Bela pati

1122 Kata
Aku terduduk di ruangan yang terhubung langsung dengan taman kerajaan. Dan, bersiap untuk di sidang oleh kakak-beradik ini. "Kamu, kemarin melakukan Bela Pati?" Ra-kakanda yang pertama kali mengeluarkan suara. Hm, anak MIPA cant relate .2 "Bela pati?" "Bela pati adalah, ekhm" Sebelum menjelaskan lebih lanjut kepadaku, Nertaja memperbaiki posisi duduknya. "Bela pati adalah, aksi bunuh diri yang dilakukan untuk membela kehormatan bangsa dan negaranya." HAAAAAAAAHHHHHHH????????? Membaca ekspresiku yang terlihat masih kebingungan, kakanda mengambil alih untuk menjelaskan. "Kudengar dari Nertaja, kamu memutuskan untuk bunuh diri karena merasa menjadi beban bagi kami, benar begitu Ratu?" "Ehm, iya." "Apakah kamu melakukan hal itu juga karena takut membuat nama bangsa atau nama asal kerajaanmu tercemar?" Tiba-tiba sekelebat bayangan masa lalu terlintas di kepalaku, "Kamu itu sakit terus. Bikin malu aja." "Sakit ya sakit aja. Ngga usah ngerepotin orang lain. Malu, Tu" Jika dipikir-pikir, iya. "Iya, aku tidak mau membuat orang-orang dekatku malu lagi dan merasa aku banyak menjadi beban bagi orang lain." "Kamu melakukan ini untuk orang lain?" "Iya." Ra-, kakanda dan Nertaja mengangguk-angguk, aku tertawa hambar. "Ratu, bersyukurlah karena semenjak kamu tiba hingga saat ini, rombongan kerajaan sedang keluar untuk mengikuti ekspedisi Maha Patih. Jadi tidak ada yang curiga denganmu." Aku manggut-manggut. Tapi, siapa Maha Patih? "Geu.. (anu..), Maha Patih itu siapa?" Kakanda dan Nertaja menatapku dengan tatapan bingung seolah-olah itu adalah pertanyaan teraneh yang pernah mereka dengar semasa mereka hidup. "Maha Patih itu adalah Gajah Mada, Ratu." Jelas Nertaja secara singkat. Tapi dari nada bicaranya aku yakin bahwa ia pasti akan melanjutkan kalimatnya. Wah, aku benar-benar berada dalam era kerajaan saat ini. "Omong-omong Ratu, dari mana kamu berasal?" Ouch, dia benar-benar mempertanyakannya. Kakanda hanya menyimak getaran yang terjadi antara aku dan Nertaja. "Aku, aku tidak bisa memberitahukannya, Tapi aku juga tidak berbahaya untuk kalian. Aku berjanji." "Kamu benar-benar tidak akan memberitahukan asal usulmu kepada kami?" Tanya kakanda dengan penuh selidik. Sebenarnya aku juga tidak bisa jika harus terus-terusan menyembunyikan identitasku kepada semua orang. Tapi untuk memberitahu mereka saat ini, aku belum bisa. "Suatu saat nanti, kalian pasti mengetahui aku dan apa yang terjadi denganku. Suatu hari nanti, aku akan memberitahukannya kepada kalian. Kumohon, beri aku waktu." Kakak-beradik itu saling tatap pada awalnya. "Kamu yakin, kamu bukan orang yang berbahaya?" Tanya kakanda lebih dalam lagi. "Yakin." Tapi mengapa aku tidak yakin? -K *** Setelah acara minum teh yang berakhir dengan kecanggungan itu, aku kembali ke kamar dan hanya rebahan. Ini sampe pegel semua alig. Menghilangkan pegal, aku mulai mencoba berkeliling istana menggunakan baju yang sangat tidak biasa ku gunakan. Jarik. Jika rambutku disanggul ke atas, maka orang-orang akan dengan mudah melihat bagian leherku. Err, agak menggelikan. "Ndoro? Ada yang bisa hamba bantu ndoro?" Tanya salah satu dayang-dayang yang kebetulan melihatku sedang melintas. "Oh, tidak ada. Silahkan lanjutkan pekerjaanmu. Ah sebentar--" Bagaimana jika membantu dayang-dayang? "Anu.." "?????" "Apakah saya bisa membantu kalian?" "???" Dayang-dayang tersebut memperlihatkan ekspresi bingung disertai takut. "Maksud ndoro bagaimana?" "Yah, membantu kalian di dapur, memasak, mencuci piring, menjemur pakaian, aku tidak bisa melakukan hal seperti itu?" Dayang-dayang tersebut nampak terkejut dengan apa yang barusan ku tanyakan. "Dak bisa ndoro, kecuali ndoro sudah mendapat izin dari Yang Mulia Maha Raja." Rolling eyes mode: On .2 "Tapi saya tuh bingung mau ngapain." Aku lalu mempoutkan bibir. Entahlah, dayang-dayang tersebut akan gemas karena merasa lucu atau gemas dan ingin menabok. "Ada baiknya jika ndoro meminta izin dulu kepada Yang Mulia. Karena hamba tidak berani jika langsung mempekerjakan ndoro." "Yah.." Aku menundukkan kepala karena merasa sedih. Sedih betulan, bukan di buat-buat. "Tapi jika ndoro diizinkan, ndoro bisa langsung menuju belakang istana untuk bergabung bersama kami." Aku mengangkat kepala dan tersenyum riang. Yah sengganya ga gabut-gabut banget lah. "MAKASIH BANYAK YA, AHAHAHAHAHA" Lalu aku menggenggam tangan dayang-dayang tersebut dan mendatangi kakanda dengan hati yang riang gembira, Hingga lupa bahwa aku sedang menggunakan pakaian-yang-sangat-rapuh. "HAHAHA- AHHHH" BAJUNYA MELOROT GILA. Aku langsung menjadi pusat perhatian orang-orang istana yang sedang melintas. Mengetahui yang teriak itu aku, mereka langsung berbondong-bondong mendatangiku. "Ndoro kenapa?" "Ada yang bisa kami bantu ndoro?" "Ndoro?" Saat ini aku dihadapkan oleh dayang-dayang. Malunya terasa sampai ke kromosom. "Ehm. Tolong, tutupi saya. Kain yang saya gunakan baru saja terbuka." Aku mengatakan hal tersebut sambil menunduk dan menahan entah tawa atau tangis. Lalu mereka benar-benar menutupiku dan menghadap ke arah luar. Aku pun segera memperbaiki jarikku. Terkutuklah kau wahai sifat petakilanku. "Kalian sedang apa?" HAH SUARA INI! KENAPA HARUS MUNCUL SEKARANG?! "Y-Yang mulia." Dayang-dayang tersebut terdengar gugup sekaligus takjub(?) menghadapi seorang kakanda. Mungkin mereka setengah takjub karena beberapa dayang-dayang yang menutupiku terlihat masih muda. Yah itu wajar karena kuakui, Ehm, kakanda memanglah tampan. Ini kalo dayang-dayangnya bubar karena kelakuan raja satu itu, kakanda, kita beneran tawuran. "Mohon ampun yang mulia, kami sedang membantu Ndoro Ratu yang----" "DIA KENAPA?" Hawa-hawanya ga enak nih .2 Aku cepat-cepat memasang jarikku dan mengusahakannya tidak terlepas sewaktu-waktu lagi. "A-anu Yang Mulia—" Lalu aku mendengar suara rintihan dayang-dayang yang ditarik oleh kakanda. Dan, kami pun saling tatap. Sukur gue udah selese pake jariknya. "Ada apa?" Aku ternganga beberapa saat. Apakah aku harus memberitahunya bahwa aku baru saja tanpa sengaja hampir mengekspos tubuhku sendiri di depan umum? "Aku tidak ap-" "Kamu kenapa?" Kali ini ia menggunakan suara dinginnya serta menatapku dingin. "Tapi kamu tuh ga perlu tau, kakanda." Tidak peduli dengan logat kota ku yang keluar. Aku hanya memasang muka melas depannya. Merasa tidak puas, ia menatap dayang-dayang yang ia tarik tadi dan menanyakan hal yang sama. Aku hanya bisa memasang muka pasrah dan menatap kakanda dengan kesal. "Anu Yang Mulia, tadi saat berjalan, Ndoro terlihat sangat bersemangat. Hingga tanpa sadar kainnya hampir terbuka (terlepas)" Aku berdehem pelan. Aku yakin sekali sekarang mukaku memerah seperti muka Moon Gayoung di EXO Next Door. "Ehm, sudah tau kan? Menyingkirlah." Kakanda langsung memberiku jalan. Aku langsung jalan dengan sok anggun karena sambil mengurangi rasa malu. Setelah meninggalkan kumpulan orang-orang tadi, aku baru ingat. Lah iya kan tadi gua mau ketemu kakanda. Mau tidak mau aku membalikkan badan. Eh, astaga kaget Ketika aku membalikkan badan, aku langsung terkejut karena melihat leher seseorang. Siapa lagi? Ya kakanda lah! "Semenjak kapan kamu disitu?" Aku akhlakless banget. "Sedari tadi." Aku hanya menghembuskan napas. Merasa kok makin kesini hidup gue makin aneh-aneh aja sih yah kira-kira begitu. "Baiklah, langsung ke inti saja. Apakah aku boleh membantu dayang-dayang bekerja?" Kakanda terdiam sebentar. Bahkan orang-orang yang lewat juga sampai berhenti melakukan pekerjaan mereka. "Kamu, kenapa bertanya begitu?" Aku menghembuskan napas perlahan. "Aku bosan. Aku tidak tau mau melakukan apa. Aku ingin pulang." Kakanda pun menatapku sambil memiringkan alisnya. "Pulang kemana? Kan ini rumahmu?" Aku pun terdiam. "Sudahlah, Nevermind." Aku meninggalkan kakanda dan melangkah pergi dari tempat itu. "Kamu bisa membantuku. Di ruanganku." DEG. "Di ruanganmu?" Yang ditanya hanya mengangguk yakin. Idih, gila aja. Masa harus seruangan?! -R Mari kita lihat, apakah kamu berbahaya. -K
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN