Mengapa Ibu Mertuaku Tidak menyukaiku?
Sudah beberapa malam ini, aku merasakan ada sesuatu yang tak beres di kamar mertuaku. Aku sering mendengar ia merintih bahkan kadang menangis tersedu, aku tak berani menghampirinya. Ibu mertua nampaknya tidak terlalu menyukaiku.
"Mas, sudah tiga hari ini, aku kayak dengar ibu nangis, seperti kesakitan," ujarku, saat sedang menyiapkan saraoan untuk suamiku.
Aku baru satu bulan menikah dengan mas Irfan, dia anak pertama dari tiga bersaudara.
"Ah, kamu salah dengar mungkin, sayang."
"Gak, lah mas. Dirumah ini kan cuma ada kamu, aku, sama ibu," aku berusaha meyakinkan suamiku.
"Biar nanti, mas cek ya?" Ujarnya seraya tersenyum.
___
Memang sudah satu Minggu ini, ibu mertuaku tidak pernah keluar dari kamarnya. Mas Irfan bilang, ibu memang sedang tidak enak badan, aku pun dilarang untuk masuk ke kamar ibu mertuaku, mas Irfan sudah menyuruh orang untuk mengurus semua keperluan ibu, Bi Minah namanya.
Matahari sudah mulai meninggi, tapi, bik Minah belum juga datang. Aku jadi khawatir, ibu belum sarapan. Aku berinisiatif untuk membawakan ibu sarapan. Berkali-kali, aku mengetuk pintu kamar ibu, tak ada tanda-tanda pintu akan terbuka. Aku semakin cemas, takut terjadi apa-apa dengan ibu.
"Bu, aku bawakan sarapan, untuk ibu, dibuka dulu ya pintunya," ujarku, seraya menempelkan telinga pada pintu.
Tapi nihil, tak ada jawaban dari ibu. Aku mengembuskan nafas kasar, apa harus ku dobrak pintu ini.
"Mbak, Dania. Maaf ya, saya terlambat. Tadi anak saya badannya panas, jadi saya urus anak dulu." Aku menghela nafas lega, akhirnya bik Minah datang juga.
"Gak apa-apa bi, sepertinya ibu tidur didalam. Saya sudah ketuk, tapi tidak juga dibuka pintunya," ujarku, kemudian aku menyerahkan nampan yang berisi sarapan, pada bik Minah.
"Oh, ini saya bawa kok kuncinya," ia merogoh saku bajunya, kemudian mengeluarkan kunci kamar ibu.
Aku mengerenyitkan dahi, kenapa bisa bik Minah membawa kunci serep kamar ibu. Kenapa tidak dititip padaku saja. Lagi pula, memangnya kenapa harus dikunci segala, aku merasa ada sesuatu yang tidak beres di dalam kamar ibu.
"Oh, yasudah bik. Biar saya saja sini yang kasih sarapan untuk ibu."
"Maaf, mbak. Saya disuruh mas Irfan untuk tidak memperbolehkan siapapun masuk, termasuk, mbak Dania," ujarnya.
Apa lagi ini, apakah ibu mertuaku sangat tidak menyukaiku, sehingga tak ingin sedikitpun aku mendekatinya. Tapi apa alasannya, aku bahkan tak pernah membenci ibu mertuaku, walaupun kelihatannya ia tak menyukaiku.
Dengan perasaan kesal, aku berlalu meninggalkan bik Minah, aku ingin menanyakan semuanya pada mas Irfan. Apa yang sebenarnya terjadi.
___
Tak sabar menunggu kepulangan mas Irfan, biasanya sebelum Maghrib ia sudah sampai dirumah, tapi ini sudah lewat jam delapan malam, ia belum juga sampai kerumah. Membuatku semakin kesal saja.
Aku mengerjapkan mata, kulihat sekeliling, ternyata aku berada diatas ranjang kamarku. Seingatku, tadi aku menunggu mas Irfan disofa ruang tamu. Ku lirik benda bundar yang berada diatas nakas, sudah pukul 02:00 dini hari. Mas Irfan tak ada di sampingku, kemana dia.
Apa mungkin dia berada dikamar ibu, aku bangkit kemudian melangkahkan kaki menuju kamar ibu. Tapi, langkahku terhenti saat mendengar suara mas Irfan tengah berbicara dengan seseorang.
"Tenang saja, semua akan baik-baik saja. Percayakan semua pada Irfan."
"Irfan janji, akan membuatnya kembali seperti dulu, Bu."
Aku tertegun saat mas Irfan mengucapkan kata terakhir, bu. Ibu siapa yang dimaksud, apa mungkin mas Irfan tengah berbicara pada ibunya, kenapa lewat sambungan telepon.
Aku segera menghampirinya, wajahnya nampak pias.