bc

Seragam yang Berkhianat

book_age18+
0
IKUTI
1K
BACA
love-triangle
family
arrogant
police
drama
tragedy
bxg
city
office/work place
war
musclebear
affair
like
intro-logo
Uraian

Setelah naik jabatan, aku malah berpaling hati. Istri yang menemani sejak awal pernikahan justru tak lagi menarik. Seorang polwan muda telah mencuri hati ini. Polwan yang cantik, berani dan juga pintar bermain kata. Hingga membuat aku terlena.....

chap-preview
Pratinjau gratis
Pelantikan Kapolsek
Pelantikan itu seharusnya jadi momen paling membanggakan dalam hidupku. Setelah dua puluh tahun berdinas, akhirnya aku diangkat sebagai Kapolsek Sukatani. Sebuah jabatan yang dulu hanya bisa kubayangkan saat mengenakan seragam pertama kali di SPN. Hanya saja pagi itu, rasa bangga justru dibalut perasaan aneh yang tak bisa kusebutkan. Bukan gugup, bukan haru tapi semacam... malu. Bukan karena jabatan. Tapi karena wanita yang berdiri di sampingku-Nadira. "Mas, jilbabku miring nggak?" bisiknya pelan sambil merapikan jilbab syar'i warna salem yang menjuntai panjang. "Gak." "Beneran, Mas?" Aku hanya mengangguk singkat, meski jujur aku tak memperhatikan sama sekali. Pandanganku justru tertuju pada deretan tamu undangan yang duduk rapi di bawah tenda putih. Pejabat-pejabat, wartawan lokal, dan tentu saja, para anggota Polres yang hadir untuk menyaksikan momen ini. Semua begitu rapi, begitu gagah. Saat kulirik Nadira lagi-dengan gamis longgar dan make up seadanya-aku merasakan sesak yang tiba-tiba. Ia terlihat seperti bukan bagian dari dunia yang kini kujalani. Sementara istri-istri temanku yang lain tampil begitu modis, walau juga memakai hijab. Mungkin mereka pergi ke salon sehingga semua tampak serasi. "Mas Damar, ini nama lengkapnya benar ya?" tanya panitia pelantikan sambil menyerahkan kertas rundown acara. "Iya, Kompol Damar Mahendra," jawabku cepat. Aku berdiri lebih tegak, membetulkan seragam dinas yang baru kuganti pagi ini. Pangkat baruku mengilap di bahu. "Dan ini istri bapak, Ibu...?" "Nadira Rahmani," jawabku pelan. Lalu tanpa sadar aku menambahkan, "Dia ibu rumah tangga." Sejenak mata panitia itu melirik Nadira. Senyum basa-basi muncul di wajahnya. Aku tahu, dia tak bermaksud menilai. Tapi entah kenapa, aku merasa terhakimi. Acara dimulai. Sambutan demi sambutan. Aku duduk di barisan depan dengan Nadira di sampingku. Ia menggenggam tanganku, sesekali tersenyum bangga. Sayangnya, senyum itu tak sanggup menutupi rasa kontras yang makin terasa. Dan lalu dia datang. Polwan berpangkat brigadir itu berjalan masuk bersama rombongan kecil dari Polres. Aku belum pernah melihatnya sebelumnya. Kulitnya cerah, rambut hitam pendek tetapi rapi. Dan meski berseragam, ada aura segar dan percaya diri yang terpancar dari setiap langkahnya. "Siapa dia?" bisikku pada rekan di sebelahku, Ipda Haryo. "Oh, itu Kalya Prameswari. Baru dipindah tugas ke sini dari Polda. Katanya sih anak orang kuat. Cerdas, tapi juga stylish. Hehehe." Aku hanya mengangguk, tapi mataku mengikuti Kalya saat ia duduk di barisan samping. Cara ia menyapa orang-orang, senyum tipis yang ia berikan. Posturnya yang tinggi langsing... begitu berbeda dari Nadira yang kini sibuk memperbaiki letak kancing di lengannya. Saat giliran pengukuhan, aku dipanggil ke podium. Nadira ikut berdiri, ikut menerima selendang penghargaan dan karangan bunga. "Saya bangga jadi istri Mas Damar," bisiknya pelan saat kami berpose untuk foto. Aku tak menjawab. Yang kulihat saat itu hanyalah Kalya, berdiri di belakang barisan, memberikan tepuk tangan singkat sambil tersenyum datar. Dan untuk pertama kalinya sejak pagi, aku merasa... ingin seseorang seperti dia berada di sampingku. Selesai acara, para tamu mulai bersalaman. Seorang pejabat Pemda mendekatiku, tersenyum lebar sambil menepuk pundakku. "Wah, akhirnya ya, Pak Damar. Selamat. Ini istri, ya?" "Iya, Pak. Ini Nadira," jawabku agak canggung. Nadira tersenyum dan menunduk sopan. Tapi pejabat itu hanya mengangguk singkat lalu langsung menoleh ke arah lain. Seolah kehadiran istriku bukan bagian penting dari cerita. Lalu datang rombongan dari Polres. Dan di antara mereka, Kalya mendekat. Ia mengulurkan tangan dengan percaya diri. "Selamat atas pelantikannya, Pak Kapolsek," ucapnya sambil tersenyum. "Saya Kalya, baru pindahan dari Polda." Aku menjabat tangannya cepat. Hangat, tapi profesional. "Iya, saya dengar. Selamat bergabung di Polsek Sukatani," jawabku. Nadira masih berdiri di sampingku, tapi aku tak mengenalkannya. Entah kenapa, rasanya... tak perlu. Dan aku melihat sekilas mata Nadira yang menatapku. Ada sedikit kerut di kening, tapi ia diam. Seperti biasa, ia memilih diam. *** Malamnya, di rumah dinas yang baru, Nadira sibuk membereskan kotak-kotak berisi baju dan perabot. Suara cicak sesekali terdengar di sudut ruang makan. Aku hanya diam memperhatikan Nadira yang asik bekerja, tanpa berniat sekalipun membantu. Kulihat rona bahagia terpancar di wajahnya. "Mas, kita nggak usah pasang TV gede-gede, ya? Nanti mending buat simpanan Tabungan Haji," ucapnya sambil membuka kain penutup hiasan dinding kaligrafi. Aku mendengus, sama sekali tak tertarik dengan topik pembicaraannya. "Haji? Sekarang siapa yang mikirin itu? Kita butuh penyesuaian dulu. Aku Kapolsek sekarang. Banyak acara, banyak undangan. Aku butuh rumah yang pantas." Nadira terdiam. Tangannya berhenti bergerak. "Maksudnya, rumah ini nggak pantas?" Aku menatapnya. "Nadira, coba kamu lihat sekeliling. Lihat istri-istri polisi yang lain. Apa ada yang masih pakai hijab panjang ke acara resmi?" "Mas..." Nadira menunduk, suaranya lirih. "Aku cuma... aku pengen kamu bisa menyesuaikan. Aku butuh istri yang bisa mendampingiku, bukan cuma duduk diam di pojok acara." "Hijab itu menutupi d**a, Mas." "Tapi apa gak bisa dibagusin dikit modelnya waktu acara resmi? Kamu bukan mau pergi pengajian!" bentakku kesal. Matanya mulai basah. Tapi seperti biasa, ia menahan. Nadira selalu menahan air matanya sekuat mungkin. Nadira tak pernah melawan dan terlalu penurut. "Lain kali, jangan bikin aku malu. Lihat situasinya. Suamimu ini sekarang punya jabatan. Bukan orang sembarangan." "Iya, Mas. Maaf. Melihat sikapnya yang begitu, justru malah membuat aku kesal. Aku bangkit dan mengambil rokok dari laci, lalu menuju teras. Sambil menyalakan sebatang rokok, pandanganku melayang ke langit malam. Suara jangkrik di kebun belakang terdengar jelas, tapi yang terngiang justru suara Kalya saat menyebut "Pak Kapolsek" dengan senyum manisnya. "Kalya." Tak sadar bibirku ikut tersenyum kecil. Senyum yang bukan untuk Nadira. Saat kutatap kembali ke dalam rumah, kulihat dia duduk di lantai ssmbari memeluk lutut, sendirian. "Maaf, Nadira," bisikku dalam hati. "Tapi aku berubah." Aku termenung sembari membayangkan sesuatu. Besok pagi, aku akan memulai hari pertama sebagai Kapolsek. Dan Kalya... sudah dijadwalkan untuk menjadi staf penghubung humas di ruanganku. Sudah kubayangkan betapa sibuknya aku mengurus banyak hal. Aku ingin memberikan yang terbaik. Akan kukerahkan segenap jiwa raga untuk berbakti kepada negeri. Semangatku begitu berapi-api, saat tiba-tiba ponselku bergetar pelan. Sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal. "Terima kasih sudah membuat acara tadi menyenangkan, Pak Kapolsek. Kita akan sering ketemu, ya?" Aku menatap layar itu lama. Bibirku kembali tersenyum. Pucuk dicinta ulampun tiba. Wanita yang aku bayangkan sejak tadi tiba-tiba muncul tanpa diduga. Tanpa sadar, jariku mengetik balasan. "Tentu. Saya juga menantikannya, Kalya."

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Beautiful Pain

read
13.6K
bc

DIHAMILI PAKSA Duda Mafia Anak 1

read
40.9K
bc

MY LITTLE BRIDE (Rahasia Istri Pengganti)

read
19.3K
bc

Oh, My Boss

read
387.0K
bc

Revenge

read
35.5K
bc

Penghangat Ranjang Tuan CEO

read
33.8K
bc

Hati Yang Tersakiti

read
6.8K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook