3. Lelaki dari masa lalu

1514 Kata
Sudah jelas harinya berantakan. Padahal membuka diri bukan hal yang mudah untuk Lamia, tapi dia sudah berusaha keras meyakinkan diri untuk mengikuti perkenalan yang diatur oleh sahabatnya, karena Lamia tidak ingin hidup sendiri di masa tua. Anggapan yang selama ini dia peluk erat, tentang hubungan lawan jenis dan hubungan romantis itu adalah sesuatu yang merepotkan, berusaha dia sangkal. Dia yakin semua akan baik-baik saja, karena dia percaya pada dirinya sendiri. Tapi ternyata, dirinya memang tidak seberapa menarik untuk lawan jenis. Hingga di pertemuan pertamanya, yang dinilai pertama kali adalah caranya berpakaian, bukan penampilan Lamia yang sudah berusaha dia poles sedemikian rupa. "Kayaknya, saya hampir enggak pernah lihat Mbak Lamia pakai dress begini. Cantik sekali." Pujian yang bertolak belakang antara dua orang lelaki yang dia temui hari ini. Yang satu menyebut dress yang dia pakai sebagai dress tahun 90an, sedangkan yang satunya lagi memuji bahwa dressnya cantik. Yang mana yang harus Lamia percaya? Lelaki yang pertama kali dia temui atau lelaki yang pernah jatuh cinta padanya? Lamia memindai penampilan lelaki di depannya. "Kalau dilihat dari penampilan kamu, kayaknya kamu lagi kerja. Iya, kan?" Setelan yang dikenakan oleh Ruu bahkan versi asli dari setelan yang dipakai Bambang sebelumnya. Kenyataan ini terasa lucu untuk Lamia karena Tuhan seolah ingin dirinya membandingkan antara Bambang dan Ruu. Lelaki yang merupakan adik tingkahnya itu, mengangguk. "Saya ada meeting di luar dan enggak sengaja ngeliat Mbak. Saya pikir cuma orang yang mirip, karena selama ini walau ada di kota yang sama, kita nyaris enggak pernah ketemu." Itu benar. Malah Lamia berpikir bahwa mungkin saja Ruu sengaja menghindar dari kemungkinan bertemu dengannya, walaupun anggapan itu hanya sekedar ilusinya saja. "Dan apa yang bikin kamu langsung deketin aku padahal kamu belum yakin itu aku atau bukan?" Ruu tersenyum. "Karena enggak ada ruginya sekalipun saya salah orang. Saya tinggal balik badan dan pura-pura salah jalan. Tapi.." Mata Lamia melebar saat Ruu keluar dari sekat antara kursi yang didudukinya dan meja, lalu membungkuk di depan Lamia begitu saja. "...kaki Mbak akan bengkak kalau dipaksa pakai sepatu ini terus. Padahal tadi juga udah lecet." Sejujur tubuhnya menegang, saat jemari Ruu tanpa sengaja bersentuhan dengan tumitnya. Lelaki itu sedang melepaskan heels yang Lamia pakai. "Itu kotor," gumam Lamia. Dia langsung menarik kakinya ke belakang hingga membuat Ruu mendongak. "Enggak kok," balas lelaki itu tenang. Padahal yang baru saja dilakukannya bukanlah hal yang wajar dilakukan pada seseorang yang baru dia temui lagi. Lamia juga sama anehnya, karena bukannya marah dan menendang lelaki yang lancang menyentuh bagian tubuhnya, dia malah tercekat dan tak kuasa menahan malu. Apalagi saat beberapa pengunjung tampak melirik penasaran pada mereka. Ruu kemudian bangun dari posisinya, kepalanya menatap ke arah luar restoran. Sesaat tadi, Lamia tidak bisa menolak ajakan Ruu untuk singgah di salah satu restoran yang masih di kawasan yang sama dengan restoran AYCE yang tadi Lamia datangi untuk bertemu Bambang. Ia hanya merasa seolah melarikan diri jika menolak ajakan lelaki ini. "Makanan kita sebentar lagi datang, jadi Mbak tunggu sebentar di sini ya!" Lamia mengerjap, bahkan belum sempat dirinya menjawab tapi Ruu sudah meninggalkan restoran itu dan berjalan entah kemana. Muncul asumsi di kepala Lamia, bahwa mungkin saja ini adalah adegan balas dendam lelaki itu dengan cara meninggalkan Lamia sendirian di restoran dan harus membayar makanan yang sudah terlanjur dipesan. Tapi jika memang seperti itu, bukankah balas dendam Ruu terlalu mudah? Untungnya, beberapa saat kemudian adegan itu langsung terusir dari kepalanya saat Ruu kembali masuk dengan membawa totebag di tangannya. Lelaki itu tersenyum, tangannya mengeluarkan sesuatu dari dalam totebag yang dibawanya. Sebuah merek yang Lamia kanal betul, store nya kalau tidak salah ada di ujung jalan ini. "Saya beli sesuai ukuran heels yang Mbak pakai, jadi seharusnya sih muat." Meneguk ludah, Lamia menatap pada flatshoes yang kini hadir di depan matanya. "Kamu..kenapa ngelakuin ini?" tanya Lamia, mengantisipasi. Sedangkan Ruu di depannya, tampak mengernyit. "Bukannya ini hal yang wajar dilakuin karena saya terlanjur lihat kaki Mbak bengkak karena pakai heels?" "Bukan karena ada maksud lain?" Pertanyaan itu mungkin termasuk blak-blakan dan tidak tahu terimakasih pada orang yang sudah berbuat baik padanya. Tapi ini dia lakukan karena Ruu bukan hanya sekedar kenalan biasa. "Kalau dianggap begitu, mungkin bisa dibilang enggak salah. Persentasenya sekitar 30℅? Tapi yang 70℅ nya itu karena saya mau bantu Mbak Lamia." Lamia terdiam. Masih memandangi antara flatshoes yang ada di atas meja dan Ruu yang ada di depannya. "Apa Mbak mau saya pakaikan?" Dengan cepat, tangan Lamia langsung meraih sepatu itu dan menaruhnya di bawah, memakainya kemudian. "Sudah aku pakai," katanya. Yang malah membuat Ruu tersenyum geli saat menatapnya. Heels yang sudah terlepas dari kakinya kemudian dia masukan ke dalam totebag yang tadi menjadi tempat flatshoes pemberian Ruu. Lalu makanan mereka datang. "Aku tahu, kalau kamu enggak akan terima kalau aku mau ganti uang sepatunya. Jadi, biar aku yang bayar makanan ini," kata Lamia, menunjuk makanan mereka. Ruu ikut menatap pada makanan yang baru dihidangkan, dia bergumam pelan. "Sayangnya, makanan ini juga udah saya bayar." * "Jadi, aku ini pengemis?" Lamia bergumam pelan. Pertemuannya dengan Ruu sama sekali tidak ada dalam rencananya. Tapi justru itu yang menjadi berkesan. Dulu, lelaki yang hobi memakai hodie itu selalu datang padanya, entah membawa makanan atau buku bacaan yang menjadi kesukaan Lamia. Awalnya, Lamia hanya menganggap itu sebagai bentuk favortitasi Ruu padanya, karena sejak awal, Lamia lah kakak tingkat yanh paling dekat dengan Ruu, di saat teman seangkatan Lamia dan bahkan teman seangkatan Ruu, enggan mendekati Ruu yang berpenampilan cupu, menurut mereka. Lalu saat Lamia naik tingkat lima, tersiar kabar bahwa Ruu adalah anak dari seorang pengusaha besar yang berbasis di Singapura. Saat itulah orang-orang mulai mendekati Ruu secara berlebihan, banyak yang sok akrab dan menempel pada Ruu. Tapi Ruu menolak dengan tegas mereka semua dan malah mendekati Lamia secara terang-terangan lalu menyatakan perasaan padanya. Lamia bukannya tidak menyukai Ruu yang baik hati dan hanya bersikap lembut padanya, tapi sejak awal mengenal lelaki itu, dia tidak pernah berpikir menjalin hubungan lebih dari sekedar teman dengan Ruu. Sehingga tanpa berpikir panjang, dis menolak pernyataan cintanya. Lalu mereka menjadi jauh secara natural. Ruu yang tidak lagi mendekati dirinya dan Lamia yang mulai sibuk menyusun skripsi. Hingga kelulusan, Lamia hanya pernah beberapa kali berpapasan secara kebetulan dengan lelaki itu, tanpa ada komunikasi yang terjalin. Kini, secara tiba-tiba Ruu muncul di depannya. Tepat setelah Lamia gagal dipercobaan pertama dalam menjalin hubungan dengan lawan jenis. "Enggak nyangka gue, kalau dia sesampah itu." Mata Lamia melirik ke arah Rima yang sampai membanting gulungan benang di tangannya. Lamia menceritakan apa yang terjadi saat bertemu dengan Bambang. Walaupun sebelumnya dia berpikir untuk mengatakan bahwa mereka tidak cocok saja, tapi Rima terus mendesak dan akhirnya membuat Lamia menceritakan semuanya. "Dia yang buta fashion, malah nilai orang sembarangan! Harusnya lo enggak cuma bayarin makanannya, tapi lemparin duit ke mukanya supaya dia bisa beli baju yang asli dan bukan KW!" Kepala Lamia menggeleng pelan. Tangannya lekas menggulir layar tablet untuk mengelompokkan pemesanan berdasarkan tanggal permohonan masuk. Sekarang sedang musim wisuda sehingga banyak calon wisudawati yang memesan kebaya modern padanya. Karena itu juga Lamia biasanya akan menyewa jasa adik tingkatnya di bidang desain untuk membantu, agar pekerjaannya tidak terlalu molor. Lihat itu! Dia bahkan menyempatkan diri untuk berinteraksi dengan Bambang di tengah kesibukannya, karena dia ingin mencoba yang namanya menjalin hubungan antar lawan jenis. Tapi belum apa-apa, dirinya malah dibuat patah arang. "Udah enggak usah kencan buta lagi! Lo cantik, lo kaya dan lo punya banyak duit. Biarin jodoh datang sendiri ke lo! Kalau emang enggak datang, lo bisa sumpal mulut orang-orang yang ngomongin lo sebagai perawan tua pake duit!" Lamia tertawa mendengar apa yang dikatakan oleh Rima. "Rugi banget gue, harus nyumpel mulut mereka pakai duit yang susah payah gue kumpulin." Mata Rima mengerjap. "Iya juga sih. Mending naikin gaji gue." Kepala Lamia menggeleng lagi. Dia selalu takjub dengan tingkah ekspresif sahabatnya itu. Padahal Lamia yang melihatnya saja merasa lelah dengan semua gerak tubuh yang dilakukan Rima seharian. Belum lagi, Rima masih memiliki tenaga untuk berkencan dengan pacarnya sepulang kerja. Luar biasa! Entah darimana energi sebesar itu Rima dapatkan. Ting! Denting lembut dari ponsel Lamia, membuat fokusnya teralih. Dia menipiskan bibirnya, langsung menyambar ponsel itu dan membuka pesan yang masuk. 'Kalau Mbak enggak mau berhutang, Mbak bisa ajak saya makan lain kali.' Anak ini, tipu muslihatnya ada-ada saja. Setelah Lamia tahu bahwa makanan mereka juga dibayar oleh Ruu, Lamia memaksa untuk mengirimkan sejumlah uang, setidaknya senilai makanan yang mereka makan. Tapi Ruu menolak dengan kukuh. Lelaki itu bahkan langsung berdiri setelah makanannya habis dan pamit dengan alasan masih ada pekerjaan. Dan Lamia, sudah kalah telak sejak dia dengan kesadaran penuh memberikan kartu nama pada Ruu saat lelaki itu meminta, sebagai ganti semua yang diberikan. Siapa yang akan menduga, jika dia ditagih seperti ini oleh lelaki itu? Ting! 'Jangan anggap saya minta ganti atau minta imbalan, saya ngomong begini karena tadi Mbak keliatan kesal pas tahu saya udah bayar makanan kita.'. Lamia mendengus. Bahkan dia pun tidak memiliki alasan untuk benar-benar kesal pada anak itu. Ruu seperti dapat membaca apa yang ada di pikiran Lamia. "Siapa itu? Bukan Bambang, kan?" tanya Rima, penasaran. Kepala Lamia menggeleng. "Anak ular," balasnya yang membuat kening Rima berlipat-lipat saking bingungnya. **
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN