Prolog
"Aku cinta kamu."
“Aku pun begitu, Al. Selalu cinta kamu. "
Aluna tersenyum mendengarkan pernyatakan cinta itu. Saat ini ia tengah berbaring di atas rumput hijau dengan bantalan paha pemuda itu.
“Jika suatu saat nanti, aku tak didekatmu lagi. Percayalah, bahwa aku akan selalu mencintaimu. ”Ucapan pemuda itu langsung membuat Aluna terbangun dari posisi berbaringnya. Ia menatap tak percaya kearah pemuda itu. "Apa maksud ucapanmu itu?"
Pemuda itu mengalihkan tatapannya dari Aluna.
“Aku tidak bisa menjanjikan bahwa aku akan selalu bersamamu. Karena pada dasarnya, aku tak mungkin selamanya akan disisimu. ”
Aluna menggeleng, "Apa pun yang terjadi, kamu akan tetap berada disisiku." Lalu, tiba-tiba pemuda itu bangkit dari duduknya yang diambil Aluna.
"Aku harus pergi."
"Kamu mau kemana?" Tanya Aluna cepat. Bukannya menjawab, pemuda malah malah pergi begitu saja meninggalkan Aluna yang masih terdiam ditempatnya seraya pergi mengajaknya.
"Hei, tunggu ..."
***
Aluna terbangun dari tidurnya. Peluh menetes membasahi pelipis gadis itu. Ia lalu memandang sekelilingnya. Tadi itu mimpi yang aneh, ia merasa begitu kehilangan saat pemuda itu pergi meninggalkannya. Namun, yang menjadi pertanyaannya, siapa pemuda itu? Kenapa ia tidak bisa melihat dengan jelas? Dan, mengapa saat ini ia merasa hampa?
Berbagai pertanyaan terus berkelibat dalam pikirannya. Namun, tak satu pun ia menemukan jawabannya.
Aluna melirik jam dinding yang menunjukkan pukul tiga dini hari. Itu berarti empat jam lagi ia akan meninggalkan kota kelahirannya ini, demi menggapai cita-citanya. Ia pun beranjak menuju balkon kamarnya. Menatap langit yang masih gelap dengan pandangan menerawang.
"Sebentar lagi." Gumamnya pelan, "Ya, sebentar lagi aku akan memandang langit Amerika."