dennis berjalan mendekat. "Kamu masih berhubungan dengan Ruben, dia masih sering mengantarmu pulang kan!" seru Dennis. Ternyata Dennis mengirim orang untuk mengawasi Melanie, memang tidak secara detail. "Kak Dennis ...," "Kamu nggak perlu takut padaku, jika kamu menjauh dari Ruben maka aku jamin nggak akan terjadi apa-apa denganmu!" "Aku nggak bisa meninggalkan Ruben sekarang!" "Kenapa, kamu mau uang? Aku bisa memberikan berapa pun yang kamu mau!" "Jika aku hanya butuh uang, aku nggak akan mungkin bekerja sebagai penyanyi caffe!" Melanie sedikit tersinggung. "Mungkin yang kamu inginkan lebih dari itu, tapi kamu nggak akan berhasil memanfaatkan Ruben!" "Aku nggak memanfaatkan Ruben! hubungan kami terjalin bukan karena itu!" "Apa pun itu, kamu nggak pantas berteman dengan adikku. Ruben akan menjadi pewaris keluarga kami, dan jika semua orang tahu dia punya teman sepertimu, itu akan membawa aib kepada keluarga kami!" tekan Dennis. "Kak Dennis!" "Aku bukan kakakmu, jangan memanggilku begitu!" geramnya, "Sekali lagi aku peringatkan. Jauhi Ruben!" tegasnya lalu pergi dan masuk ke dalam mobilnya. Melanie terdiam. Memejamkan mata sejenak. Ben sedang mengantar Tika pulang ketika Melanie menelponnya, kali ini Ruben mengangkat teleponnya. "Ya, Mel!" jawabnya. "Ben, aku mendadak nggak enak badan, jadi aku nggak nyanyi. So ... kamu nggak usah jemput aku!" saran Melanie. "Lo sakit, Mel? Tapi tadi baik-baik aja kan!" cemasnya, "Aku nggak sakit kok, cuma nggak enak badan aja! Udah ya!" katanya menutup teleponnya. "Mel, Melanie!" panggilnya tapi teleponnya sudah keburu dimatiin. "Siapa lagi Melanie?" "Temen Deket gue!" Ben melempar ponselnya ke pangkuan. "Temen Deket?" heran Tika. "Sahabat!" jelasnya singkat, Tadi Vera menelponnya puluhan kali tapi tak pernah diangkat. Sekarang giliran Melanie baru berdering sekali sudah diangkat. Tika jadi penasaran siapa mereka berdua. Ruben merasa aneh dengan sikap Melanie, seperti terjadi sesuatu padanya. Maka setelah mengantar Tika pulang ia malah ke rumah Melanie. Tapi ternyata Melanie tidak ada di rumah. Ruben menelponnya, saat itu Melanie sedang bersiap di ruang rias. Ia mengambil hpnya yang berdering. "Ruben!" ia harus menjawab Apa? "Hallo, Ben!" "Lo di mana?" galaknya, "Aku di rumah!" "Gue di rumah lo!" "Ehmm ... aku ... aku!" "Lo di mana?" tanyanya setengah berteriak. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN