Chapter Two

1257 Kata
Begitu sampai dia melihat Banyu ada di depan rumah. Kebetulan sekali dan memang ini adalah keberuntungan bagi Bening. “Eh, ada Kak Banyu,” katanya menyapa sambil senyum malu-malu. Banyu yang melihat hanya diam dan mulai kurang nyaman, sebab dia tahu bahwa Bening akan mengajak dia terus berbicara dan membuat Celine terabaikan. Jika dia mengabaikan Bening, seisi rumah akan memusuhinya bahkan mamanya sendiri. Kadang dia harus berdebat dengan Raka, kakaknya dan Laras adiknya. “Hai, Kak. Kok ngga dijawab sih?” tanya Bening sambil mengerucutkan bibirnya. “Eh, iya. Kamu ngapain, Ning?” tanya Celine sambil tersenyum. Senyum palsu yang selalu dia perlihatkan. Dulu sih dia tidak masalah dengan Bening yang terang-terangan memperlihatkan ketertarikan dengan Banyu, tapi akhir-akhir ini dia kurang nyaman. Sebab Banyu adalah kekasihnya sekarang. Dan tidak ingin melihat seorang perempuan, remaja yang jelas, merayu dan menaruh rasa untuk kekasihnya. Itu seakan tidak menghargainya sama sekali. “Ihh, gue nanya nanya sama lo tau!” ucapnya kesal. “Ehm, maaf ya, Ning. Kami baru pulang dan Banyu masih capek loh. Kamu ngga mau biarkan dia istirahat dulu?” tanya Celine. “Ish, udah dibilang gue nanya Kak Banyu tau, bukan lo!” bentaknya. “BENING!!” teriak Banyu. Dari tadi dia sudah sabar. Dan juga dia sedang lelah karena mereka harus mengerjakan skripsi karena minggu depan dia akan sidang. Dan mulai bekerja di kantor papanya. “Kamu itu keterlaluan. Apa yang Celine bilang itu benar. Aku letih. Kamu ngerti ngga sih?!” Tatapan tajamnya seakan menusuk. Bening yang mendengar geramannya hanya diam menunduk. “Udah, Beb, dia kan masih anak-anak. Belum ngerti lah gimana lelahnya kita. Dan kegiatan kita juga banyak, ‘kan?” Celine coba menenangkan. “Ish, sok baik,” gumam Bening pelan. “Udahlah. Ayo!” ajak Celine. “Ayo, Ning!” ajaknya pada Bening. Tiba-tiba Tante Rere keluar karena merasa ada ribut-ribut di depan rumah. “Kalian sudah pulang semua? Kenapa pada di luar? Diliatin tetangga nanti. Malah ribut lagi kalian ini,” gerutu Tante Rere. “Eh, ada Bening. Sini masuk, Sayang! Calon mantu mama bawa apa sih?” tanyanya. “Ma!” tegur Banyu. “Tante, Bening bawa kue,” jawab Bening. “Buat Banyu, ya? Sini, Nak. Enak tahu masakan kamu. Wah, brownis dan cookies. Enak ini pasti,” puji Tante Rere. “Banyu, kamu harus rasakan dong, ini masakan Bening. Ini tuh masakan calon mantu mama tahu.” Kembali Tante Rere memuji Bening. Bening yang dipuji otomatis menjaga image. Walau biasa dia suka urakan, depan calon mertua harus kalem. Kapan lagi ya kan, batinnya. “Ma!” Kembali Banyu menegur mamanya, “ada Celine lho ini,” katanya. Banyu menegaskan kepada mamanya bahwa Celine lebih pantas. Begitulah terdengar di telinga Tante Rere dan Bening. Bening memang sudah tahu, tapi mama entahlah, sepertinya dia hanya berpura-pura tidak tahu atau hanya sekedar memancing kekesalan Banyu saja. “Oh ya, ada Celine juga. Maaf ya, mama lupa,” ujarnya tanpa rasa bersalah. “Ayo, Ning, makan siang sini aja. Kamu pasti belum makan, ‘kan, karena buat kue ini? Ayo, Kak, ajak Celinenya,” katanya. “Tapi kalo dia ngga mau, ya ngga apa-apa. Kali aja sibuk kaya biasanya. Mama duluan ya sama Bening. Kamu kalau sudah mau makan dan istirahat masuk aja sama Celine,” sambungnya sambil menarik tangan Bening untuk masuk. Dulu Mama Banyu senang-senang saja dengan Celine. Bahkan ketika Banyu pertama kali mengenalkan kepada mama dan papanya. Ketika Banyu cerita bahwa dia menyukai Celine dan walaupun secara terang-terangan Bening menggodanya, dia hanya tersenyum. Tapi dua tahun belakangan ini, Mama Banyu seakan terlihat tidak suka dengan Celine. Kalau bukan karena menghargai Banyu saja, dia merasa sangat tidak suka berbasa-basi pada Celine sama seperti Bening. Menarik napas dan membuangnya perlahan adalah hal yang paling mujarab yang bisa dilakukan Banyu akhir-akhir ini. “Line, ayo!” ajaknya. “Kita makan dulu aja. Kamu makan di sini aja ya?” pinta Banyu. “Iya. Demi kamu, apa sih yang ngga,” jawab Celine sambil terkekeh mencoba menggoda Banyu. Banyu yang melihat kekasihnya mengerling jahil hanya bisa tersenyum tulus sambil mengelus kepalanya dan mengacak rambutnya. “Udah dong, Nyu! Rambut aku berantakan, nih,” rajuknya memperbaiki rambutnya yang diacak-acak oleh Banyu. “Hehe. Habis gimana, dong? Kamu gemesin sih,” katanya membuat Celine tersipu malu. “Ihh, udah dong! Jangan digodain terus akunya.” Celine mengentakkan kakinya lalu berjalan mendahului Banyu masuk ke dalam rumah. Sedangkan di dalam rumah, semua perlakuan Banyu kepada Celine tak luput pandangan sepasang mata anak manusia yang menggeram kesal. Menahan gejolak api cemburu di d**a yang menyebar luas menjadi kekesalan hingga merasuk ke dalam rongga dan tulang belulang. “Bening kenapa?” Tante Rere memanggil. “Eh, Tante, maaf ya. Tante ngapain? Bening asik sendiri malah ngga denger kalau Tante manggil,” katanya sambil nyengir memasang wajah bersalah. “Tante, Bening bantuin apa?” “Kamu letakkan kuenya sebagian di lemari pendingin, sebagian lagi di potong kecil-kecil, ya. Dan tante mau masak ayam goreng sambal kesukaan Banyu dulu. Tante tadi lupa. Ini sekalian buat sore,” jelasnya. Bening pun melaksanakan apa yang dikatakan oleh Tante Rere dan memasukkannya ke dalam lemari pendingin. Sisanya dia letakkan di atas meja. “Ning?” panggil Tante Rere. “Ya, Tan?” katanya, “perlu bantuan lagi?” tanya Bening. “Iya. Ngga apa-apa kan, kamu pulangnya agak lama dan makan kita juga telat sedikit?” Bening yang senang tentu saja hanya mengangguk tanda setuju. “Ngga apa, Tante. Bening malah suka. Kerjaan di rumah juga udah siap. Palingan mah mama yang ngerjain,” jawabnya terkekeh, membuat Tante Rere tersenyum. Sementara mereka berdua asyik memasak dan cerita banyak hal di dapur, ada sepasang mata yang sebenarnya kurang suka dengan kedekatan itu. Sampai seorang pria dewasa muncul dan membuyarkan apa pun itu dalam benaknya. “Bening dan mama udah biasa begitu. Jadi lo ngga ada alasan buat cemburu atau ngga enak,” katanya. Celine menoleh mendengar ucapan itu di sebelahnya dan menautkan alisnya tanda bingung. Seakan-akan Raka berbicara hanya menunjukkan padanya bahwa ‘lo dibanding Bening sebenarnya ngga ada apa-apanya.’ Ketika dia ingin berbicara, justru Raka mengatakan hal yang membuatnya kembali terdiam. “Mama adalah orang yang paling susah dekat sama orang. Tapi untuk Bening itu adalah pengecualian. Suatu saat lo bisa tanya kenapa dia ngga suka sama lo. Walaupun gue tau kenapa sementara Banyu belum tahu kenapa. Karena, yah, adek gue emang b**o dan lagi mampet aja otaknya,” kata Raka tegas. Lalu setelah Raka pergi, Celine hanya diam sampai Raka keluar dari kamarnya dan berpapasan dengan Banyu yang akan turun dan mengajak Celine. “Lo udah pulang, Kak?” tanya Banyu. Banyu hanya merasa heran saja. Ngga biasanya Raka pulang siang kecuali dia malas banget makan di kantor. Sebab pekerjaannya sudah menyita waktu. Jadi tidak sempat untuk ke mana-mana. “Ya,” katanya, “ada berkas yang ketinggalan. Baru sempat ambil siang soalnya. Pagi tadi gue sibuk rapat,” ujarnya. “Ngga makan di rumah aja dulu?” ajak Banyu. “Oh, ngga usah,”.jawabnya sambil melihat jam di tangan. “Kayanya ngga sempat. Besok-besok aja deh. Kayanya juga pacar lo lagi cemburu,” katanya menepuk pundak Banyu dan berlalu. “Siapa?” tanya Banyu pelan, tapi tentu saja masih didengar oleh Celine. “Kamu ngga mungkin kan?” tanya Banyu. Celine hanya tersenyum tipis dan mengajaknya turun. Tepat kebetulan mama menyuruh Bening memanggil mereka dan semua tak luput dari penglihatan Celine dan Banyu. “Kak Banyu makan, yuk!” ajaknya. “Makanan sudah siap. Yuk!” Bening menggandeng lengan Banyu dan menyingkirkan Celine hingga tertinggal di belakang. ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN