Kerja Rodi

1556 Kata
“Masuk.” Suara berat nan dingin yang menggema saat Dana mengetuk pintu membuat wanita Korea itu bergedik ngeri. Dengan ragu, ia mulai memutar kenop pintu dan melangkah memasuki ruang kerja atasannya. Dana menahan napas saat melihat wajah Sakti terangkat dari membaca berkas yang ada di meja dan menatap Dana. Aura dingin dan mengintimidasi menyeruak membuat Dana mencuri pandang. Antara takut dan penasaran. Sudut mata Dana menatap atasannya, menelaah wajahnya. Apa yang membuat para perawat bergosip dan mengatakan bahwa mereka begitu takut dengan atasannya ini. Jika dilihat dari guratan-guratan di wajah tampannya, dr. Sakti tidak lebih tua dari dr. Kim, kepala emergency room rumah sakit tempat ia bekerja di Korea dulu. Dana yakin, umur dr. Sakti berada di awal tiga puluhan. . Seperti atasannya dulu yang tegas dan sedikit arogan, dr. Sakti juga memiliki sifat yang sama. Tapi, ada satu hal membuat Dana semakin segan bahkan cenderung takut pada atasan barunya ini. Mata elang yang ia miliki membuat siapa saja yang ia tatap akan ketakutan seolah mereka adalah mangsa yang siap ia terkam. Bukan terkam dalam istilah player. Tapi, terkam dalam arti yang sesungguhnya. Mencabik bahkan menguliti siapa saja yang dianggap berbahaya ataupun bahkan yang dianggap sebagai mangsa empuk. “Silahkan duduk.” Suara dr. Sakti yang kembali menggema membuat Dana meneguk air liurnya, lalu duduk di depan dr. Sakti. “Kamu bisa berbahasa Indonesia dengan baik dan benar kan?” tanya Sakti membuka pembicaraan membuat Dana tersentak, sebelum akhirnya mengangguk ragu. “Ada beberapa kata yang masih belum saya mengerti, dok. Tapi ... saya berusaha untuk berbicara bahasa Indonesia dengan baik,” ucap Dana dalam bahasa Indonesia yang fasih membuat Sakti sedikit terkejut. Tidak seperti warga negara asing yang masih meninggalkan logat asli mereka saat berbicara bahasa Indonesia. Logat Korea Dana sama sekali tidak terdengar. Ia lebih terlihat sebagai wanita keturunan Cina yang lahir dan besar di Indonesia, ketimbang warga negara asli Korea. Pelafalan dan intonasinya begitu pas layaknya orang Indonesia asli. Sakti memperhatikan wanita Korea yang sedang duduk di depannya. Wajahnya ovalnya terlihat begitu menarik. Hidung mancung dengan bibir tipis yang menghias wajah cantiknya membuat sebagian besar pria jatuh hati, belum lagi tatapan teduh membuat siapa saja terhanyut ke dalamnya. Sakti tersenyum mencemooh dirinya agar tidak tertarik dengan Dana. Wajah cantik Dana terlihat terlalu sempurna, hingga ia yakin semua itu tidak alami. Sudah jadi rahasia umum bahwa Operasi plastik di Korea selatan adalah yang terbaik di dunia. Banyak masyarakat Korea, Indonesia bahkan dunia yang membuktikannya. Sakti yakin bahwa Dana adalah salah satu dari tipe wanita yang lebih memikirkan penampilannya daripada keterampilan sebagai seorang dokter. Tipe wanita yang mempunyai orang di balik layar yang berkuasa sehingga dapat memenuhi semua keinginannya, termasuk menjadi dokter. “Saya sudah menanyakan kesiapan kamu untuk shift malam 5 hari dalam seminggu kan?” tanya dr. Sakti membuat Dana membulatkan matanya, lalu mengangguk ragu. “Ini jadwal kerja kamu di rumah sakit ini selama tiga bulan.” Dana menatap kertas yang disodorkan dr. Sakti lalu membacanya. “Kamu berada di bawah bimbingan saya, jadi saya berbaik hati hanya memberikan 4 hari shift malam untuk kamu. Jangan khawatir akan ada beberapa dokter jaga dan dokter intern lainnya yang akan bekerja sama denganmu. Bekerjalah dengan baik. Kamu bisa keluar.” Dana menatap dokter itu tak percaya. Atasannya itu sama sekali tak memberikannya waktu untuk bertanya. Pengusiran secara halus yang Dana dapatkan membuatnya beranjak, lalu berjalan meninggalkan ruangan dr. Sakti. Ditutupnya pintu sepelan mungkin, lalu membalikkan badan. Dulu, saat masih bekerja di Korea dapat shift malam 2 hari dalam seminggu saja sudah membuatnya hidup bagai di neraka, apalagi sekarang dua kali lipatnya, 4 hari dalam seminggu bukanlah kerja yang sesungguhnya melainkan kerja rodi. Kepalanya menunduk, meruntuki keputusannya pergi ke Sampit untuk mengabdikan diri sebagai dokter. Dana menggeleng, ia tak dapat menarik semua keputusan yang sudah ia pikirkan matang-matang. Sebelum ia bisa melupakan Won dan menjalankan tugasnya sebagai dokter yang baik. Ia tak akan pernah kembali ke Korea. Walaupun, masa kerjanya di rumah sakit ini telah selesai. Dani menggenggam tangannya, berusaha menyemangati dirinya sendiri. Setelah dirasa sudah cukup bersemangat, ia melangkah kembali ke ruangan dimana ia akan membuktikan diri yang sesungguhnya. ***** “Dokter ada pasien di ranjang no 5,” ucap Tika panik tak seberapa lama saat Dana memasuki ruangan. “Kasus?” “Kecelakaan bermotor. Tangan kiri hanya berupa luka kecil, kaki kanan fraktur dengan luka sebesar 1 sentimeter di betis kirinya. Punggungnya memar kebiruan karena sempat menghantam pohon,” jelas Tika lengkap. “Tanda vital?” “Tekanan darah 120/100, pupil mata normal. Pasien dalam keadaan sadar.” “Siapkan CT scan, saya akan secepatnya ke sana,” ucap Dana cepat dijawab dengan anggukan Tika. Dengan cepat, Dana mengikat rambutnya sembarangan lalu berjalan menuju ranjang yang dimaksud. Ia menghela napas saat kembali melihat pelajar SMA menggunakan seragam putih abu-abu yang sama dengan pasiennya kemarin. Sebenarnya, apa yang dipikirkan oleh pelajar di Sampit, bagaimana mungkin hanya dalam 2 hari ia mengobati pelajar dari 2 SMA berbeda, tapi memiliki kasus kecelakaan yang mirip. “Kamu tau ada dimana sekarang?” tanya Dana mencoba respon dari pelajar SMA itu. Anak itu menggeleng membuat Dana melihat name tag yang terjahit di seragam SMAnya. “Nama kamu siapa?” “Ryan.” Dana memeriksa name tag pelajar itu sekali lagi sebelum akhirnya menghela napas lega. Apa yang ia khawatirkan tidak benar-benar terjadi. Para perawat yang sedari tadi memperhatikan apa yang dilakukan Dana menatap kagum saat dokter cantik ini dengan cekatan melakukan pertolongan pertama. Membersihkan, merawat bahkan saat Tika tergesa-gesa memberikan hasil CT Scan, dokter cantik itu tersenyum lega, lalu meminta Tika untuk memegangi pelajar itu saat ia mengembalikan tulangnya yang dislokasi. Mereka hanya berharap, dokter cantik itu akan membuka diri dan membiarkan mereka bergaul bersama tanpa ada rasa canggung. “Kaki kiri dan kedua tangannya hanya luka ringan. Untung saja, kaki kanannya hanya dislokasi tulang bukan patah tulang seperti yang kita bayangkan sebelumnya. Untuk sementara, anak Ibu harus menggunakan gips agar tulangnya tidak kembali berpindah dan juga... untuk bagian punggung, sepertinya tulang anak ibu cukup kuat menahan pohon itu sehingga tidak membuat organ dalamnya ikut terluka. Ibu jangan khawatir, dia hanya perlu di rawat 3-4 hari untuk memantau keadaannya,” jelas Dana ramah pada wanita setengah baya yang ia yakini sebagai ibu dari pelajar itu. Ibu itu menghela napas lega, lalu meraih tangan Dana lalu mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya. Dana menatap ibu itu lalu tersenyum sopan. Dadanya menghangat saat mendengar ucapan terima kasih dari ibu itu. Tak ada pandangan meremehkan ataupun perkataan rasis yang Dana terima membuatnya bersyukur. Setidaknya ada salah satu keluarga pasien yang memandangnya sebagai dokter yang sesungguhnya, bukan sebagai artis atau selebriti yang berperan sebagai dokter.  Dengan pelan, Dana melepaskan dengan pelan tangannya yang berada di genggaman tangan ibu itu saat mendengar salah satu perawat kembali meminta pertolongannya. Dana mendesah, ini awal dari kerja rodinya di rumah sakit kecil ini. ***** Dana menggerakan kepalanya ke kanan dan kiri, berusaha merenggangkan bagaian lehernya yang terasa kaku. Ini benar-benar kerja rodi pertamanya. Pasien datang silih berganti dengan berbagai macam penyakit. Kecelakaan menjadi penyebab utama pasien-pasien datang ke rumah sakit hari ini. Dana sendiri tak mengerti kenapa sebagian masyarakat Sampit tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas. Sudah tau ada rambu yang melarang untuk memutar, tapi beberapa orang itu tetap melanggarnya sehingga menyebabkan kecelakaan. Apa salahnya mereka bersabar dan memacu motor mereka lebih jauh, jika akibatnya mereka akan celaka seperti ini. Jam sudah menunjukkan pukul 3 sore saat Dana berjalan menuju meja admisitrasi. Jam kerja sudah lewat sejam. Tapi, karena dokter jaga selanjutnya terlambat membuatnya harus memperpanjang shift kerjanya. Dr. Eno, dokter intern yang mendapat shift yang sama dengannya tadi, sudah pergi entah kemana sejak 1 jam yang lalu. Meninggalkan Dana sendiri dengan beberapa pasien yang harus ia tangani. “Shift kerja dokter udah selesai kan?” tanya Tika yang sudah berada di depannya saat ia melepaskan stetoskop yang menggantung di lehernya. Dana menatap Tika bingung sebelum akhirnya mengangguk pelan, “kenapa?” “Mau ikut mentol[1]?” “Mentol?” tanya Dana bingung saat Tika menggunakan istilah yang tak ia mengerti “Iya, mentol. Ayo, dok!” ajak Tika sedikit menarik paksa tangan Dana agar mengikutinya. Langkah Dana terhenti saat melihat beberapa perawat sedang berkerumun di meja administrasi. Dana tersenyum tipis saat melihat senyum sumringah saat melihatnya. “Kenapa dok?” tanya Tika menyadari langkah Dana berhenti. Dialihkan pandangan mengikuti apa yang Dana lihat. “Ayo, dok. Ikut ngumpul. Kami-kami nggak bakalan gigit dokter kok,” kekeh Tika membuat Dana tersenyum geli. “Kami cuma pengen ngajak dokter bersosialisasi, daripada terus sendirian dan menyendiri seperti yang dokter lakukan 2 hari terakhir ini. Sudah saya katakan tadi kalau saya akan membantu dokter untuk bersosialisasi kan?” ujar Tika dengan senyum sumringah menularkan senyum itu pada Dana. Dana menatap perawat yang sedang berkerumun itu, mengangguk pelan membalas senyuman cerah mereka sebelum akhirnya menghembuskan napas dalam. Sepertinya, ia memang harus bisa membuka dirinya dan mulai bergaul dengan mereka. Ia baru menghabiskan dua hari di rumah sakit ini. Masih ada 98 hari yang harus ia habiskan. Dan sisa waktu itu tak mungkin ia habiskan sendiri tanpa bergaul dengan para pegawai rumah sakit lainnya. [1] Istilah gaul yang biasa digunakan masyarakat Kalimantan atau Sampit pada umumnya. Istilah ini digunakan saat mereka ingin memakan pentol atau bakso yang dimakan hanya dengan dicelupkan di saus tomat pedas atau saus kacang. Biasanya, mereka akan mengerumuni gerobak penjual dan memakan di tempat atau dibungkus dengan saus terpisah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN