bc

Penyesalan sang Billionaire

book_age18+
679
IKUTI
3.4K
BACA
billionaire
revenge
possessive
fated
sweet
bxg
others
betrayal
sacrifice
like
intro-logo
Uraian

Dengan susah payah Jamie Grey mendapatkan cinta dari Kaysha Feehilly, hingga billionaire muda itu harus bersitegang dengan saudaranya sendiri yang seorang mafia,Micheel Torricellie yang sama-sama jatuh cinta pada wanita yang sama. Namun setelah perjuangan yang panjang dan juga pengorbanan Jamie pada Kaysha, pada akhirnya Jamielah yang mendapatkan hati Kaysha dan menikahinya.

Rumah tangga keduanya pun perjalan penuh bahagia, harmonis dengan semua kemewahan yang Jamie berikan pada istri tercinta, meski Kaysha sama sekali tidak suka hidup yang berlibihan. Namun saat kabar bahagia Kaysha yang tengah mengandung darah daging suami yang sangat dicintainya itu. Jamie menolak keras darah daging sendiri dan tidak menginginkan keturuan dari Kaysha.Bahkan Jamie meminta Kaysha mengugurkan kandunganya atau Jamie akan menceraikan Kaysha.

Prihal kehamilan Kaysha, membuat Jamie seolah ditampar keras oleh masa lalu bersama dengan mantan kekasih terindahnya yang meninggal sepuluh tahun yang lalu. Disaat rumah tangga Jamie yang sedang bermasalah Jamie dipertemukan dengan partner kerjanya yang ternyata wanita yang dulu pernah ada di hati Jamie, Janetha Willson masih hidup dengan keduanya yang kini terlibat kerjasama antara dua perusahan.

“Kamu pilih aku dan anak kita, atau kau pilih mantan terindahmu?” –Kaysha Feehilly.

Apakah Jamie akan mempertahankan Kaysha dan menerima darah dagingnya? Atau Jamie lebih memilih kembali pada mantan terindahnya, Janetha Willson?

chap-preview
Pratinjau gratis
Frustrasi
Jam Enterprise, Seattle. “Apah. Kamu belum juga mendapatkan informasinya?” Suara gebrakan meja yang terdengar keras itu menyentakan Peter yang tengah menunduk setelah memberikan informasinya. “Sudah dua minggu, Peter. Kamu masih belum mendapatkan informasi keberadan wanita itu!” amuk Jamie lagi. Siapa yang tidak marah bila anak buahnya tidak becus bekerja. Dua minggu sudah, Jamie yang hanya memerintahkan mencari seorang wanita saja. Namun, sampai ini masih belum membuahkan hasil. Peter selalu gagal. Pria tua itu mengangkat wajahnya. “Maafkan saya, Tuan. Saya belum mendapatkan informasi keberadaan wanita tersebut,” ucap Peter terdengar menyesal. Mendengarkan kata maaf dari Peter, Jamie pun mendengus kasar di mana pria itu berjalan ke arahnya dengan tatapan menghunus pada asisten pribadi sekaligus pengawal pribadinya yang selama ini sangat dia percaya. Pria bernama lengkap James Nicholas Grey pun menarik napas dalam satu tarikan. “Apa begitu sulit untukmu hanya menemukan keberadaan satu wanita saja hah?” Pria berusia dua puluh delapan tahun itu pun berjalan lebih dekat lagi pada pengawal setianya itu. “Hanya satu wanita saja, Peter. Tidak banyak!” terdengar Jamie menekan kalimatnya. “Cuma satu, Peter. Kenapa kamu tidak becus menemukannya!” tegas Jamie yang sudah kesal karena Peter selalu memberikan laporan nihil tentang keberadaan wanita tersebut. Peter nampak menghela nafas pelan di depan sana. “Maafkan saya, Tuan. “Anak buah saya memang belum mendapatkan informasi yang tepat perihal keberadaan Nona Feehily, Tuan. Tapi, kami sedang mencarinya dan akan menemukannya.” Jamie menajamkan lagi tatapannya dengan gigi yang bergeretak. “Kau bilang belum berhasil mendapatkan informasi, hmm? Lalu selama ini pekerjaanmu dan juga anak buahmu apa, hah?” “Dua minggu Peter. Dua minggu!” seru Jamie keras. “Kamu masih belum menemukan dia ada di mana!” sambung Jamie murka pada Peter yang kini mulai tidak bisa bekerja dengan cepat lagi. Jamie kecewa. Namun, sebenarnya Jamie sudah frustasi akan kepergian wanita itu yang mendadak. “Maafkan saya, Tuan. Tetapi, menurut saya kalau Nona Feehilly itu bukan wanita biasa dan juga bukan wanita sembarangan. Kita tidak bisa meremehkan Nona Feehily, Tuan. “Karena ini kasus kedua Nona Feehily pergi dan sulit ditemukan di mana-mana,” ungkap Peter seraya mengingatkan bagaimana lima tahun lalu tuan mudanya itu mencarinya. “Bila Nona Feehily wanita bisa, mungkin anda tidak harus menunggu selama ini. Saya pasti dengan mudah menemukan keberadaanya.” Jamie membuang nafas kasar seraya memijit pelipisnya yang berdenyut. “Anak buah kita kehilangan jejak kepergian Nona Feehily. Bahkan di bandara pun kita tidak bisa melacak kepergiannya.” Jamie menatap bengis pada Peter, di mana Peter memang sudah tua jadi kemampuanya pun sama menuanya. Apa pria itu tidak bisa mencarinya dimana Jamie punya banyak koneksi di Bandara? “Sekalipun dia menggunakan private jet?” Peter berikan anggukan. “Lalu untuk apa kita punya banyak koneksi di sana bila kita tidak bisa mendapatkan data dari private jet tersebut?” “Sekali lagi maaf, Tuan. Tidak bisa.” “Sekalipun ini dalam keadaan emergency hah? Apa tidak bisa?” Peter terdiam sejenak diiringi helaan nafas panjang. “Tidak.” “Baiklah. Putuskan aliran dana ke Bandara, terutama pada koneksi kita di sana. “Saya tidak mau lagi memberikan aliran dana lagi kalau mereka tidak bisa membantuku,” tegas Jamie. “Data pribadi penumpang private jet itu suatu hal yang bersifat rahasia Tuan, dan juga bersifat sensitif dan kita tidak bisa memintanya.” “Pokoknya saya tidak ingin tau, Peter. Kamu harus mendapatkan dalam waktu dekat. Bagaimana pun caranya. “Aku ingin tahu keberadaan wanita itu di mana. Aku yakin kalau dia pergi menggunakan private jet untuk menghindar pencarianku,” tegas Jamie, lagi pada Peter. Jamie tidak tahu harus bagaimana lagi. Jamie yang berkacak pinggang pun lagi lagi mendengus. “Ck! Kamu sungguh cerdas menghilang sesuka hatimu, Kaysha!” “Baik, Tuan. Saya akan berusaha mendapatkan data pribadi tersebut.” “Bukan berusaha, Peter. Tetapi, kamu harus,” tegas Jamie. Peter mengangguk paham, dia pun membungkukkan tubuhnya seraya hormat ketika Jamie mengibaskan tangannya ke udara pertanda Peter harus segera keluar dari ruangannya. Di dalam sana, Jamie mengumpat keras. Dia semakin frustasi tidak mendapatkan keberadaan wanita itu. ‘Sudah lima tahun ini aku mencarimu dengan susah payah. Tetapi kenapa kamu dengan seenak udelmu pergi meninggalkanku dengan masalah sepele,” gerutu Jamie dalam hati. Pria itu berjalan menuju jendela kaca besar di mana kedua matanya menatap lurus pada gedung-gedung pencakar langit di hadapannya. “Awas saja kalau aku menemukan kamu lagi, aku tidak akan melepaskan kamu lagi Kaysha Feehily,” gerutu Jamie di dalam hati. Selang Peter keluar dari ruangan Jamie, dia lekas menghubungi beberapa anak buahnya untuk kembali mencari keberadaan wanita tuannya itu. Namun, ketika baru pertengahan dia bicara, sosok pria muda dengan mata sipit itu menghampirinya dengan senyuman ramah. “Selamat pagi, Tuan.” “Ah, pagi. Peter. Apa tuanmu ada di ruangan?” “Mr Grey ada di ruangan nya. Silahkan ikut saya, Tuan,” ajak Peter mempersilahkan pria tersebut untuk masuk ke dalam ruangan Ceo JE. Pria muda itu pun duduk di kursi berwarna biru tua setelah Peter mempersilahkannya dan langsung meminta sekretaris Jamie untuk membuatkan kopi untuk tamu tersebut. Pria muda itu hampir lima belas menit duduk di kursi tersebut. Namun, kedatangannya yang sudah cukup lama ini tidak disambut oleh sang empu. Ceo JE itu masih setia berdiri di jendela kaya besarnya yang entah sedang memikirkan apa. “Astaga. Apa Tuanmu itu sudah mulai tuli? Sudah lima belas menit saya duduk masih belum tersadar kalau ada tamu?” Peter hela napas pelan seraya memandangi Tuan Mudanya yang masih setia berdiri di depan sana. “Apa dia sudah lama berdiri?” “Sudah cukup lama, Tuan.” Pria itu menggeleng-geleng kepala. “Saya akan panggilkan Mr Grey, Tuan Kim. Mohon tunggu,” ucap Peter yang dianggukan pria bermata sipit. Peter menghampir Jamie dimana tuan muda itu masih setia menatap lurus dengan tatapan kosong. Jamie melamun. Entah keberapa kali Peter menghembuskan napas, mungkin sudah tidak terhitung lagi. Apa lagi dua minggu ini seperti inilah kebiasaan Tuan mudanya. Waktunya kini sering dihabiskan untuk melamun dan melamun. Peter bukannya tidak mau menolongnya karena tentunya masalah tuannya ini berhubungan dengan Nona Feehily. Tetapi, Nona Feehily itu terlalu lincah dan pandai bersembunyi. “Tuan,” panggil Peter, pelan. Satu detik, dua detik hingga hitungan ke sepuluh pria itu masih saja sama. “Tuan Kim datang mengunjungi anda, Tuan.” Peter berkata lagi. Namun, jawabannya masih sama. Jamie masih berada di alam fantasinya. Pria yang tak lain Kim Woo menatap aneh pada sahabatnya itu masih belum meresponnya perkatanya dari orang kepercayaan. “Tuanmu kesambet setan mana Peter sampai dia masih betah di alam khayalannya?” sindir Kim Woo. Mendadak sahabatnya, aneh. Kim Woo pun bertanya-tanya di dalam hatinya akan kenapa sahabatnya yang mendadak seperti ini. ‘Apa dia kalah tander besar atau Jamie pindah haluan memikirkan wanita?’ tanya Kim Woo dalam hati seraya mengambil secangkir kopi lalu menyesapnya pelan dimana gumpalan asap panas masih terasa. ‘Bila Jamie memikirkan wanita, itu mustahil karena selama ini pria yang dijuluki Demo Fuji itu gunung es yang paling terdingin itu selama ini pria itu tidak pernah memikirkan wanita. ‘Kalau bukan masalah tender dan juga bukan karena wanita. Lalu dia kenapa?’ batin Kim Woo bertanya-tanya. “Tuanmu kenapa sih, Pet?” Meski Peter tahu penyebabnya, tetapi pria itu menggendikan bahu. “Lalu kenapa pikirannya begitu kencang sekali berpikir sampai dia tidak mendengarkan pembicaraan kita? Apa dia sudah punya kekasih dan kini patah hati dan memikirkan wanita?” tanya Kim Woo lagi. “Saya tidak tahu, Tuan.” Kim Woo mendengus pelan. “Sudahlah. Saya bisa tebak kok kalau Tuanmu bila sudah kehilangan fokusnya itu tidak jauh dari masalah wanita,” ujarnya. Kim Woo sangsi kalau seorang Billionaire muda James Nicholas Grey sampai melamun kuat seperti ini hingga tidak mendengarkan pembicaraannya, tidak mungkin kalau masalahnya bila bukan perihal wanita. Peter bungkam dan memilih tidak menjawab. Itu masalah pribadinya Jamie sendiri dan dia tidak ingin ikut campur. “Tolong beritahu aku, Peter. Wanita mana yang sudah berhasil memporak-porandakan hati gunung es Demo Fuji?” “Saya tidak tahu.” “Ah. Kamu tidak asik, Peter. Sudah jelas kamu pasti menutupinya,” sahut Kim Woo sudah tidak heran lagi akan pria satu itu. “Saya akan sekali lagi memanggilnya, Tuan,” ujar Peter yang kini menyentuh pelan bahu Tuan mudanya. Jamie tersentak kaget dengan mata yang melotot pada Peter. “Maafkan saya sudah mengejutkan anda. Saya memanggil anda dari tadi,” kata peter. Jamie menghembuskan nafasnya masih dengan posisi yang sama membelakangi si tamu yang sudah lama menunggu. “Sudahlah Peter. Jangan ganggu Tuanmu yang tengah berada di dunia khayalan. Saya masih mau kok bersabar menunggu Tuanmu kembali dari alam nyata.” Jamie mendengus pelan mendengarkan ocehan sahabatnya itu. “Sepertinya ada sesuatu hal yang sangat serius yang tengah dipikirkannya sehingga tak terselesaikan dan akhirnya mengambil langkah seperti itu. “Apa lu dah lama di sini?” tanya Jamie seraya berbalik badan setelah meminta Peter untuk keluar dari dalam ruangannya. “Ck! Lama!” decak Kim Woo, kesal. Jamie berjalan mendekati sahabatnya dan bergabung duduk di sofa berwarna biru tersebut. “Sebenarnya ada hal apa yang lu sampai melamun kayak tadi hah? Jangan bilang lu lagi melamun hal menjijikan sepagi ini?” Kim Woo membuang napas sejenak. “Lu dah buang waktu gue yang berharga, Jam. “Gue sudah nunggu lo lama, bahkan lu sendiri yang nyuruh gue buat datang ke kantor lu lebih dulu.” “Jadi lu nyuruh gue datang pagi ke sini cuma buat ngelihatin lu yang melamun nggak jelas itu hah?” omel Kim Woo. Pria bernama lengkap Kim Woo Joung kesal, sahabatnya itu pagi buta sudah menghubunginya dan memintanya untuk datang ke kantornya lebih pagi di mana dia tengah berada di dalam mimpi indahnya bersama dengan wanita cantik dan seksi. “Sejak kapan lu datang?” sela Jamie memotong lamunan Kim Woo yang pria itu tengah membayangkan kejadian pagi hari. “Ck! Lu memang menyebalkan Jam. Lu mengalihkan pembicaraan gue!” Jamie menarik sudut bibirnya ke samping dengan tatapan sinis. “Gue sudah hampir setengah jam nungguin lo! Puas? Sampai kopi gue sudah sisa sedikit.” “Masalah kopi biar aku minta pada Chris.” “Sial, lu!” umpat Kim Woo. Jamie menyandarkan punggungnya di sandaran sofa dengan duduk santai. “Cerita sama gue. Sebenarnya lu ada masalah apa?” “Tidak ada!” jawab Jamie malas-malas. Namun, Kim Woo tidak percaya dengan sahabatnya itu. Dia sudah lama mengenali Jamie. “Lu sama gue kayak yang baru kemarin berteman, Jam. Gue sama lu itu udah kenal lama dan tentunya gue tahu sikap lu. “Ekspresi lu yang kusut itu gue bisa tebak kalau semua itu bukan masalah tander bukan?” Jamie diam malas menjawab. Tentunya bukan masalah pekerjaan. “Apa lu habis di jodohkan oleh Mommy Grace dengan wanita pilihannya yang kolot?” sindir Kim Woo. Terakhir kalinya Kim Woo tahu dengan wanita yang pilihan Grace. “Lu sudah tahu kalau masalah perjodohan, gue selalu menolak keras. Gue nggak suka perjodohan!” “Oke kalau begitu. Pasti lu lagi jatuh cinta dan patah hati bukan?” “Apa kita bisa membahas masalah pekerjaan saja, Woo?” tanya Jamie. Dia sudah jenuh terus membahas masalah yang tidak penting ini. Tetapi, bagi Kim Woo tidak. Pria asal Korea Selatan itu akan terus mendesak bila Jamie belum memberikan jawaban yang benar. “Ceritalah, mungkin saja gue bisa bantu loh, Jam. Ceritalah sama gue wanita mana yang suda membuat gunung Demo Fujji meleleh kayak gini?” tanya Kim Woo lagi. Jamie mendengus jengah dengan mata menatap kesal pada sahabatnya itu. Hatinya bertanya-tanya apakah dia harus menceritakan pada sahabatnya ini karena pria itulah awal dimana dia bertemu dengan wanita tersebut. “Oke. Gue akan cerita sama lo.” Kim Woo tersenyum penuh kemenangan. “Gue lagi kacau dengan salah satu wanita patner gue kerja. Wanita yang tidak lain adalah perwakilan dari KWB yang tengah membangun hunian real estate kita!” Kim Woo menopang dagunya seraya berpikir sejenak akan siapa wanita yang Jamie maksud itu. Seingatnya banyak wanita yang disuruh untuk menangani proyeknya. “Wanita itu yang sudah membuat gue jadi kayak gini. Dua minggu ini gue frustasi karena dia menghilang dari Seattle,” sambung Jamie dengan helaan napas berat. Kim Woo masih bungkam, dia masih berpikir akan wanita yang dimaksud Jamie. “Dua minggu ini gue mencarinya kemana-mana sampai gue maki Peter yang tidak bisa melacak keberadaan wanita itu. Hasil pencarian Peter selalu nihil. Kim Woo tertawa mendengarkan sahabatnya yang tengah frustasi oleh wanita. Baru kali ini dia mendengarnya selama mereka berteman lama. “Sial. Kenapa lu malah ketawa kayak gitu hah?” “Sejak kapan lu frutrasi oleh wanita, hah?” balik Kim Woo bertanya dengan tawa. “Gue baru tahu kalau seorang Mr Grey bisa frustrasi dengan wanita. Padahal, di luaran sana masih banyak wanita yang mengantri ingin jadi kekasih lo bahkan terang-terangan mereka menyerahkan tubuhnya buat lu nikmati agar mereka bisa menjadi bagian dari hidup seorang Mr Grey!” sindi Kim Woo lagi. “Ck! Sialaan, lu Woo! Lu bukan membantu gue, tapi lo malah dengan asiknya menertawakan gue. Mana yang katanya lu mau bantu gue hah?” “Ck! Gitu saja ngambek.” “Jelas lah gue marah. Sahabat macam apa lu hah yang senang ngeliat gue menderita kayak ginih.” Kim Woo tersentak kaget atas pengakuan Jamie lagi. “Sejak kapan lu menderita karena cinta, hah? Sungguh sepertinya yang ada di depan gue bukan Mr Grey yang asli. Ini pasti KW.” “Ck! Sudahlah jangan terus bercanda, Woo. Gue serius." “Ah. Baiklah, gue sudah tahu wanita itu.” “Siapa?” tanya Jamie antusias. Pastinya, pria itu tahu karena dia yang membawanya. “Dia Kaysha bukan?” Jamie mendelik. “Kaysha Michael Feehily,” sambung Kim Woo dengan ekspresi yang berbeda. Kali ini tidak ada tawa di wajahnya yang ada keseriusan bila menyangkut nama yang baru saja diucapkan. Sementara si pelaku yang katanya menderita hanya diam. “Ada apa lu nanyain adik gue hah?” “Adik?” gumam Jamie semakin bingung. Kim Woo menarik nafas sejenak. “Ya, Kaysha adik gue. Adik angkat gue. Katakana padaku, ada apa lu sama Kaysha?” Jamie kembali diam. “Lu tahu selama ini gue berpikir keras aka sikap adik gue yang mendadak menghilang di kantor dan uga meninggalkan pekerjaan begitu saja. “Padahal selama ini Kaysha seorang wanita professional. Itu ada hubungannya dengan lu bukan, hm?” “Gue akan cerita sama lu semua. Tapi gue minta sama lu kasih tahu dimana Kaysha berada saat ini.” “Katakan sekarang juga sama gue kalau tidak gue nggak akan kasih tahu di mana adik gue berada.” “Please, Woo. Tolong beritahu gue dulu dimana dia berada.” “Ck! Lu licik Jamie. Cerita sama gue sebelum gue bener-bener pergi dari sini!” “Oke… oke. Gue cerita,” ucap Jamie seraya mengalah pada Kim Woo dari pada dia tidak tahu sama sekali keberadaan wanita tersebut. Jamie pun menceritakan semuanya pada Kim Woo. Namun, ketika bagian satu itu, pria itu menyipitkan matanya, marah. Namun yang dilihat Jamie, Kim Woo seperti orang merem karena sudah dasarnya pria itu matanya sipit. “SINTING LOH. PANTAS DIA PERGI!”

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

HURTS : Ketika Hati Yang Memilih

read
115.4K
bc

Hello Wife

read
1.4M
bc

Escape from Marriage - Kabur dari Derita Pernikahan Kontrak

read
257.3K
bc

TERSESAT RINDU

read
333.4K
bc

Just Friendship Marriage

read
507.8K
bc

Kupu Kupu Kertas#sequel BraveHeart

read
44.2K
bc

Fake Marriage

read
8.6K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook