Jeno berangkat ke sekolah, ini hari pertamanya di Senior High School, setidaknya itu yang dilihat orang namun lain yang dirasakan Jeno, ini adalah kali kedua ia mengalami hal ini. Semua kejadian frame demi frame sama persis terjadi dengan yang di masalalu, bahkan Jeno masih ingat setelah ia masuk gerbang sekolah ada anak di belakangnya yang terlambat dan memohon pada satpam untuk diijinkan masuk.
Anak yang terlambat itu adalah Jaemin, ia ingat betul bagaimana pertemuan pertama mereka, Jaemin yang terlambat dihari pertama orientasi murid baru. Jeno benar-benar tidak tahu apa misinya di masalalu ini, apa yang harus ia perbaiki agar Jaemin tidak dihukum mati, apakah ia harus tidak bertemu dengan anak itu atau malah sebaliknya? Haruskah ia mendekati Jaemin terus-terusan agar tahu penyebab Jaemin membunuh?
Lama Jeno terdiam di tempatnya sampai bell berbunyi nyaring, dilihatnya Jaemin masih di luar gerbang, jika di masalalu Jeno bodo amat membiarkan Jaemin dihukum kaka kelas maka ia akan memperbaikinya dengan cara bicara pada satpam. "Inikan hari pertama." Setelah proses negosiasi yang panjang akhirnya gerbang dibuka. Jaemin menyeka keringat di jidatnya setelah masuk dan berdiri di depan Jeno. "Terima kasih, sunbae." Jeno melongo. "Sun...bae?" Barusaja Jeno akan protes, Jaemin sudah menghilang dari hadapannya.
Di masalalu Jeno hanya mengenal Jaemin sekadar nama, selebihnya Jeno tidak tahu menahu tentang remaja itu. Informasinya tentang Jaemin sangat kurang, hingga ia bingung langkah apa yang harus ia ambil agar masa depan berubah.
Selesai orientasi banyak ketua ekstrakulikuler yang mempromosikan klub mereka demi merekrut anggota baru, Jeno ingat ia bergabung dengan klub music bersama dengan Jaemin, mereka memiliki hobi yang sama. Karena masuk klub yang sama membuat Jeno sering bertemu Jaemin hingga perasaan itu tumbuh semakin besar. Apa ia harus kembali masuk klub ini? Atau memilih klub lain?
Jeno mengacak rambutnya. "Eh sunbae, sunbae anggota klub music?" Tiba-tiba Jaemin sudah berdiri di hadapannya. Ada rasa rindu pada sosok seperti anak anjing menggemaskan di depannya ini, ingin rasanya Jeno memeluk namun ia tahan. "Tidak. Aku akan masuk klub dance."
"Akan?" Jaemin memiringkan kepalanya bingung. "Jadi kau bukan sunbae?" Jaemin menutup mulutnya sementara Jeno menggaruk kepala bagian belakang. "Maaf, aku kira kau sunbae." Jaemin membungkuk membuat beberapa orang menatap mereka. "Tidak apa. Cepat daftar, nanti kehabisan slot." Jeno pergi begitu saja menyisakan Jaemin yang kebingungan.
Jeno menghela napas panjang, ia tidak tahu jika Jaemin orang seceria dan sesupel ini karena dahulu ia memang menjaga jarak dari Jaemin dan tidak ada kesempatan mereka untuk mengobrol. Sekali lagi Jeno menatap Jaemin, ternyata anak itu masih memandangnya membuat Jeno buru-buru mengalihkan muka. Jeno berjalan cepat menuju meja penerimaan klub dance untuk menulis namanya di bagian pendaftaran.
Selesai mendaftar tepat di jam 11 setelah ceramah dari kepala sekolah dan pengarahan oleh guru kelas, mereka dipulangkan. Jeno dan Jaemin berada di kelas berbeda, hal itu mustahil membuat mereka sering bertemu selain saat kegiatan klub, dan Jeno malah semakin menjauh dengan tidak bergabung di klub music. Kalau sudah begini darimana Jeno bisa dapat informasi.
"Siapa namamu?" Suara yang sangat familiar itu terdengar tepat di sebelahnya, Jaemin berjalan santai dengan kedua tangan di saku celana. "Lee Jeno." Jawabnya singkat, diperhatikannya anak yang bertinggi sama di sampingnya ini, leher Jaemin lebam dan baru Jeno sadar sudut bibirnya sedikit berdarah. "Aku Na Jaemin." Jaemin menghentikan langkahnya untuk mengulurkan tangan pada Jeno, lagi-lagi Jeno melihat memar biru keunguan di pangkal tangan Jaemin.
"Salam kenal." Ucap Jaemin saat Jeno menerima uluran tangannya. "Kau kelas apa? Aku kelas A." Jaemin menyebut dengan senyum bangga membuat Jeno mau tidak mau harus ikut tersenyum. "C." Jaemin tertawa. "Kau tahu? Saat pertama aku melihatmu, kau seperti kakak kelas kutu buku berkacamata." Tawa Jaemin semakin nyaring membuatnya jadi pusat perhatian. Muka Jeno memerah. "Tolong pelankan suaramu." Pintanya.
Mereka sampai di gerbang sekolah dan dihadapkan pada 3 simpang, kiri depan dan kanan. "Bye Jeno, terimakasih untuk hari ini." Jaemin berlari ke depan sementara Jeno ke kanan, Jeno berjalan pelan, masalalu ia bersama Jaemin berubah sepenuhnya hanya karena ia membantu Jaemin pagi ini.
Masih banyak waktu yang ia miliki sebelum Jaemin membunuh. Jeno benar-benar tidak punya clue, ingin rasanya bertanya pada Jaemin namun mustahil, satu-satunya yang kembali ke masalalu adalah dirinya. Jika saja yang kembali itu Jaemin, maka pasti akan mudah menghindari terjadinya pembunuhan itu karena Jaemin tahu apa penyebabnya, sedangkan ini, yang kembali adalah Jeno yang bahkan tidak tahu apa-apa.
"Sepertinya aku harus semakin dekat dengannya agar tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dan mengantisipasi apa yang akan terjadi." Gumam Jeno, tanpa ia sadari sedaritadi Jaemin menatapnya dari kejauhan.
To Be Continue