bc

Black Moon

book_age18+
228
IKUTI
1K
BACA
dark
others
badgirl
tomboy
self-improved
bxg
scary
highschool
magical world
lonely
like
intro-logo
Uraian

Jina adalah putri dari seorang vampir kelainan bernama Jino, ia jauh lebih kejam dari ayahnya dalam memburu mangsanya hanya untuk sekedar mengisi perutnya, ia juga memiliki obsesi untuk kembali membangkitkan ibunya yang telah tiada saat ia kecil. Ciri khas fisiknya, ia memiliki noda hitam di wajah, dan noda itu akan jadi membesar setiap ia melakukan kesalahan.

Suatu hari seorang anak laki-laki bernama Jiles yang satu sekolah dengannya, menemukan Jina sedang melakukan aksinya di sekolah, Jina yang mengetahui itu mengejarnya, dan mengikatnya dengan dirinya sehingga kemanapun Jiles pergi, Jina akan tahu.

Meskipun Jiles awalnya takut terhadap Jina, ia akhirnya ingin menyadarkan gadis itu dari kesalahannya.

cover by: pahingthu

font by: https://www.1001fonts.com/free-for-commercial-use-fonts.html

chap-preview
Pratinjau gratis
01
Pria dalam balutan kaos hitam turtle neck, celana panjang hitam, serta coat berwarna merah marun, memasuki ruangan berdebu, dengan cermin besar yang disandarkan di dinding. Ia berdiri di sana, tanpa melakukan apapun, atau mengucapkan sepatah kata pun. Sampai beberapa detik berlalu, bayangannya yang memantul di cermin, berubah menjadi sosok pria lain. Ini yang ditunggu. "Bagaimana kabar cicit ku?" tanya pria dari dalam cermin itu. "Tubuhnya kaku, napasnya lemah. Matanya bisa terbuka, tapi dia seolah mati." Balas Jino. Pria bercoat merah marun itu. "Alice tahu?" "Dia sedang koma, jadi dia tidak tahu. Kalaupun Alice sudah sadar, aku tidak akan memberitahu tentang kondisi Putri kami." Pria dalam cermin itu menarik sudut kiri bibirnya. "Meskipun dia koma dia tahu." Ucap pria itu. "Kau pasti tahu Alice sebenarnya sudah mati, tapi berkat batu merah yang tertanam di dadanya, rohnya jadi bisa kembali ke tubuhnya." "Tapi tetap saja, rohnya tidak akan bisa balance dengan fisiknya. Lama-lama fisiknya akan membusuk seperti mayat pada umumnya, dan rohnya mau tidak mau terpisah dengan fisiknya. Itu sebabnya juga Putri kalian lahir dengan kondisi seperti sekarang. Padahal waktu di kandungan dia sangat kuatkan? Kau sudah tusuk perut Alice berkali-kalipun, Putri kalian tetap dapat bertahan." "Lalu apa yang harus aku lakukan?" tanya Jino dengan alis bertaut. Ekspresinya menunjukkan ketakutan, rasa khawatir dan sedih yang dalam. "Astaga, aku tidak menyangka akan melihat sebuah ekspresi dari wajah mu." "Kek, tolong jangan bicara omong kosong. Keadaan ku sedang gawat." "Oke, maaf." Ucap pria dalam cermin itu. "Dua-duanya tidak akan bisa hidup. Kau harus menggugurkan salah satunya." "Mana bisa begitu! Aku tidak mau mengorbankan siapapun!" "Tidak bisa begitu. Kau bilang begitu pasti karena sudah tahu siapa yang harus dikorbankan kan? Yah, Alice." Jino diam dengan kepala tertunduk. "Meskipun kau tidak mengorbankannya, itu hanya akan mengulur waktu sampai akhirnya Alice akan benar-benar mati nanti. Sementara anak mu, kalau kau selamatkan sekarang, dia akan bertahan hidup sampai beratus-ratus tahun, karena gen vampir jauh lebih dominan di tubuhnya." "Aku tidak bisa hidup tanpa Alice." "Kau kan saat ini sudah pakai jantung manusia, tidak lama kau juga akan mati." Jino diam, tidak tahu harus merespon. Kepalanya jadi pusing karena bingung. "Tapi untuk mempertahankan Putri mu, kau juga butuh waktu berpikir. Batu merah yang ada di tubuh Alice, adalah harapan untuk membuat Putri mu bisa hidup. Tapi Putri mu akan punya hasrat yang aneh, dia jahat, kalau manusia biasanya menyebutnya psikopat. Dia sama seperti mu di masa lalu, suka menyakiti, dan membunuh manusia. Tapi Putri mu lebih parah, dia bahkan bisa memakan daging manusia." Jino terkejut mendengar perkataan Kakeknya, dan mendadak mual sendiri. "Yah, tapi Putri mu sebenarnya bisa memilih. Menuruti hasrat itu, atau tidak. Kalau menurutinya, batu merah yang menjadi jantungnya akan menghitam. Semakin hitam batu itu, semakin kelam juga pikirannya, dan semakin kuat kekuatannya. Dia bisa mengontrol manusia sesuka hatinya, dan memusnahkan vampir, bahkan manusia serigala pun bisa jadi korban. Putri mu akan jadi monster seutuhnya." "Tidak mungkin, lagi pula untuk apa dia melakukan itu?" respon Jino. "Tujuannya apa tergantung dia sedang berada di usia apa. Kalau dari remaja dia sudah bisa melakukan itu, paling hanya untuk bersenang-senang dan mengisi perutnya. Kalau sudah tua baru melakukan itu, tentu saja dia ingin kekuasaan. Dia ingin mengatur sistem dunia, sesuai kemauannya." "Kau pasti tahu, kalau Putri mu bukanlah manusia atau vampir. Sama seperti saat kau sempat dibunuh adik mu sendiri, kemudian terlahir kembali. Tapi kan gen mu bersih dari gen manusia, beda dengan Putri mu yang jelas punya gen manusia, jadi kau masih lebih gampang dikontrolnya. Seperti yang kau tahu manusia itu makhluk paling agresif, dan vampir itu dingin. Jadi kau harus kuat mendidik Putri mu, agar dia bisa menahan hasratnya." "Jadi Putri ku tidak bisa jadi seperti anak orang lain ya?" tanya Jino. "Perasaan dan pikirannya sama. Waktu anak-anak, akan suka mainan dan makanan, juga bermanja-manja, waktu remaja nanti, sibuk mencari jati diri, suka memberontak, dan lain-lain, yah, seperti remaja pada umumnya saja. Yang beda itu dia punya hasrat lain yang tidak sama seperti manusia atau pun vampir. Hasrat itu bisa membuatnya jadi kejam, sangat kejam. Dan akhirnya membedakan dia dengan anak lain. Makanya kan aku bilang, kau harus mendidiknya dengan benar. Dia akan sangat merasa berkuasa juga nanti, kalau tahu dia lebih kuat dari manusia." ••• Jino meraih tangan Alice, kemudian menggenggamnya. Ia tidak bisa membayangkan untuk melepas Alice, dia benar-benar tidak bisa membayangkan hidup tanpa istrinya. Banyak hal yang sudah dilalui, Jino tidak mau, dia tidak akan sanggup. Tapi bagaimana dengan Putrinya? Jino menutup matanya dengan satu tangan, matanya terasa panas, dan seperti ada cairan yang memberontak dari matanya untuk keluar. Kapan terakhir dia menangis? Sepertinya sudah sangat lama. Dia jadi merasa asing dengan air yang hendak keluar dari matanya. Tiba-tiba Jino merasakan pergerakan di dalam genggaman tangannya. Ia segera melepas genggamannya pada tangan Alice, dan matanya seketika melebar melihat jari-jemari Alice yang bergerak dengan perlahan. Jino langsung bangkit berdiri, dan mencondongkan tubuhnya ke arah Alice. "Alice," panggil Jino, dengan salah satu tangan yang ia letakan di atas kepala Alice. Alice tidak menjawab, bola matanya bergulir ke arah Jino. Tatapannya kosong, bibirnya putih pucat, urat-urat merah tampak muncul secara samar di bawah matanya. "Sakit..." gumam Alice, yang membuat kening Jino mengernyit. "Apa yang sakit?" tanya Jino. "Se-semuanya... se-muanya..." balas Alice sembari menggerakan kepalanya gelisah. Ia kemudian memegangi tangan kanan Jino, sembari menatapnya dengan mata yang berair. "Jino, kau harus jaga Putri kita, kau harus menjaganya sebaik mungkin. Apapun yang dia lakukan, jangan menyakitinya sedikit pun, aku mohon." Jino tidak menggubris perkataan Alice, ia buru-buru menekan tombol yang ada di atas kepala ranjang, untuk memanggil Dokter dan para perawat untuk kemari. Saat sedang menunggu Dokter kemari, Jino bisa melihat tubuh Alice yang mengkaku, dengan kulit yang semakin memucat serta berkerut. Pintu kamar tiba-tiba terkunci sendiri, bersamaan dengan mata Alice yang kembali tertutup, dan serpihan berwarna merah yang bercahaya keluar dari d**a Alice. Jino mematung, dengan bahu yang turun karena lemas. Serpihan itu tak lama membentuk sebuah bola. Jino mengangkat kedua tangannya, untuk menerima batu berwarna merah itu, yang tak lama turun sendiri ke tangannya. Air mata Jino meluruh dengan bahu yang bergetar. Batu merah ini tidak akan keluar sendiri dari tubuh seseorang, jika tidak dipaksa, atau seseorang itu sendiri yang ingin batu itu keluar dari dalam dirinya. Alice sepertinya sudah tahu kondisi Putrinya, meskipun kondisinya saat ini koma. ••• Walter menatap Jino dengan tatapan datar. "Dia tidak akan bertahan lama, meskipun aku sudah melakukan ini." Kata Walter sembari menggoyangkan tabung kaca kecil dengan bentuk memanjang, berisi cairan berwarna biru. Jino memejamkan matanya sejenak. "Aku mohon, tidak apa-apa meskipun hanya sebentar, yang penting dia bisa merawat Putrinya sebentar. Dia sangat menginginkan hal itu." Walter menatap tubuh Alice yang terbujur kaku di atas kasur. Iya, Jino membawa Alice ke rumah Walter, dan minta dia menyelamatkannya, karena dia yakin Walter bisa melakukannya. Walter sangat pandai, dia mempunyai kemampuan sihir dan sains dengan baik. "Bagaimana dengan Putri mu?" tanya Walter. "Aku belum mendatanginya." Balas Jino. Pandangan Walter teralih pada kantung berwarna hitam yang Jino bawa. "Red moon?" tanya Walter, yang Jino jawab dengan anggukan. "Kau cepat datangi anak mu, dan biarkan batu itu menghampirinya. Aku akan mengurus Alice di sini." "I-iya, aku percayakan pada mu, aku mohon." "Aku beritahu sekali lagi, paling lama dia hanya akan bertahan sampai 8 tahun. Itu pun harus terus mendapat asupan serum ini," kata Walter sembari kembali menggoyangkan tabung di tangannya. "Dan tubuhnya tetap akan membusuk seiring berjalannya waktu. Kau siap dengan itu semua?" Jino menganggukkan kepalanya mantap, tanpa ragu. "Oke, kalau begitu." ••• Meskipun hanya sebentar, dan meskipun semakin lama Alice semakin tidak berdaya, hingga harus menggunakan kursi roda kemana-mana, Jino merasa senang, melihat Alice yang juga bahagia karena sempat mengurus Putrinya. Tapi seperti yang Walter pernah katakan, Alice tidak akan bertahan lama, serum, serta perawatan yang Walter lakukan pada Alice, tidak bisa selamanya membantu. Jino sudah menyiapkan hatinya, tapi Jina, Putrinya dengan Alice, yang mungkin akan membuat pertahannya roboh. Jino menatap nanar Jina yang tengah memeluk perut Ibunya di atas kasur. Alice balik menatapnya, dengan senyuman terulas di bibir pucatnya. Tangan Alice kemudian bergerak, memberi isyarat pada Jino untuk mendekat. Dengan perlahan Jino melangkahkan kakinya mendekati Alice, ia kemudian duduk di pinggir ranjang dengan hati-hati, takut setiap pergerakannya bisa melukai Alice. Begitu Jino duduk, Alice langsung menyenderkan kepalanya pada bahu Jino. Tidak ada kalimat yang ia keluarkan dari mulutnya, karena ia memang sudah tidak mampu lagi untuk bicara. Tenanganya sudah terkuras habis. Yang bisa ia lakukan hanya melihat, melihat untuk yang terakhir Putri serta suaminya. "Alice, aku mencintai mu. Kau masih bisa dengarkan?" tanya Jino dengan seluruh tubuh yang perlahan bergetar. Alice memberi respon, hanya dengan mengeluarkan suara yang sangat kecil dan tidak jelas. "Ibu, aku juga mencintai mu!" seru Jina. "Ibu, tetaplah kuat, aku mohon." Alice ingin menangis, tapi matanya kering. Dia tidak mengeluarkan air dari matanya. Dia sangat ingin membalas semua pernyataan cinta Jino dan Jina, tapi tidak mampu, rasanya sangat sakit. Lebih sakit dari rasa sakit di fisiknya. ••• Jina menatap gundukan tanah di depannya dengan tatapan nanar. Bahkan hujan yang mengguyur tubuhnya, tidak menyurutkan keinginannya untuk tetap di sini. Jino sudah ia suruh pulang dari tadi. Awalnya Jino menolak, tapi karena Jina marah dan mengamuk, sampai berani memukulinya, Jino pun memutuskan untuk menuruti keinginan Putrinya. Dari kejauhan, Jina tidak menyadari kalau ada seseorang yang tengah memperhatikannya. Dia Walter. Di bawah payung hitamnya, matanya terus mengamati setiap gerak-gerik Jina. 'Dia anak yang berbahaya,' batin Walter. 'Setelah kematian Ibunya, perasaannya jadi tertekan, dan akan menimbulkan dampak yang sangat negatif pada dirinya. Dia harusnya sudah dimusnahkan sejak awal, tapi Jino tidak mau dengar.' Jina tiba-tiba menolehkan kepalanya ke belakang, membuat Walter membelalakan matanya. Ia bisa melihat mata Jina yang berubah hitam seluruhnya, hingga bagian putihnya tidak tersisa sama sekali. Walter menelan ludahnya susah payah. Jina tampak sangat mengerikan, sebuah suara tiba-tiba masuk ke dalam kepala Walter. 'Jangan ganggu aku.' ••• 9 years later Jina menatap telapak tangan kirinya, noda hitam yang entah berasal dari mana —yang semula hanya menodai ujung jarinya—, kini mulai merambat ke telapaknya. Jina menghela napas, ia mengambil sarung tangan hitamnya, untuk menutupi tangannya. Noda hitam ini mulai muncul saat ia mulai suka menyerang teman-teman sekolahnya. Ah, bukan menyerang, lebih tepatnya memangsa. Iris matanya juga berbeda warna, yang kanan merah dengan gradasi hitam, sementara yang kiri coklat. Seperti iris matanya saat baru lahir. Ia jadi dianggap cacat, dan dianggap mengerikan. Yah, tetapi dari awal Jina memang sudah tidak punya teman sih. Siapa yang mau berteman dengan seseorang yang memiliki aura suram dan mengerikan? Ditambah jarang bicara, dan tidak pernah mengikuti kegiatan lain di sekolah, selain belajar. Yah, mending sih kalau hanya dijauhi, tapi Jina juga diganggu. Selain penampilannya yang terlihat berbeda, Jina juga punya tubuh yang kurus dan mungil, sehingga orang-orang berpikir dia tidak akan punya kekuatan untuk melawan. Jina tertawa kecil, mereka tidak sadar ya? Mayat-mayat yang ditemukan hanya tinggal tulangnya, adalah orang-orang yang sebelumnya mengganggunya?   

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Romantic Ghost

read
162.8K
bc

AKU TAHU INI CINTA!

read
9.4K
bc

Time Travel Wedding

read
5.6K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
146.8K
bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.7K
bc

Putri Zhou, Permaisuri Ajaib.

read
4.9K
bc

Legenda Kaisar Naga

read
90.7K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook