Rumit

975 Kata
Naura memikirkan hal yang selama ini dirinya takutkan. Semoga saja tidak, meski dia sudah memegang alat tes kehamilan yang dibelinya di apotek. Naura mengunci pintu kamarnya, dan berdiam diri di kamar mandi. Besok dia akan memeriksanya. Naura menyembunyikannya di belakang cermin, lalu gadis itu keluar dan sesegera mungkin merubah ekspresi cemasnya agar ayah dan ibunya tidak bertanya-tanya. Naura duduk di ranjang. Dia mengambil ponselnya, melihat nomor Sagara sudah tidak aktif karena tertulis 'undang' di kontak yang selama ini tersematkan. Naura beralih membuka i********: mencari kebenarannya lewat sana. Sejak kemarin i********: Sagara tidak aktif. Namun, detik ini instagramnya memunculkan lampu hijau menunjukkan bahwa penggunanya sedang aktif. Naura tidak pernah sebelumnya berkomunikasi lewat i********: dengan Sagara selain di w******p dan LINE. Naura bahkan tidak mengikuti akun Sagara karena Sagara juga tidak tahu kalau Naura punya akun di sana. Mata Naura tiba-tiba saja memanas melihat postingan terakhir Sagara yang diupload dua jam lalu. Postingan itu berisi fotonya dengan satu wanita yang kelihatannya sangat cantik, di bawahnya tertulis caption, 'My love'. Naura langsung memegangi dadanya yang tersumbat rasa sesak. Rasanya seperti tengah ditusuk kalimat itu yang tajamnya melebihi belati. Naura juga melihat story i********: yang baru saja Sagara unggah. Di sana ada boomerang dirinya yang tengah dicium oleh wanita yang sama seperti postingan terakhirnya. Naura tidak sadar jika dia memegang ponselnya dengan emosi. Sagara seperti mempermainkan hatinya saat ini! "Jahat kamu, Gara. Setelah malam itu kamu menyakinkan aku, lantas ini apa? Pembohong. b******k!" Naura menitihkan air mata. Dia terlanjur mencintai Sagara. Tidak tahu jika ternyata ini hanya jebakan Sagara untuk menikmati tubuhnya sana. *** Hari yang ditunggu tiba. Sagara akan melangsungkan pernikahannya, bukan dengan Naura yang selama ini menemani hari-harinya, tapi dengan Alice Ranzella. Perempuan yang dikenalnya jauh lebih dulu sebelum mengenal Naura. Alice memilih bertempat tinggal di London, sebelum memutuskan berkunjung ke Indonesia dan bertemu Sagara. Sagara menatap dirinya di cermin. Jas hitam melekat mewarnai kulit putihnya, memberi karismatik sendiri. Sebulan lalu terjadi banyak hal, hingga dia memutuskan untuk menikah dengan Alice. "Astaga, aku iri melihatmu menikah." Gerald—adiknya tiba-tiba saja datang mencoba menggoda kakaknya. "Menikahlah juga kalau kamu punya pasangan. Aku menunggu itu," balas Sagara. "Happy wedding, Kak. Doain nyusul." "Hahaha, pasti. Ngomong-ngomong nanti banyak tamu undangan. Ada pesta dansa juga. Pilihlah banyak perempuan pastinya." "Ah aku tidak tertarik. Malam nanti aku harus keluar sebentar." "Ke mana? Kakakmu sedang melangsungkan pernikahan, kamu malah pergi seenak." "Cari perempuan, Kak!" Gerald tertawa, lalu pergi dari kamar Sagara. Benar saja, malam di mana pesta dansa dilangsungkan, Gerald tidak ada niat untuk ikut. Dia memilih pergi mencari udara segar, lagi pula itu hanya permainan saja bukan acara resmi seperti ijab qobul pagi tadi. Gerald memarkirkan mobilnya di tepi jalan. Laki-laki itu mencari rokoknya dan menghidupkannya. Sampai pergerakan Gerald berhenti saat melihat seorang gadis yang tololnya perlahan menaiki tiang panjang jembatan. Gerald awalnya hanya memperhatikan gadis itu, sebelum akhirnya memilih keluar karena situasinya sedang tidak baik. Sepertinya gadis itu ingin mengakhiri hidup. Di sisi lain, Naura benar-benar hancur. Dia hamil dan itu hasil hubungan gelapnya dengan Sagara. Naura tidak tahu harus berbuat apa karena tidak ada ruang untuk bertemu dengan Sagara dan ini puncaknya. Sagara sudah menjadi milik orang lain. Sagara sudah menikah dan benar-benar tidak ingat dengannya. Naura memutuskan untuk mengakhiri hidupnya di sebuah jembatan, lompat menuju sungai yang alirannya sangat deras. Air mukanya basah karena menangis, bahkan dia berteriak-teriak tidak karuan seperti orang kesurupan. Pergerakan Naura berhenti saat tangan kekar menarik paksa dirinya hingga jatuh ke belakang. Beruntung orang itu menahan tubuh Naura tidak jatuh ke tanah. "Kamu gila? Sadar atau sedang mabuk sampai berdiri di jembatan seperti orang ingin bunuh diri." Ternyata yang dilihat Gerald itu Naura. Naura melepas pegangan laki-laki yang tiba-tiba saja menggagalkan rencananya. Naura memberanikan diri menatap wajah pria itu. Detik itu juga Naura dikejutkan dengan wajahnya yang mirip dengan Sagara. "Kamu dengar saya tidak?" Gerald menepuk pipi Naura, menyadarkan gadis itu. Naura mundur perlahan. Raut wajahnya berubah dingin. "Kamu tidak usah ikut campur. Lebih baik pergi," usirnya pada Gerald. "Saya hanya ingin tahu maksud kamu. Kamu mau bunuh diri atau tidak?" "Saya bilang tidak usah ikut campur. Kalau saya bunuh diri apa urusanmu?" "Itu akan jadi urusan saya jika kematianmu di depan saya." Gerald melihat gadis di depannya seperti kedinginan. Laki-laki itu melepas jasnya, memberikannya pada Naura. "Ayo masuk. Setidaknya saya tidak akan membiarkan kamu melakukan hal konyol itu." "Tidak mau. Saya tidak mengenalmu." Naura menolak. Tapi Gerald memaksanya. *** Gerald masuk ke dalam mobil setelah membeli teh hangat serta roti pada Naura. "Minum, rileks pikiran kamu. Jangan kotor kaya tadi," kata Gerald. Naura menerima pemberian Gerald. "Terima kasih." "Saya Gerald. Siapa namamu?" Entah ada magnet apa yang menarik Gerald lebih ingin kenal gadis di sampingnya. Saat dia melihat wajah gadis itu, rasanya terhipnotis seketika. Gerald merasakan debar berlebih di jantungnya. "Naura. Oh ya, soal tadi. Saya minta maaf, saya salah tidak berpikir panjang. Terima kasih sekali lagi." "Tidak masalah. Setidaknya saya tidak akan membiarkan gadis sepertimu mati sia-sia. Mau berteman dengan saya?" Gerald memberikan telapak tangan kanannya pada Naura. Mulanya Naura hanya diam, dan berakhir menerima jabat tangan itu. "Jas mahal mu ini sepertinya kotor. Saya akan mengembalikan setelah mencuci bersih," kata Naura. "Tidak perlu, itu bisa dibersihkan di londry. Ngomong-ngomong maaf jika saya lancang. Apa yang membuat kamu ingin mengakhiri hidup seperti tadi? Saya bisa jadi pendengar yang baik." Naura terdiam. Dia tidak akan memberitahukan masalahnya pada siapapun. Bahkan selama ini ayah ibunya juga tidak tahu karena Naura sengaja menyembunyikannya dari semua orang. "Saya rasa, saya terlalu lancang untuk ukuran pertemanan yang singkat ini." "Maaf, ya. Saya tidak bisa menceritakannya. Oh ya, terima kasih untuk minumannya, saya harus pergi sekarang." Saat Naura ingin membuka pintu mobil, Gerald menahannya. "Saya antar kamu pulang. Beri tahu saya di mana rumahmu." Naura hendak menolak, tapi tidak enak dengan baiknya Gerald orang yang ditemuinya beberapa menit lalu. Akan tidak sopan menolak kebaikannya. Akhirnya Naura menuruti Gerald. Saat di perjalanan, ponsel Gerald berdering. Naura melirik sekilas, tertera nama 'Sagara' di sana. Hal itu membuat Naura terkejut. Jantungnya berdetak kencang. Dia menoleh pada Gerald yang memasang earphone. "Halo, Kak. Ada apa menelpon ku? Acaranya sudah selesai?" "..." "Sebentar lagi aku pulang. Iya, kan aku juga sudah bilang tidak tertarik dengan pesta dansa itu. Ya sudah, aku tutup dulu ya." Gerald menutup panggilan teleponnya. Dia menatap Naura sambil tersenyum. "Kakakku hari ini menikah. Aku malah pergi," katanya. Sagara? Kakak? Menikah? Kenapa dalam urutan yang sama seperti apa yang dipikirkan Naura. "Kakak?" beo Naura. "Iya Sagara Kalingga. CEO dari perusahaan Pranoto. Kamu mengenalnya?" Jawaban Gerald berhasil membuat Naura terdiam membeku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN