Chapter 07

1883 Kata
Reya melambatkan langkahnya ketika baru menyadari Nevan berada di depannya yang hendak masuk ke dalam lift, begitu juga dengan Reya. Nevan menahan pintu lift yang hampir tertutup saat melihat Reya berdiri di depan lift. Nevan menggeser tubuhnya untuk memberi ruang. Jika sekretaris nya bukan Reya, Nevan pasti sudah marah-marah karena Nevan punya aturan dimana harus sekretaris nya yang datang lebih dulu dan menunggunya sebelum Nevan tiba di kantor, tapi nyatanya selalu Nevan dululah yang tiba baru Reya. Seperti Reya lah bos Nevan. Karena sudah tertangkap basah, Reya masuk ke dalam lift bersama Nevan. Reya berdiri dibelakang Nevan seraya bersandar dengan mata yang tertuju pada sisi kanan dan kiri Nevan dimana tidak ada Zio seperti biasanya. "Good morning, Sir." Ketika baru keluar dari lift Nevan langsung mendapatkan sapaan dari karyawan-karyawan yang berpapasan dengan Nevan dan Nevan membalas sapaan tersebut dengan seulas senyum. Reya duduk di kursinya sambil menatap Nevan yang baru masuk ke ruangan. Reya tidak langsung mengerjakan tugasnya yang begitu menumpuk melainkan termenung. Tiba-tiba saja Reya merasa sedih ingin menangis membayangkan hubungan dirinya dan Nevan sekarang, rasanya sakit melihat mereka seperti orang asing yang sama sekali tidak berniat untuk saling mengenal satu sama lain. Reya menggeleng kecil menepis hal-hal yang membuatnya sedih dan menghela napas untuk menenangkan dirinya. ^•^ Reya menyandarkan tubuhnya saat melihat Zio berdiri di depannya sambil memegang sesuatu. Reya menghela napas karena Zio berjalan mendekatinya dan menarik kursi yang selalu ada dibelakang Reya yang Reya tidak ketahui apa maksud dari keberadaan kursi tersebut. Zio yang sedang membawa kotak bekal menaruhnya di meja kerja Reya lalu naik ke atas kursi, dengan susah payah ia duduk dengan diperhatikan oleh Reya. "Tante Yaya, Io mau mamam." Zio mengambil kotak bekalnya dan menyodorkannya pada Reya. "Aku masih banyak kerjaan." Reya menatap komputernya mengabaikan Zio. Zio menyandarkan tubuh sambil memegang kotak bekalnya yang berada di pangkuannya. Zio diam malah membuat Reya merasa bersalah atas ucapannya barusan. "Sini," Reya mengambil kotak bekal Zio dan mulai menyuapi anak itu. "Papi..." Sapa Zio pada Nevan yang baru keluar dari ruangan. Nevan menatap Reya yang sedang menyuapi Zio makan dengan ekspresi yang datar. "Zio mamam nya sama Papi aja." Kata Nevan namun Zio menolak. "Sama Tante Yaya." "Tante Yaya lagi kerja, sama Papi, ya?" Bujuk Nevan dengan halus dan tetap tidak mempan untuk Zio. Saat Nevan ingin kembali membujuk Zio, ponsel Nevan berdering dan tak lama ia masuk ke dalam ruangannya seraya berbicara melalui telepon. Karena Zio tidak membawa minum, Reya terpaksa memberikan minum nya karena Zio sudah selesai makan. Reya menutup kotak bekal Zio dan menaruhnya di meja, tanpa mengeluarkan sepatah katapun Reya kembali melanjutkan pekerjaannya. Zio adalah anak yang pengertian, saat Reya fokus bekerja Zio tidak mengeluarkan suara sedikitpun dan saat Reya beristirahat sejenak untuk minum barulah Zio mengeluarkan suara bertanya sesuatu kepada Reya. "Tante Yaya," Dengan malas Reya menoleh sambil menutup tutup botol minumnya. "Io mau liat Tante Yaya senyum." Reya mengerenyit. "Tante Yaya gak mau senyum sama Io, iya?" Reya tertawa hambar, "sok tau." Ucap Reya kembali bekerja. Reya melirik Zio yang turun dari kursi dan berjalan ke arah ruangan Nevan, namun Zio kembali lagi membuat Reya menyiapkan diri jika Zio meminta sesuatu kepadanya. Namun di luar dugaan ternyata Zio kembali untuk mengambil kotak bekalnya yang lupa ia bawa dimana kotak bekalnya masih berada di meja kerja Reya. Reya memberikan ekspresi datarnya ketika Zio menyunggingkan senyum sebelum pergi. Dengan mudah Zio mendorong pintu ruangan Nevan yang memang tidak tertutup rapat agar Zio dapat masuk dengan mudah. ^•^ Reya meremas mouse yang ia pegang karena dari ekor matanya ia dapat melihat Zio keluar dari ruangan Nevan. "Tante Yaya," Reya berdecak, "apa..." Reya tidak melanjutkan ucapannya karena matanya langsung tertuju pada hidung dan mata Zio yang merah seperti sedang menahan tangis. Dari arah depan, Zio memegang tepi meja kerja Reya dengan kedua tangannya. "Papi sakit." Kata Zio dengan bibir bagian bawah sedikit melengkung. "Terus?" "Io gak bisa ulus Papi, Io gak punya Mami. Tante Yaya mau ulus Papi Io?" Dan ucapan Zio mampu menggetarkan hati Reya didukung dengan rasa iba nya terhadap anak menggemaskan itu yang sangat pintar dalam berkata-kata. Reya beranjak dari duduknya membiarkan Zio masuk lebih dahulu. Ketika Reya sudah masuk Reya langsung mendapati Nevan tengah berbaring di sofa. Reya berjongkok di depan Nevan untuk memeriksa kening Nevan. Reya sedikit meringis dan terkejut karena tubuh Nevan sangat panas. Reya keluar dari ruangan Nevan untuk mengambil ponselnya hendak menghubungi dokter pribadi Nevan yang Reya ketahui melalui catatan yang Dira beri tempo hari. Saat Reya kembali masuk ternyata mata Nevan yang tadi terpejam sudah terbuka seraya merengkuh tubuh Zio dengan satu tangan. Seperti tidak bisa jauh dari Nevan, Zio melingkarkan tangannya di leher Nevan yang panas, mencium Nevan berkali-kali karena menurutnya dengan cara mencium Nevan lah bisa menyembuhkan Nevan yang sedang sakit. "Papi sakit Io sedih." Ucap Zio. Nevan tersenyum, "Papi gak sakit kok." Zio memeluk Nevan menjatuhkan kepalanya di d**a bidang Nevan. Nevan sedikit mendongak karena ternyata Reya berdiri di dekatnya. "Saya udah telfon dokter, bentar lagi ke sini." "Makasih." Balas Nevan seraya tersenyum. Reya berdiri memperhatikan wajah Nevan yang pucat, mengetahui Nevan sakit Reya tidak kaget karena tadi pagi waktu di lift wajah Nevan memang terlihat kurang segar. Selagi menunggu dokter, Reya berjalan ke suatu ruangan yang juga berada di ruangan Nevan yang berukuran luas. Reya mengambil air dingin dan handuk kecil untuk mengompres kening Nevan agar panasnya sedikit menurun. "Awas dulu." Kata Reya pada Zio. Zio yang sedang memeluk Nevan menyingkirkan tubuhnya memperhatikan Reya yang sedang berjongkok sambil memeras handuk yang dicelupkan ke air dingin. Reya sadar jika Nevan memperhatikannya dan Reya tidak memperdulikannya walaupun jantungnya sedikit berdebar-debar karena sudah lama ia tidak sedekat ini dengan Nevan. ^•^ "Masuk dulu." Reya menahan pintu mobil bagian belakang untuk Zio. Setelah Zio masuk Reya membukakan pintu untuk Nevan karena ia akan mengantarkan Nevan pulang, kondisi Nevan belum membaik dan tidak mungkin Nevan menyetir. "Lurus aja." Ucap Nevan dengan parau ketika melihat Reya sedikit kebingungan mengenai jalan ke tempat tinggalnya. Tidak sampai dua puluh menit, mobil Nevan yang dibawa oleh Reya sudah terparkir di rumah lantai dua dimana di sekeliling rumah tersebut terdapat tanaman hijau. Saat Reya hendak membuka pintu mobil untuk Nevan sudah dibuka terlebih dahulu oleh Nevan dan dengan langkah yang lunglai Nevan berjalan masuk ke rumahnya. Reya mengambil tas kerja Nevan mengunci mobil dan ikut masuk ke dalam rumah Nevan. Sore hingga menjelang malam, Reya masih berada di rumah Nevan untuk sekedar mengecek kondisi Nevan. Pukul delapan malam Reya baru teringat jika Zio belum makan, begitu juga dengan Nevan. Karena Nevan tertidur Reya keluar dari kamar Nevan, namun sebelum ia benar-benar keluar Reya mencari-cari sesuatu di kamar Nevan. Reya mencari foto ibu Zio ataupun foto pernikahan Nevan, tapi ia tidak menemukan apa yang ia cari dan Reya pun keluar dari kamar Nevan untuk pergi ke dapur. "Kenapa gak ada pembantu di sini?" Tanya Reya sambil mengecek bahan makanan yang ada di kulkas. Sejak ia menginjakkan kaki di rumah Nevan, Reya tidak melihat siapapun, termasuk asisten rumah Nevan sekalipun. Reya menoleh saat mendengar suara langkah kaki dan sudah ada Zio yang berjalan ke arahnya sambil menguap. "Tante Yaya ngapain?" "Masak." Reya menatap ke bawah karena rok nya yang melekat pas ditarik beberapa kali oleh Zio. "Tante Yaya bobok sini, kan?" Reya beralih menatap makanan yang sedang ia masak kemudian Reya menggeleng. "Papi Io masih sakit." "Terus kenapa?" "Io gak bisa jaga Papi." Nada suara Zio berubah sedih dan kembali berhasil menggetarkan hati Reya. Mengapa sekarang ia mudah sekali kasihan pada Zio? "Tante Yaya bobok sini, ya?" Reya memindahkan makanan yang telah selesai ia masak ke piring dan lanjut membuat bubur untuk Nevan karena makanan yang tadi ia masak untuk Zio. "Makan dulu." Reya mengangkat tubuh Zio dan menundukkan anak itu di bangku yang ada di mini bar. "Makan sendiri, aku mau buat bubur untuk Papi kamu." Untuk pertama kalinya Reya mau berbicara cukup panjang pada Zio. Zio mengangguk patuh seraya menyendokkan nasi, ayam goreng dan sayur yang sudah dipotong kecil-kecil oleh Reya ke dalam mulutnya. Reya kembali ke kamar Nevan setelah ia selesai membuat bubur dan Zio juga sudah selesai makan. Nevan masih berbaring dengan seluruh tubuh yang tertutup selimut. "Pak, kak, Nevan?" Gumam Reya seraya berpikir panggilan apa yang akan ia gunakan untuk membangunkan Nevan. "Bangunin Papi kamu." Ucap Reya kepada Zio. Zio naik ke atas tempat tidur yang tidak terlalu tinggi karena desain tempat tidur milik Nevan model minimalis. "Papi," panggil Zio dengan lembut. Tidak butuh waktu lama, selimut yang menutupi wajah Nevan sudah turun sampai ke leher. Nevan menatap Reya dengan matanya yang memerah karena menahan rasa panas yang tengah ia rasakan. "Makan dulu, abis itu obatnya di minum." Kata Reya sambil mengaduk bubur yang sudah ia buat. Nevan beralih duduk bersandar dan membuka mulut ketika Reya menyodorkan sendok yang berisikan bubur kepadanya. "Udah," Nevan memundurkan kepalanya ketika Reya menyuapinya untuk yang ketiga kalinya. "Sekali lagi." Nevan menggeleng. "Masih dua kali makan, seenggaknya sekali lagi." Reya menaruh mangkuk bubur di nakas memegang rahang Nevan dan memasukkan bubur ke dalam mulut Nevan dengan paksa. Nevan menelan dengan paksa bubur yang ada di mulutnya walaupun sebenarnya ia sudah sangat ingin muntah. Selesai makan Reya memberikan Nevan obat dan langsung diminum oleh Nevan karena ia ingin cepat-cepat tidur karena badannya terasa begitu lelah dan sakit. Nevan sudah tertidur, Reya dan Zio belum. Mungkin alasan Reya belum tidur karena ia masih sibuk mengurus Nevan sedangkan Zio belum tidur entah karena alasan apa. "Tidur," ujar Reya pada Zio sambil menarik selimut Nevan sampai ke leher. "Tante Yaya peluk Io, bisa?" Reya menatap Zio dengan wajah lelahnya karena ia sudah mulai ngantuk. "Harus?" Zio menunduk, "sebelum bobok Io dipeluk Papi, tapi Papi sakit." "Sebelum tidur dipeluk dulu?" Tanya Reya memperjelas ucapannya Zio. Zio mengangguk. Reya menatap jam yang menunjukkan pukul sepuluh malam, Reya tidak pulang melainkan bermalam di rumah Nevan. Namun Reya bingung harus tidur dimana sedangkan ia tidak tahu letak kamar lain. "Tante Yaya," panggil Zio. Reya menghela napas dan bangkit berdiri dan terdiam di tempat ketika Zio berbaring di sebelah Nevan. Maksudnya Reya memeluk Zio di tempat tidur Nevan? "Kamar kamu dimana?" "Io bobok sini sama Papi." Zio menepuk-nepuk sisi tempat tidur yang kosong. "Jadi aku peluk kamu di sini?" Reya menunjuk tempat tidur Nevan. Zio mengangguk. "Tante Yaya sini." Zio menepuk sisi tempat tidur untuk Reya yang tersisa cukup untuk tubuh Reya. "Io mau bobok." Lanjut Zio karena Reya tidak kunjung tidur disebelahnya. Reya pun melangkahkan kaki setelah melihat mata Zio mulai sayup. Dengan perasaan yang bercampur aduk Reya mulai berbaring di sebelah Zio. Saat Reya membuka ikatan rambutnya yang di kuncir kuda Zio langsung melingkarkan tangan di pinggangnya. Zio mendongak, "Tante Yaya peluk Io." Ucap Zio karena Reya tidak kunjung memeluknya. "Waktu tidur sama aku kamu gak minta peluk, kenapa sekarang minta peluk?" Pertanyaan Reya justru membuat Zio menjauhkan tangannya dari pinggang Reya. "Gak usah ngambek, cepet tidur." Reya menarik tangan Zio. Zio tersenyum dibalik rasa kantuknya dan kembali memeluk Reya. Zio memeluk Reya ketika tangan Reya mulai memeluknya. Reya memeluk Zio sambil memperhatikan Nevan yang kebetulan tidur menyamping ke arahnya, karena melihat wajah damai Nevan tangan Reya bergerak mengelus punggung Zio dengan lembut. Zio sudah tertidur di dalam pelukan Reya, Reya yang berniat akan pindah ke sofa saat Zio sudah tertidur seketika lupa dan akhirnya ia ikut tertidur bersama Zio, dan juga Nevan dengan Reya masih memeluk tubuh mungil Zio.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN