Saat ini aku sudah duduk tenang di meja makan yang hanya berisi aku, Raja yang tadi, dan adeknya. Sungguh kecanggungan yang luar biasa.
"Ba-"
"UHUK"
Karena makan terlalu tegang, aku jadi terkejut dan tersedak sendiri ketika salah satu dari orang di depanku mengeluarkan suara.
Ugh, malu.
"Ada apa Ratu? Apakah kamu merasakan sesuatu yang salah pada makanannya?
Lalu aku menggeleng cepat.
"A-Ani, (T-Tidak), eh maksud saya, makananya sangat enak sehingga saya terlalu fokus untuk makan dan terkejut ketika mendengar suara."
Lalu aku cengengesan untuk mencairkan suasana.
"Maaf Ratu, kakanda masih terlalu takut dengan apa yang dialami oleh Raja sebelumnya. Ia dibunuh oleh tabib istana. Jadi jika kamu merasa ada sesuatu yang salah, segera kabari kami ya?"
Wah mantap banget tabibnya. Bunuh diri secara ga langsung.
"Ah iya. Makanannya baik-baik saja. Hanya saja saya yang terkejut. Maaf membuat khawatir."
Lalu untuk menghilangkan kegugupan, aku meminum air yang disediakan secara tergesa-gesa.
"Eh Ratu Itu-"
"HUAH-"
Aku yang terkejut dengan panasnya teh yang disediakan, langsung berdiri dan memundurkan kursi, serta tanpa sengaja menjatuhkan cangkir tersebut.
Sang Raja terkejut.
Adiknya terkejut sampai terpelongo.
Aku hanya bisa menutup mulut dan menahan sakit karena panas.
Keributan macam apalagi ini Ya Tuhan..
Aku langsung menunduk dan membersihkan pecahan yang berserakan. Cangkir, Err gerabah yang ku jatuhkan tadi memiliki ukiran yang menarik.
Pasti harganya mahal T.T
"Ratu jang-"
"Awh"
Darah pun mengalir dari jari telunjukku. Adik dari Raja itu langsung berdiri dan menghampiriku.
"Seharusnya dayang-dayang saja yang membersihkannya. Kamu itu tamu disini."
Aku pun terduduk pasrah karena kekacauan yang sudah ku buat.
Jika aku mati, aku bisa kembali ke masa depan?
Aku lalu mengambil salah satu pecahan tadi ketika adik Raja serta Raja itu sendiri sedang sibuk memanggil pelayan dan dayang-dayang.
Aku tersenyum karena merasa beruntung masih dipertemukan dengan mereka dan semerepotkan apapun aku, mereka tetap membantuku serta merangkulku.
Aku tidak akan berguna di sini. Aku hanya akan membuat masalah seperti hari ini.
"Ehm, Nertaja?"
Adik dari Raja itu langsung menoleh ke arahku.
Huf, syukur tidak salah sebut.
"Bisa kemari sebentar?"
Nertaja mendatangiku. Sedangkan Raja tadi masih membagi tugas kepada pelayannya serta menyuruh mereka menyiapkan keperluanku selanjutnya.
"Aku di sini hanya menjadi beban bagi kalian."
Aku mencoba tersenyum semanis mungkin. Kemungkinan ini akan jadi senyum terakhir dalam hidupku.
"Tidak apa Ratu, kamu disini dan kami menghormati kamu sebagai Tamu."
"Terimakasih banyak Nertaja. Sampaikan pula Terimakasih dan maaf ku kepada kakanda."
Wait? Kakanda? Kenapa mulutku berkata begitu?
Aku menggenggam pecahan tersebut semakin kuat. Bisa kurasakan sudah ada darah yang mulai mengalir dari jari-jariku.
"Maksudmu Ratu?"
"Terima kasih."
Aku langsung menggoreskan pecahan tersebut ke arah perkiraan denyut nadiku. Aku tidak mau membebani lagi. Anggaplah ini yang terakhir kalinya.
Aku langsung terjatuh ke pelukan Nertaja, dan yang terakhir kali kulihat hanyalah muka cemas seseorang yang baru-baru saja ini kukenal sebagai "Raja".
Dan gelap.
Kenapa kamu menyerah?
Aku mencari asal suara itu. Namun nihil, aku hanya sendirian di ruang serba putih tanpa batas ini.
Aku tidak kuat. Aku tidak mampu merepotkan orang lain lagi.
Ini terlalu berat untuk ku atasi sendiri namun aku juga tidak mau memberatkan orang lain lagi.
Hening cukup lama.
Apa ini? Apakah aku masuk neraka?
Yah, tidak heran. Aku saja bunuh diri.
Kamu teringat dengan masa lalumu?
Seketika sekelebat bayangan masa lalu terlintas di kepalaku.
"Bisa gak sih gak usah ngerepotin orang lain?"
"Ratu, orang-orang yang punya penyakit itu biasanya ada masalah sama keluarganya."
"Masa cuman gini aja lo sakit sih? Pas bayi ga pernah di rawat?"
Aku kembali menangis mengingat hari-hari menyakitkan itu.
Hah, bahkan di alam baka pun aku juga menangis.
Jika dihitung-hitung, aku sudah menangis tiga kali dalam hari ini. Seperti waktu makan saja.
Ratu, dengar ini baik-baik.
Aku menengadahkan kepalaku ke atas. Entahlah, aku merasa asal suara itu berasal dari atas.
Kamu itu kuat.
Kamu itu bisa.
Yang orang lain lihat adalah apa yang mereka percaya.
Dan yang mereka percaya bukanlah dirimu yang sebenarnya.
Kamu memberatkan orang lain? Itu hal yang wajar, Ratu.
Manusia di muka bumi ini tidak ada yang bisa hidup sendiri.
Pasti saling meminta bantuan satu sama lain.
Ingat, kita dihidupkan bukan hanya untuk hidup, tapi juga untuk saling membantu satu sama lain.
Dan juga,
Untuk melengkapi satu sama lain.
Aku berhenti menangis. Ruangan putih tadi tiba-tiba menjadi gelap.
Aku memejamkan mata, gelap.
Aku membuka mata, juga gelap.
Hm, negatif mati positif buta?
Aku memejamkan mataku dan mencoba untuk tidur saja. Namun ada rasa yang janggal.
Dan tiba-tiba aku merasakan badanku diguncangkan dengan guncangan yang dahsyat, sambil ku dengar suara seorang perempuan masih menangis meraungkan namaku.
Hanya seorang, bukan enam orang.
Yang artinya aku masih terjebak di masa lalu.
"Ratu, bangunlah."
Suaranya sudah melemah dan aku merasakan pegangan tangannya yang sangat kuat.
Aku membuka mataku dan mendapati seseorang yang kutau bernama Nertaja sedang menangisiku.
Bukan, tepatnya menangisi pemakamanku.
GUE MAU DIBAKAR GILA.
Sudahlah, aku pasrah. Aku hanya menggerakan tanganku untuk mengelus pelan kepala Nertaja yang masih menangisiku. Aku hanya kuat melakukan itu.
"Ra-Ratu? RATU?!"
Ya Tuhan, satu lagi pinta hambamu kali ini. Selamatkanlah telinga hamba hingga hamba kembali ke masa depan.
"KAKANDA IA SUDAH SADAR!"
"APA?"
Aku hanya menunjukkan senyum tipis ketika melihat muka Raja yang menunjukkan muka khawatir sekaligus bersyukur ketika melihatku kembali membuka mata.
Nertaja langsung membubarkan proses pemakaman dan meminta pelayan untuk membersihkan semuanya mengingat pemakamanku telah dibatalkan.
"Kamu sadar, kamu kuat."
Raja menggenggam tanganku dan mengusap rambutku secara perlahan.
Entah mengapa air mataku keluar.
Ah jadi begini rasanya di sayang?
Aku tidak yakin tapi mata Raja mengisyaratkan hal itu.
"Kakanda, apakah kamu mau memanggil pelayan untuk mengangkat Ratu?"
"Tidak usah. Aku yang akan membawanya ke kamarnya."
Aku tidak bisa menolak. Tanagaku rasanya benar-benar habis.
Lalu Raja mengangkatku dan membawaku kembali ke ruangan dimana pertama kali aku terbangun di sini. Ia juga tak lupa membaringkanku secara perlahan-lahan. Seperti memperlakukan sebuah kayu yang sudah sangat rapuh.
"Terimakasih banyak, Raja."
Bisikku pelan.
Lalu ia terlihat terkekeh kecil.
"Panggil aku kakanda saja Ratu. Kamu sudah kuanggap sebagai adikku sendiri."
Aku hanya tersenyum dan menggeleng pelan.
"Ini perintah."
Aw aku terpelatuq.
"Ah, iya."
Aku masih mengucapkannya dengan pelan.
"Kakanda, mari kita biarkan Ratu beristirahat terlebih dahulu. Ratu, besok kita harus minum teh bersama ya!"
Apa ini? Ia mengajakku untuk spill the tea? (Ghibah)
"Sampai jumpa esok Ratu, semoga tidurmu nyenyak. Jangan melakukan hal bodoh lagi karena besok kita akan banyak bicara."
Lalu Ra- Ah, kakanda meninggalkanku di kamarku dan menyusul Nertaja untuk kembali ke ruangan masing-masing.
Karena sudah terlalu lelah, malam itu aku pun tertidur nyenyak.