"Re! Lo gak dengerin gue cerita?" Mendengar ucapan Nabila membuat Rere sadar dari lamunannya.
"Eh, gimana... "
Nabila mengerucutkan bibirnya sebal. "Ih, kok gak seru sih lo! Kan gue harus ngulang cerita gue."
Rere menghela nafas. "Ya udah cerita lagi, susah amat."
"Susah banget anjir!" ucap Nabila masih kesal.
"Jadi cerita, gak?"
"Jadi. Dengerin, tapi... "
"Oke! Gue dengerin deh."
"Gue tadi di bentak-bentak sama Rey. Gara-gara lo telat. Heran gue tuh, kenapa harus gue coba yang di bentak-bentak. Lagian Re, kenapa sih gue perhatiin Rey tuh kayak sensi sama lo. Kayak benci banget gitu. Kenapa coba?"
Ucapan Nabila membuat Rere bungkam. Pasalnya, Nabila merupakan sahabat barunya. Dan Nabila sama sekali tidak mengetahui kejadian yang sebenarnya.
"Apa jangan-jangan, lo pernah ada salah ya sama Rey?" tuduh Nabila. Rere mengalihkan pandangannya menatap Nabila. "Tapi, lo kan anak baru Re, mana mungkin lo ada masala, atau salah ke Rey. Kecuali...,"
Nabila tidak melanjutkan ucapannya. Membuat Rere bingung. "Kecuali apa?"
"Kecuali lo orang dari masa lalu, Rey."
Bungkam. Rere hanya bungkam, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Suasana hening beberapa saat. Hingga akhirnya Rere menyadari sesuatu.
"Eh Bil, bukannya kita ada kelas, siang ini?" ucap Rere. Nabila pun mengangguk, ia juga baru sadar sekarang.
"Ya udah yuk kelas. Takut banget gue kalau telat lagi," ajak Rere. Mereka pun bergegas menuju kelas siang ini.
***
"Astagfirullah, bidadari lewat!" seru Malik dan Daniel. Reflek, Reyhan mendongak kearah pintu. Sebenarnya Malik dan Daniel ingin mengerjai Reyhan. Karena sedari tadi Reyhan hanya diam, bahkan tidak ikut obrolan mereka. Tapi entah malah, saat Reyhan menatap pintu kelas, Rere dan Nabila masuk kedalam kelas. Hal itu membuat Reyhan membuang pandangannya.
"Duh, beneran bidadari gue, Nil," ucap Malik merapihkan rambutnya untuk menyambut Nabila.
"Bil! Pulang bareng Abang, yuk!" ajak Malik.
"Oke. Gue tunggu di parkiran, ya, Lik. Jangan lupa!" jawab Nabila. Malik bersorak gembira mendengar jawaban Nabila.
Rere menatap Reyhan, lalu ia berjalan menuju tempat duduknya.
"Eh Rey, di lihat-lihat Rere sejak pulang dari Singapore, jadi cangtip ya!" bisik Malik di telinga Reyhan.
"Apaan sih!"
"Kan definisi mantan itu, di tinggalin makin cakep, dodol!" sahut Daniel.
"Eh iya juga ya. Jadi pengen balikan sama, Mantan gue."
"Emang, lo punya mantan?" tanya Daniel. Malik menggelengkan kepalanya keras.
Tak!
Daniel menjitak kepala Malik. "Lo pacaran dulu deh, baru dapat mantan!"
"Anjirt! Sakit Nil!"
"Biar lo sadar," ucap Daniel geram. Malik menggerutu sebal sembari mengusap kepalanya. Lelaki itu menatap Reyhan.
"Rey... "
"Apaan."
"Ya elah, lo gak mau say hello sama mantan terindah lo?"
Reyhan menatap Malik dengan tajam. Membuat Malik diam tidak berkutik.
"Hati-hati ada anjing galak," bisik Daniel kepada Malik. Sedangkan Reyhan masih bisa mendengar ucapan Daniel. Dan akhirnya, Daniel mendapatkan tatapan tajam juga dari Reyhan
"Duh jadi horor gini, nih kelas."
"Lo sih! Ganggu macan tidur!" seru Malik. Tidak lama setelah itu, guru kelas mereka datang.
****
Kelas sudah selsai. Dosen yang bersangkutan pun, sudah berjalan meninggalkan kelas. Satu persatu mahasiswa maupun mahasiswi berjalan keluar kelas. Nabil dan Rere berjalan keluar kelas. Mereka masih me ngobrol-ngobrol di koridor.
"Jangan lupa, besok kita ada acara. Lo kan suka telat," ucap Nabila mengingatkan.
"Santai, besok gue gak telat! Janji deh!"
Nabila mengangguk. "By the way, gue duluan, ya. Kan gue ada janji sama Malik."
"Cie... sama Malik," ledek Rere. Nabila hanya malu-malu kucing mendengar ucapan Rere.
"Dah ah. Jangan gitu, gue malu... " rengek Nabila.
"Sok banget lo malu-malu kucing!" Mendengar ucapan Rere Nabila hanya tersenyum dan gadis itu pun berjalan menuju parkiran lebih dulu.
Brakk.....
Rere jatuh, karena ada sesuatu yang menabrak tubuhnya.
"Shhh.... sakit... " gumam Rere.
"Sorry, gak sengaja." Rere mendongak menatap lelaki di depannya. Setelah itu, lelaki tersebut berjalan lebih dulu. Bahkan sama sekali tidak menawarkan bantuan kepada Rere.
"Ngeselin banget sih! Udah nabrak, tapi gak bantuin!" seru Rere, membuat langkah kaki lelaki tersebut berhenti. Lelaki tersebut berbalik dan berjalan menuju Rere.
Reyhan mengulurkan tangannya. Rere diam, ia hanya mampu menatap Reyhan.
"Ayo... "
Dengan ragu, Rere pun menerima uluran tangan Reyhan.
"Udah, kan?" ucap Reyhan. Rere diam, masih menatap Reyhan. Sementara itu, Reyhan akan pergi. Namun, dengan segera Rere mencekal pergelangan tangan Reyhan.
"Rey.... tunggu bentar," ucap Rere.
Rere dapat mendengar helaan nafas Reyhan. "Kenapa lagi?"
"Lo benci banget, ya sama gue?"
"Menurut lo? " jawab Reyhan dengan menarik sudut bibirnya ke atas.
"Gue tahu gue salah, tapi.... "
"Gue gak butuh penjelasan basi lo." Reyhan langsung memotong ucapan Rere. Bahkan lelaki itu juga menghujani Rere dengan tatapan tajamnya.
Kedua bibir Rere berhasil terbungkam. Mungkin benar, tidak ada kata 'maaf' untuk dirinya. Bahkan cengkraman tangan Rere pada pergelangan tangan Reyhan perlahan mengendur. Hingga akhirnya, Reyhan berjalan lebih dulu, meninggalkan Rere di tengah koridor kampus.
"Rasa benci lo semakin buat gue ngerasa bersalah," batin Rere.
"Apa mungkin selamanya lo gak akan maafin, gue Rey?" gumam Rere menatap kepergian Reyhan.
***
Reyhan masuk kedalam kamarnya, lelaki itu langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Menatap langit-langit kamar. Hari ini menjadi hari yang paling lelah ia rasakan. Hari yang sangat amat menyiksa dirinya.
"Kenapa dia balik lagi? Kenapa?" gumam Reyhan kesal. Lelaki itu bangkit dan duduk di tepi ranjang kamarnya. Rasa sakit dan sesak 3 tahun lalu terbuka kembali, ketika sang penoreh luka datang lagi dalam kehidupannya.
Reyhan menatap sebuah pita pink. Tangannya meremas kuat pita tersebut. Kedua matanya sudah terselimuti kabut. Yang sebentar lagi akan berbuah menjadi air. Dadanya sesak seketika, mengingat pengkhianatan yang sangat melukai perasaannya.
Butuh waktu hampir 2 tahun agar Rey bisa sembuh dari traumanya. Tiba-tiba nada dering ponsel Rey berbunyi nyaring. Membuat lelaki itu melirik ponselnya. Dan mengambil ponsel tersebut. Sebuah telpon masuk.
"Halo, kok lama angkat telponnya? "
Suara seorang gadis yang begitu lembut menyapa indera pendengarannya.
"Aku, baru pulang dari kampus."
"Wow, gimana kegiatan hari ini? Menyenangkan, bukan?"
Menyenangkan? Bukan kah hari ini adalah mimpi buruk buat Reyhan?
"Eh, kamu udah makan belum?"
"Belum," jawab Rey sembari menggelengkan kepalanya.
"Sayang.... kamu harus makan. Nanti kamu sakit gimana? Kan kita jauh. Aku gak bisa ngerawat kamu, kalau kamu sakit."
Reyhan tersenyum kecil, mendengar celoteh kekasihnya. Hubungan LDR mereka sudah berjalan sekitar 3 bulan. Devi, gadis yang mampu meluluhkan hatinya. Devi adalah perban yang mampu membalut luka di hatinya. Gadis kecil yang selalu merepotkan hidupnya. Gadis periang yang membuat batu es dalam hatinya perlahan mencair.
"Iya. Nanti aku makan kok. Janji gak akan sakit," ucap Reyhan. Di semester 4 ini, Devi baru saja masuk kedalam dunia perkampusan. Devi memilih kuliah di luar negri. Karena memang itu mimpinya sejak kecil.
"Tapi beneran makan loh. Aku gak mau dengar kamu sakit. Aku gak mau... "
"Iya sayang, tenang aja. Aku gak pa-pa kok. Lagian gak makan sehari juga gak akan mati," jawab Reyhan.
"Iya gak akan mati. Tapi kalau keterusan kamu bakalan mati," sahut Devi di seberang sana.
"Hahaha, iya deh iya Bu Dokter." Reyhan tertawa, mendengar ucapan Devi. "Eh kamu sendiri udah makan belum?"
"Ini aku lagi di kantin sama temen-temen. Mau liat gak?"
"Boleh. Kirim aja gambarnya," jawab Reyhan. Tidak lama setelah itu, Reyhan menerima gambar dari Devi. Gadis itu berselfie ria di tengah padatnya kantin kampus.
"Udah, kan? Oh iya bentar lagi aku ada kelas. Kamu jangan lupa makan, jaga kesehatan. Love you."
"Iya, kamu juga ya sayang. Love you to."
Setelah itu sambungan telpon terputus. Reyhan tersenyum menatap foto yang di kirimkan oleh Devi. Nampaknya, hanya Devi yang mampu merubah mood buruknya.
***
"Assalamualaikum, Rere pulang.... "
Rere melepas helm di kepalanya. Lalu ia berjongkok dan melepas sepatu di kakinya.
"Wa'alaikumsalam, makan dulu Neng," ucap Sekar sembari menata makanan di meja makan.
Rere duduk di kursi meja makan. "Ayah udah pulang, Bun?"
"Belom. Abang kamu juga belom pulang, " ucap Sekar.
"Ya udah deh. Rere mandi dulu aja. Nanti baru makan," ucap Rere beranjak dari duduknya dan berjalan menuju kamar.
Setelah mandi dan salat dzuhur, Rere duduk di tepi ranjangnya. Ia mengambil handuk dan mulai mengeringkan rambutnya.
"Kok tumben Raka gak nelpon gue? Apa dia sibuk? Tapi, bukannya semalam dia bilang hari ini free?"
Karena penasaran, dan rasa rindu yang berat. Rere pun memutuskan untuk menelpon kekasihnya, Raka.
"Assalamualaikum, Bang. Abang lagi sibuk, ya?" ucap Rere menatap lurus ke depan.
"Iya. Tiba-tiba Papi ngajak aku meeting soal proyek Pak Zainal. Kenapa? Kamu kangen, sama aku? "
"Kalau itu mah, Abang juga pasti tahu," jawab Rere mengukir senyum di kedua sudut bibirnya. Terdengar suara tawa renyah di seberang sana.
"Sabar, ya sayang. Secepatnya Abang pulang ke Indonesia. Melepas kerinduan kita."
"Janji, ya Bang! Rere sayang banget sama Abang," ucap Rere sembari tersenyum tipis.
"Iya, Abang janji. Eh bentar, ya. Abang di panggil sama Papi. Nanti malam Abang telpon lagi, see you cantik."
Saat Rere akan menjawab pertanyaan Raka. Malah Raka sudah lebih dulu mematikan sambungan telpon mereka. Rere menyimpan ponselnya. Lalu tiba-tiba teriakan melengking Bundanya terdengar dari ruang tamu.
"Neng, ayo makan! "
"Iya Bunda... " sahut Rere, gadis itu segera ke ruang makan.
****
"Lama banget sih lo, jalannya kayak siput," ucap Loren menatap adiknya yang berjalan lesu kearah meja makan.
"Bacot."
"Udah, kalian itu berantem aja!" ucap Sekar melerai pertengkaran mereka.
"Ayah mana, Bun?" tanya Rere yang sudah duduk di kursi.
"Ayah gak bisa makan siang bareng kita. Ayah sedang mengurus berkas," jawab Sekar yang memberikan piring kepada Rere.
"Pindah, lagi?" ucap Loren dan Rere bersamaan.
"Sepertinya gitu, tapi Bunda gak tahu kita mau pindah ke mana lagi," ucap Sekar menyendok kan makanan untuk anak-anaknya.
Loren dan Rere hanya menghela nafas kasar. Sedari kecil mereka memang sudah harus berpindah-pindah tempat. Karena pekerjaan Ayah mereka yang menuntut mereka harus menepati wilayah yang berbeda setiap tahunya. Bahkan terkadang mereka bisa pindah 5 kali dalam setahun. Hal itu yang mereka lakukan setiap tahunnya.
"Tapi kayaknya, kalian gak akan ikut pindah. Soalnya, Loren udah kerja. Rere juga udah kuliah. Jadi kemungkinan, Bunda yang akan ikut Ayah nanti. Loren, kamu jaga adik kamu di rumah."
"Kok gitu, Bun? Rere gak ikut pindah aja?" ucap Rere menatap Sekar.
"Enggak sayang, kamu kan udah kuliah malah ribet ngurus ke pindahan kamu."
Rere diam, padahal di dalam hatinya ia ingin segera pindah dari sini. Berharap di tempat yang baru, dia tidak menemukan Reyhan.
****