chapter 6 | Tak Sejalan

988 Kata
"Cinta itu nggak mesti berada di jalan yang sama. Lo suka itu, gue suka ini, kalo emang dasarnya jodoh ... ya gimana?" •••• Follow dulu yuk Rada21_myg "s**l, gerbang udah tutup belom, ya? Mana data masih mentah gini." April nyaris menangis saat angkot yang ia tumpangi tak juga melaju akibat indahnya kemacatan. Ia bolak-balik melirik jam yang melingkar apik di pergelangan tangan kurusnya lalu menatap panik ke sekeliling. s**l, bagaimana jika makalah itu tak sempat tercetak? Bukannya takut pada guru, ia malah lebih takut jika Abim marah atau bahkan akan men-capnya yang tidak-tidak. Ini semua karena ia kesiangan, kelelahan akibat latihan dance sore kemarin juga tugas yang baru selesai saat menjelang pagi tadi membuatnya harus rela bangun dengan tergesa-gesa. Belum lagi lelah akibat kerja part time malam yang setiap hari ia lakukan, ah, rasanya Apri ingin menangis saja saat ini. Akhirnya wanita berambut pendek itu bernapas lega saat angkot yang ia tumpangi mulai melaju. Walau perlahan, yang penting ada harapan untuk tidak terlambat. Ah tidak, April bahkan rela terlambat demi menyelesaikan makalah itu. Jujur saja, alasan April sekolah tak lain dan tak bukan adalah si Fanboy ganteng itu. Tak akan pernah bisa April pungkiri bahwa menyukai Abim membawa dampak positif baginya. Buktinya, ia bisa bangkit dan semangat sekolah walau beberapa bulan lalu sempat ingin putus sekolah sebab masalah ekonomi. "Ini, Pak, kembaliannya ambil bapak aja." "Lucu si adek ih, orang uangnya pas." "Iya pak sama-sama." Rambut pendek gadis itu langsung terurai ke sana ke mari terbawa angin saat kaki jenjangnya mulai berlari menyeberangi jalan menuju toko alat tulis. Sedikit menghela napas saat melihat gerbang sekolah masih terbuka lebar. Lubang hidung bangirnya terlihat kembang-kempis dengan mulut terbuka juga mata yang menyipit, menandakan ia lelah karena menyebrangi jalan dengan cara berlari. Gadis itu terlihat memaksa menarik napas sembari menyodorkan sebuah flashdisk putih ke arah sang penjaga toko lalu berbincang sejenak perihal transaksi jual beli. Sembari menunggu, April membawa jemari panjangnya untuk menyelipkan beberapa helai rambut ke belakang daun telinga. Menarik napas dalam lalu membenarkan rok pendeknya yang terlihat keluar jalur. Maklum, ia melakukan segalanya dengan terburu pagi tadi. Tring! Jantungnya nyaris melompat saat melihat nama sang pengirim notifikasi. Haruskah April jelaskan lagi siapa gerangan? Siapa lagi kalau bukan si Fanboy tampan yang selalu menjadi pujaan bagi seorang Sisil Aprilia. Buru-buru gadis berambut pendek itu membuka chat lengkap dengan binar kebahagiaan. 'Buruan, gue gak mau ntar dihukum cuma gara-gara makalah.' Waw, ada apa dengan senyumnya? Mengapa langsung menghilang? Apa ia tadi berharap pesan itu berisi kata-kata manis atau sekadar sapaan manja pagi hari seperti apa yang ia impikan selama ini? Tolong, siapapun, sadarkan April, katakan padanya bahwa tak ada yang harus ia kecewakan dari seorang Abimana Prayoga. "Mbak, ini makalahnya." "Mbak, aku kurang cantik dan menarik gimana lagi coba?" "Aduh, gimana ya mbak." -ooOOoo- Abim langsung mematikan ponselnya saat seorang guru paruh baya terlihat melangkah memasuki kelas lengkap dengan tas sandang yang tersemat apik di lengan kanannya. Lelaki yang masih mengenakan sweater itu nyaris mengumpat saat kegiatan streaming bias-nya terhenti sebab kedatangan guru killer itu. "Yang pakai jaket tolong di lepas." Abim lagi-lagi menggeram emosi, memakai sweater atau jaket itu adalah salah satu kesukaan lelaki itu. Baginya, ia dan sang kulit akan terasa aman jika pakaian berbahan tebal itu membalut penuh tubuh bagian atasnya. "Abimana, sudah berapa kali saya katakan perihal jaket pada kamu?" Lelaki yang mulanya masih mengenakan tudung hodie itu lantas menarik hodie-nya ke belakang, menatap malas ke arah guru itu lalu membuka suara, "Saya nggak suka baju lengan pendek buk." "Kenapa?" "Takut item buk!" celetuk salah seorang siswa dari arah pojok kelas. "Biasa, takut oppa-oppanya nggak suka lagi." "Secara, suka plastik ya harus mirip plastik. Plastik kan putih banget kayak s**u baru di peras buk." "Cowok suka plastik, becong dia tuh buk!" Gio adalah satu-satunya manusia di kelas itu selain Abim yang merasa sangat risih dengan celetukan tak bermoral yang sialnya dibiarkan terus terucap oleh guru killer itu. Laki-laki jangkung yang memiliki otot di bagian lengannya itu lantas menoleh, menatap raut tenang Abim yang masih fokus ke depan. Gio tahu, di balik tenangnya Abim, ada rasa yang tak bisa diungkapkan oleh lelaki itu. "Biarin aja, Bim. Anggep lagi dipuji." Abim lantas menoleh, menyunggingkan senyum tipis yang membuat lubang di pipinya menyembul begitu saja. "Kata-katanya masih standart, nggak nyakitin. Netizennya kurang kreatif." "Saya hitung sampai tiga, kalau kamu belum buka jak--" Tok ... tok ... tok .... "Permisi, Buk." Seluruh atensi lantas beralih pada pintu masuk, mendapati gadis berambut pendek yang tengah menyengir bodoh sembari bolak-balik menyelipkan rambutnya dengan beberapa tumpukan kertas di pelukannya. Abim sendiri lantas memasang raut masam, predikat penjorok sepertinya telah Abim sematkan pada wanita itu sebab saat ia melihat April, mood-nya langsung turun begitu saja..l "Buk, izin masuk y--" "Wah, enak sekali hidup kamu." April terdiam lalu menggigit bibir bawahnya dengan erat. Masih menyengir lalu meneguk ludah kasar saat guru itu terlihat mendekat ke arahnya, mengambil dengan kasar beberapa kertas yang tadi ia gendong lalu menatapnya dengan garang. "Setiap jam saya, selalu terlambat, selalu dan selalu. Mau jadi apa kamu nantinya? Kerja kalo telat terus begini, perusahaan mana yang tahan nerima pekerja nggak becus seperti kamu?" April menunduk dalam sembari memilin ujung bajunya. "M-maaf, Buk." "Kamu keluar, hormat bendera sampai pelajaran saya selesai." Ada jeda sejenak sampai mata guru itu beralih pada kursi Abim. "Dan kamu ikut, buka jaket. Minggu besok kalau pakai jaket lagi ketika pelajaran saya, kamu akan saya kasih SPO." Abim, lelaki itu berdecak kasar lalu berdiri dan membuka jaketnya dengan kasar. Mencampakkan sweater tak berdosa itu ke wajah mulus Gio lalu beranjak duluan ke lapangan dengan ekspresi masam. April sendiri sudah kegirangan di tempat. Ia bahkan sudah menyusun rencana hendak pura-pura pingsan demi secuil perhatiana dari fanboy ganteng itu. Walau ia tak tahu, sebenarnya, Abim sendiri sudah mengumpat sebab akan di hukum bersama dengan si penjorok April. Benar-benar Mutualisme yang tidak sinkron. Tbc ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN